Jangan lupa vote ya bestie ... yang belum vote wajib vote okceee
70% isi dari bab ini versi baru, artinya versi sebelumnya belum ada...
Ara meletakkan timba hitam di belakang pintu kamar dengan kasar, disusul Ulfa selang dua menit kemudian. Mereka baru saja selesai membersihkan kamar mandi Sanimas sesi sore.
"Capeeeee," rengek Ara. Langkah kakinya gontai menuju tumpukan kasur.
"Istirahat bentar, Ra. Abis itu sholat maghrib," ucap Mbak Meylan sebelum keluar kamar, lengkap dengan mukenah terpasang di tubuhnya. Dia hendak pergi ke Mushola karena syairan Gus Dur sebentar lagi selesai.
"Skip jamaah dulu. Cape banget asli," keluh Ara.
Mbak Chom langsung menyahut. "Sekap, sekip. Hidupmu di skip sama Gusti Allah nanti nangeeees," ledeknya.
"Mbak Chom!" teriak Ara kesal.
"Wes, Mbak. Sampean mending pergi ke Mushola. Jangan gangguin Mbak Ara, biar dia gak teriak – teriak terus. Kepalaku jadi ikutan pusing," usir Ulfa.
Selain Ara, Ulfa juga merasakan lelahnya. Ingin sambat pun percuma, hukuman mereka masih terlaksana tiga hari. Masih ada sebelas hari lagi menunggu untuk dibersihkan kamar mandinya.
"Ul, aku ijin kelas Diniyah, ya?" celetuk Ara.
"Sampean gak keseringan ijin, ta, Ra?" celetuk Putri, teman kamar Ara yang juga satu kelas Diniyah dengannya.
Sebenarnya Putri berusia satu tingkat di atas Ara. Dia kakak kelas Ara di sekolah. Tetapi karena Putri masuk pesantrennya hanya berselang beberapa bulan dengan Ara, jadi kelas Diniyah-nya tetap ikut kelas I. Sekali lagi Ara beritahu, kelas Diniyah dikelompokkan berdasarkan tahun santri masuk. Bukan karena umur.
"Bodo amat. Beneran capek aku," respon Ara.
"Ya wes, aku bisa apa lagi." Kemudian Putri beranjak, pamit untuk pergi ke Mushola dulu.
Adzan maghrib sudah berkumandang dari masjid Utama. Semua santri—termasuk penghuni kamar A—satu per satu meninggalkan kamar supaya tidak ketinggalan sholat berjamaah. Kalau di kamar A, hanya Ara dan Ulfa yang belum keluar kamar.
YOU ARE READING
ARAZKHA (END)
Teen FictionArabella Maheswari, gadis cantik Ibukota terpaksa harus melanjutkan pendidikan di Pesantren demi perjanjian aneh antara Papa dan Kakek Hilman. Dari sekian banyak anak orangtuanya, kenapa hanya Ara yang dibuang di Pesantren? Kenapa bukan Kakak sulung...