ARAZKHA 11. | SEKOLAH DINIYAH

915 79 1
                                    

Jangan lupa vote, komen, dan follow ya bestieee

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa vote, komen, dan follow ya bestieee

Jangan lupa vote, komen, dan follow ya bestieee

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kring ...............

Suara bel peringatan dari kantor pengurus pusat pesantren putri sudah berbunyi nyaring. Membuat semua santri langsung berlarian kesana – kemari, menyelesaikan urusan masing-masing dengan cepat. Sebagian dari mereka masih sibuk dengan bedak, berganti baju, mencari kitab, dan mengaca guna membenarkan posisi hijab.

"Ayo adek – adek, cepetan!"

"Jangan sampai telat kalo gak pengin di hukum!"

"Cepet, cepet, cepet!"

Bel berbunyi untuk kedua kalinya. Kali ini suaranya terdengar jauh lebih panjang daripada yang pertama. Itu suatu peringatan untuk para santri, jika mereka harus segera keluar dari gerbang pesantren putri, sebelum gerbang ditutup. Kalau sampai hal itu terjadi, hukumannya tidak main – main.

Santri yang telat melewati gerbang, akan mendapatkan hukuman menghafal Surah Yasiin dalam waktu satu minggu. Jika tidak menyetorkan hafalan sesuai tenggat waktu, maka akan ditambah lagi dengan Surat baru. Ar – Rahman.

Seluruh kegiatan pondok pesantren sudah mulai aktif sejak kemarin. Ketika pagi, semua santri bersekolah umum. Setelah sholat Ashar mereka mengaji kitab gundul dengan Ustadz Salman—adik Abah Rahman yang paling kecil. Kemudian saat malam, mereka harus sekolah Diniyah. Kurikulum yang dipelajari saat sekolah Madin—Madrasah Diniyah—seputar pelajaran agara Islam, seperti; Bahasa Arab, Al – Qur'an dan Hadits, Nahwu, Shorof, Fiqih Sholat, Aqidah dan Akhlak, Tatbiq Qiraah Al – Kitab, Al Barzanji, Macam – macam Kitab Kuning, dan Tahfidz.

Sejujurnya Ara malas untuk mengikuti sekolah malam—begitu sebutan Ara—tapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Mbak Tul – Tul, si pengurus tukang nyinyir, terus memaksa Ara untuk berangkat Madin. Bahkan tidak tanggung – tanggung, wanita itu sampai menyeret kaki Ara hingga keluar kamar karena mengetahui Ara hanya beralasan pusing.

"Gak usah alasan! Mau tetep berangkat Madin atau tak hukum hafalan surah Yasiin?!" ancam Mbak Tul – Tul, kemarin malam.

Padahal hari itu, Ara baru saja mengikuti kegiatan outbound. Mau, tidak mau, Ara akhirnya tetap berangkat sekolah Diniyah, meski pada akhirnya ia tertidur di dalam kelas. Untungnya Ustadz yang mengajar cukup pengertian dengan membiarkan Ara tidur, karena percaya dengan alibinya. Sakit.

ARAZKHA (END)Where stories live. Discover now