Setengah dari bab ini adegan baru ya, di versi sebelumnya belum ada. Jadi jangan lupa vote ya bestieee, gumawooo.
"Arek kok gak pernah ikut sholat Dhuhah berjamaah," sindir Ela begitu Ara dan Ulfa masuk kelas.
Ara langsung berhenti di depan meja Ela. Mood nya masih belum membaik—malah yang ada makin memburuk—sejak ketimpa masalah Dhika. Sekarang Ela malah menambahi beban masalah di hidup Ara.
"Sini ngomong depan gue, ada masalah apa lo sama gue," ucap Ara tegas. Ekspresi wajahnya garang dengan sorot mata tajam. Tidak tanggung – tanggung, Ara bahkan sampai menunjuk wajah Ela.
Seolah tidak merasa bersalah, Ela mengerling malas begitu mendengar teguran Ara. Yang ada dia malah pura – pura sibuk membenarkan kerudungnya yang melenceng. Membuat Ara kian geram dan langsung menjambak kerudung Ela sampai terlepas dari kepalanya.
Teriakan kaget dari teman – teman kelas tak terelakan. Beberapa dari mereka sibuk menarik mundur Ara dari hadapan Ela, sedang sisanya sibuk membantu Ela memakai kerudungnya lagi.
"Jangan cari masalah sama gue." Tunjuk Ara tepat di depan dahi Ela, disusul dengan senyum miring di wajah judesnya.
"Sadar diri, lo sama gue beda kasta," ucap Ara, sarkas.
"Gue udah peringatin lo sebelumnya. GAK USAH NGURUSIN HIDUP GUE—"
"Wes, Mbak. Kita dilihatin orang banyak," bisik Ulfa menyela. Membuat Ara menoleh tajam ke arah sahabatnya. Seketika nyali Ulfa menciut.
"Kenapa diem? Bisu? Bukannya tadi masih bisa nyinyirin hidup gue?" sindir Ara lagi, "ayo sini ngebacot depan gue!"
Ela masih tidak merespon. Dia tetap menganggap Ara tidak ada di sekitarnya, meski kenyataannya hatinya sangat dongkol. Dia terus mengumpati Ara dalam hati dan menyumpahi gadis sombong itu supaya segera mendapat hukuman dari pengurus. Ela hanya butuh dirinya bersabar beberapa jam lagi sampai Ara mendapat hukuman dari pengurus, baru setelahnya dia mempunyai bahan untuk menjelek – jelekkan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAZKHA (END)
Teen FictionArabella Maheswari, gadis cantik Ibukota terpaksa harus melanjutkan pendidikan di Pesantren demi perjanjian aneh antara Papa dan Kakek Hilman. Dari sekian banyak anak orangtuanya, kenapa hanya Ara yang dibuang di Pesantren? Kenapa bukan Kakak sulung...