09. Kamar Julian

58 8 2
                                    

"Jangan meremehkan seorang perempuan, perempuan gak selalu lemah, kok, cuman cowoknya saja yang selalu merasa jauh di atas perempuan." ~Milenius

⚘⚘⚘

         Angin malam menerpa wajah Milen dengan lembut, seolah-olah membelai pelan setiap inci wajahnya. Senyuman miring terpatri di wajah yang manis itu, antara senang, sedih, kesal dan kecewa. Sebenernya Julian adalah sosok pria yang dulu sempat ia kagumi, wajah tampannya mampu membuat siapa pun jatuh hati, reputasinya yang merupakan ketua osis membuatnya semakin dikenal dikalangan siswa/i termasuk para guru. Sikap ramah tamah dan mudah tersenyum yang ia miliki mampu membuat banyak orang menyukainya, jangan lupakan pula otaknya yang cerdas membuatnya terlihat begitu sempurna.

Milen sempat mengagumi sosok itu, sosok yang dahulu pernah menolongnya, sosok yang dulu pernah ia bangga-banggakan, dari hari ke hari Milen selalu melihatnya baik secara sengaja atau pun tidak disengaja. Kini ia melihatnya, melihat sisi buruk manusia yang nyatanya memang tidak sempurna, sosoknya yang selalu dibangga-banggakan sekolah nyatanya menyimpan sejuta keburukan yang ditutupi oleh sikap ramahya. Sikap ketua osis yang melecehkan adik kelas dan memanfatkan segala sesuatu yang dia miliki untuk membuat para wanita jatuh ke dalam pelukannya.

Deringan notofikasi pesan datang membuat Milen semakin melebarkan senyumannya.

Kak Julian
Besok kamu datang jam 11 pagi, ya, kebetulan ada temen aku juga yang mau main ke sini biar sekalian, hehe ....

Me:
Oke, Kak.

🍀🍀🍀

       Pagi hari ini begitu cerah membuat Milen bersemangat untuk mengunjungi rumah Julian, tanpa sepengetahuan pemilikn rumah pastinya. Segala sesuatunya sudah ia persiapkan dalam lemari tinggal ia memakai dan membawanya, sesuatu yang akan membuat Julian tersenyum bahagia.

Milen sengaja berangkat lebih awal agar tidak bertemu dengan teman-temannya Julian. Milen sudah memikirkannya dengan matang-matang apa yang ia rencanakan, semuanya akan berjalan sesuai rencananya bukan rencana Julian.

Rumah itu menjulang tinggi, kini waktu menunjukan pukul 09.30, Milen mengetuk pintu dengan tenang, senyumnya selalu terukir indah di balik masker yang ia kenakan.

Tok tok tok ....

Tidak lama pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria tampan yang hanya menggenakan kaos oblong serta celana pendek selutut, wajahnya tampak begitu cerah secerah harapan Milen tentunya.

"Lo, siapa?" tanya Julian bingung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia melihat ke sekeliling gadis itu untuk mengetahui apakah ia sendirian atau ada seseorang yang menemaninya.

Milen membuka maskernya sambil tersenyum ramah, julian yang melihatnya sedikit terkejut ia masih mengingat kalau dia adalah gadis yang sama dengan gadis yang waktu itu menggangu kegiatannya, untuk apa dia datang kerumahnya? Dan dari mana dia tahu alamat rumahnya. Julian sedikit curiga akan maksud kedatangan dia ke rumahnya, apalagi ia ada janji temu dengan gadis kecilnya Qirane.

"Ada apa lo ke sini? Dari mana lo tahu alamat rumah gue?" tanya Julian beruntun antara penasaran dan khawatir bercampur aduk di dalam otaknya, pasalnya Milen pernah memergokinya sedang melakukan hal yang tidak senonoh kepada Qirane yang sekarang ia tahu kalo Qirane berteman baik dengan Milen.

"Eumm ... boleh gue masuk? Ada beberapa hal yang mau gue bicarain sama lo?" ucap Milen dengan lembut.

"Soal apa?"

Milen tidak menjawab pertanyaan Julian ia langsung menerobos masuk ke dalam rumah, Julian yang kaget langsung mengikuti Milen ke dalam. Milen berjalan-jalan mengelilingi setiap sudut rumah seperti sedang mencari sesuatu.

"Lo cari apa?" tanya Julian bingung.

"Kamar, lo? Di mana?" tanya Milen dengan semanis mungkin.

"Ngapain?" tanya Julian bingung, oh ayolah seorang gadis yang tidak begitu ia kenal datang kerumahnya dan langsung menanyakan letak kamarnya, ditambah penampilan Milen yang sedikit aneh dengan memakai baju serba hitam dan kaos tangan dicuaca yang panas ini.

"Di mana!" tanya Milen sekali lagi, kali ini ia menatap dalam mata Julian. Julian sempat terdiam menatap wajah Milen lalu melenggah pergi menuju kamarnya, Milen tersenyum mengikuti Julian dari belakang.

Julian berhenti tepat di depan pintu kamarnya, dengan senang hati Milen langsung masuk dan membaringkan tubuhnya di atas kasur, Julian yang merasa aneh pun menutup pintu dan mendekati Milen sambil menyilangkan tangannya di dada.

Milen yang tahu Julian mendekat langsung duduk dan memeluk Julian dengan tiba-tiba membuat Julian limbung dan jatuh menimpa tubuh Milen. Wajah mereka berdekatan dengan posisi Julian yang menghimpit tubuh Milen, Milen tersenyum lalu berbisik pelan di telinga Julian. "Aku mau bersenang-senang dengan kamu," ucapnya lembut sambil meniup daun telinga Julian.

Julian yang masih terdiam mengembangkan senyumannya, ternyata gadis ini menginginkan dirinya. "Lo yakin?" tanya Julian sekali lagi.

Milen mengangguk dengan yakin lalu mengambil sesuatu dari balik punggungnya dan menusukkannya tepat di belakang punggung Julian, Julian yang kaget langsung berdiri dan mengecek punggungnya yang bercucuran darah.

"APA YANG LO LAKUIN? LO MAU MATI, HAH?" teriak Julian menggema di seluruh ruangan.

Milen malah tersenyum miring saat Julian menatapnya dengan tatapan bengis bersiap untuk membalas kelakuan Milen. Julian mendekat, Milen malah semakin melebarkan senyumannya lalu mengacungkan pisau dan menususkkannya tepat di dada Julian.

Jleb.

Tangan Julian berhenti di udara karna kaget dengan serangan Milen yang tiba-tiba, ia pikir Milen akan ketakutan dan mati di tangannya tetapi malah sebaliknya. Julian yang masih memiliki sedikit tenaga dengan cepat mencekik leher Milen membuat Milen susah bernapas, tangannya pun berusaha untuk menusuk-nusuk bagian badan Julian secara acak membuat darahnya bercipratan ke mana-mana.

Julian yang mulai kehabisan darah mengendorkan cengkramannya dari leher Milen, tidak lama ia terjatuh dan ambruk di atas tubuh Milen, dengan cepat Milen mendorong tubuh itu ke lantai, ia pun langsung berdiri sambil terbatuk-batuk karna baru menerima kembali pasokan oksigen.

"Lo ... ke ... napa lo te ... ga melakukan ini semua ke gu ... e?" tanya Julian dengan terbata-bata, napas tersenggal matanya mulai kabur tetapi ia masih memiliki kesadaran untuk mendengar jawaban dari Milen.

"Apa lo enggak tega merusak para gadis di luaran sana? Apa lo enggak inget Ibu lo saat lo merusak para gadis yang tidak berdosa itu?"

"Gu ... e  min ... ta ... ma ... af ... gu—"

"Kenapa lo baru menyesal sekarang? Dasar brengsek!" umpat Milen memotong perkataan Julian, lalu menendang kepalanya sampai membentur dinding dengan sangat keras, seketika kesadaran Julian hilang sepenuhnya.

Milen tersenyum bangga akan keberhasilan dirinya yang telah membunuh pria berdosa itu, ia pun kembali memakai masker dan membuka jaket yang berlumuran darah itu lalu segera pergi meninggalkan Julian yang sedang dalam keadaan sekarat.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak, vote dan komentar^^

23/08/21

Milenius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang