ARAZKHA 29.| GALAU - GALAU DAPAT PACAR

691 64 0
                                    

Pesantren geger

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pesantren geger.

Berita adanya pernikahan di rumah keluarga ndalem dalam waktu dekat, kembali naik. Menjadi topik paling panas yang dibicarakan dari pagi sampai sore hari ini. Usut punya usut, banyak yang mengatakan berita pernikahan itu benar adanya. Saksi sekaligus dalang bocornya berita merupakan santri abdi ndalem yang ada di rumah Abah Rahman.

"Kiro – kiro sopo, yo, sing bakale dadi bojoe Gus Azkha?" celetuk Mbak Chom pada Mbak Meylang yang saat itu baru duduk di sebelah Ara. (Kira – kira siapa ya yang jadi akan jadi istrinya Gus Azkha?)

Ara menghela napas kasar. Ia merasa kesal, gelisah, sedih, galau, gunda gulana. Campur aduk, pokoknya.

Satu sisi, Ara juga merasa penasaran. Siapa wanita yang akan menikah dengan Azkha. Sebaik dan sebidadari apa, sih, calon istri Azkha? Tetapi sisi lain, ia sendiri tidak sanggup mendengar namanya. Lebih tepatnya, Ara tidak siap patah hati.

"Suka sama orang gini amat, ya, ngenesnya," gumam Ara. Untungnya Mbak Chom dan Mbak Meyland sudah pamit berangkat duluan, menyisahkan ia sendiri yang duduk sendirian. Lagi.

Saat ini Ara sedang duduk di undakan teras Mushola, pandangannya lurus ke arah gerbang pesantren putri. Pikiran Ara mumet tidak keruan. Kenapa harus seperti ini? harusnya tidak seperti ini, kan? Orang bilang, cinta pertama itu menyenangkan. Banyak pengalaman baru yang akan didapatkan. Ara pun seperti itu. Selayaknya remaja lain, ia juga merasakan fase dimana perasaannya menggebu – gebu untuk Azkha.

Ara senang Azkha memperhatikannya, menolongnya, bahkan menuruti semua kemauannya. Disaat anggota keluarganya sedang jauh, Tuhan mengirimkan Azkha sebagai penggantinya. Memang sebatas itu, bukan tindakan romantis ala – ala roman picisan. Namun perhatian kecil itulah yang membuat Ara sadar, ia membutuhkan Azkha dihidupnya. Menimbulkan perasaan yang tak biasa dan ingin memiliki.

Rasanya Ara ingin berlari menghampiri Azkha dan mengungkapkan perasaannya. Tapi lagi – lagi, Ara tidak siap dengan resiko yang akan diterimanya.

"Mbak, ayo ngaji!" ajak Ulfa yang akhirnya tiba.

Bel ngaji sore sudah berbunyi nyaring dan akan terus berbunyi sampai semua santri putri keluar dari gerbang pesantren. Lihatlah, bahkan Tul – Tul tidak lelah terus meneriaki santri yang dianggapnya lelet supaya mempercepat Langkah kakinya. Bahkan kalau bisa berlari pun, mereka harus berlari.

"Ayo, Dek! Cepetan, selak tak tutup gerbange! kalian ini cek lelete dadi uwong. Wes jam piro iki ... malah sek klemar – klemer. Ayo cepet, cepet, cepet!" seru Atul dari gerbang sana. (Cepetan, keburu aku tutup gerbangnya. Kalian ini lemot banget jadi orang. Sudah jam berapa ini? malah jalan males – malesan)

Ara meraih kitab bersampul coklat miliknya, lalu beranjak dari posisinya. Meski Atul terus meneriakinya dari gerbang sana, ia tidak peduli. Bahkan Ara tetap jalan santai dengan Ulfa yang terus mengomel di sebelahnya. Bodo amat.

ARAZKHA (END)Where stories live. Discover now