14. Bisikan Setan

39 5 0
                                    

"Orang baik itu suka ada yang nolong, jadi berbuat baiklah kalian." ~Milenius

🐝🐝🐝


         Pagi yang sangat cerah Milen sudah siap dengan seragam sekolahnya, sekarang ia sedang menunggu Kenan yang katanya akan menjemput dirinya, tetapi sejak 10 menit menunggu yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang menampakkan batang hidungnya membuat Milen menggerutu kesal.

Pemandangan itu tak lepas dari penglihatan Kholid, ia menapat geli sang kakak yang terus menggerutu dengan tangan yang mengepal kuat, ia tahu betul dengan sifat sang kakak yang tidak suka menunggu untuk waktu yang cukup lama.

"Kak, pacarnya belum dateng?" goda Kholid menghampiri sang Kakak dan melupakan niat awalnya mengeluarkan motor dari dalam garasi.

"Dek, Kakak gak punya pacar, ya!" jawab Milen ketus, adiknya itu selalu menggodanya apalagi jika bersangkutan dengan pria membuat Milen muak sendiri.

"Terus nungguin siapa, dong?"

"Tukang ojek."

Pucuk dicinta bulan pun tiba yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga dengan motor matic sesuai permintaan Milen.

"Sorry, gue telat, macet tadi," ucap Kenan sambil membuka helmnya lalu menatap lekat gadis yang dicintainya, menunggu respon sang pujaan hati yang sangat jelas memasang raut wajah tak suka padanya.

"Ini tukang ojeknya, Kak? Ganteng juga," goda Kholid sambil cengengesan.

"Diem, Dek!" bentak Milen menghela napas panjang lalu menatap lekat Kenan dan berucap, "Lain kali enggak usah jemput gue, gue gak suka waktu gue terbuang percuma!"

"Iya, lain kali enggak akan telat lagi, kok. Dia?" tanya Kenan berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan sosok laki-laki muda di samping Milen.

"Adek gue, Kholid."

"Hai, Dek!" sapa Kenan dengan nada riang berusaha untuk mendekatkan diri pada keluarga Milen.

"Ngapain lo panggil gue, Dek? Gue bukan adek lo, ya!" Tentu saja Kholid kesal, ia bukanlah anak kecil yang harus dipanggil adek oleh seseorang yang tidak berbeda jauh dari usianya.

"Sebentar lagikan gue bakalan jadi Kakak ipar lo!" terangnya dengan bangga berharap Milen yang mendengarnya akan tersipu malu, tetapi harapan tinggallah harapan Milen bersikap biasa saja bahkan terlihat bertambah kesal.

"Dih, ngarep!" ledek Kholid lalu pergi begitu saja, mengambil motornya yang masih berada di dalam garasi. Kenan yang mendengarnya hanya bisa bengong sambil mengusap dada. "Sabar."

"Udah ngebacotnya? Ayo buruan, udah siang ini!" ucap Milen ketus yang dibalas senyuman oleh Kenan. Kenan memberikan helm pada Milen, berniat akan memakaikannya tetapi sebelum itu terjadi Milen sudah merebut dan memakainya sendiri.

"Len, enggak ada niatan meluk gitu?" tanya Kenan dikeheningan jalan, angin pagi menerpa dua insan yang sedang fokus menatap jalanan lenggang mencoba untuk menikmati pemandangan yang ada.

"Berisik lo!"

"Ish, ish, gak bisa diajak romantis apa," gerutu Kenan pelan tetapi tak ayal dirinya tersenyum senang, Milen sudah sedikit membuka hati untuk dirinya.

🥀🥀🥀

         Suara bisik-bisik mulai terdengar nyaring mengganggu pendengaran, Milen sudah memperkirakan resiko apa saja jika ia berdekatan dengan Kenan tetapi ia tidak menyangka efeknya akan separah ini.

Belum 2 hari Milen berdekatan dengan Kenan semuanya semakin bertambah buruk, tidak hanya perkataan yang membuat Milen kesal tetapi tingkah laku mereka yang selalu berbicara kotor tanpa tahu kebenarannya. Milen bisa saja diam tetapi ia akan marah jika disinggung soal didikan ibunya, mengapa mereka selalu mengait-ngaitkan sesuatu yang sebenarnya tidak memiliki urusan, sebenci itukah mereka kepada Milen.

"Heh, heh, awas, jalang mau lewat, nih! Hihi ...."

"Enak gak tuh, makan ludah sendiri, haha ...," sahut yang lainnya.

"Ya enaklah kalo gak enak mana mungkin dilanjut," jawab cewek yang satunya sambil mengibaskan tangan ke wajahnya sendiri.

"Eh, waktu itu bukannya deket sama Arvin, ya? Kok sekarang sama Kenan. Gak cocok, iuh ...," ucap gadis berambut panjang sambil meng ekspresikan wajah seolah-olah mau muntah.

"Cewek gatel, ya gitu ... gak bisa lihat yang bening dikit, apalagi dompetnya Kenan, kan tebel haha ...," sahut gadis berambut pirang yang menatap tajam Milen.

Milen berusaha menulikan pendengarannya tetapi suara-suara itu semakin lama semakin menusuk hatinya, ia sudah tidak kuat ingin menerkam dan merobek satu persatu mulut mereka. Milen berlari menuju toilet ia bukanlah anak yang lemah yang akan diam saja jika direndahkan, dijadikan bahan ejekan dan bahan gosip yang dilebih- lebihkan.

Arvin yang melihat Milen berlari menuju toilet mengikuti dan menunggunya dari luar, Arvin tidak tega melihat Milen yang terus dipojokkan oleh setiap wanita di penjuru sekolah. Arvin khawatir, tentu saja, Milen adalah sahabatnya, apalagi dulu Milen sempat membantu Abila, Arvin ingin dianggap ada, dianggap berguna dan bisa diandalkan karna dirinya tak seperti yang Milen katakan waktu itu.

Milen keluar dengan muka lebih fress sepertinya habis cuci muka, Arvin segera menghampiri dan berjalan di sebelahnya.

"Hai?" sapa Arvin sedangkan Milen hanya menoleh singkat.

"Pulang nanti aku anterin, ya?" ajaknya membuat Milen mengerutkan dahi, bingung.

"Gue dianter Kenan," jawab Milen datar.

"Eum ... aku mau bicara sesuatu sama kamu."

"Sekarangkan bisa, kan?"

"Enggak, soalnya penting banget harus di luar sekolah. Bisa, kan?" pinta Arvin dengan wajah yang terlihat serius.

"Nanti gue pertimbangin," putus Milen membuat Arvin bernapas lega, setidaknya Milen akan memikirkan ajakanya.

"Ya sudah, aku duluan kalau gitu," pamit Arvin lalu pergi dengan langkah lebar, Milen menatap datar punggung yang mulai menjauh itu, pikirannya sedikit menerka-nerka tantang apa yang ingin diucapkan Arvin padanya, sepertinya sangat penting sampai harus di luar segala.

"Hey, lihat ini! Sekarang dia malah deket-deket sama Arvin, bener-bener gak tahu diri ni orang," ledek seseorang yang meperhatikan Milen sejak keluar dari toilet.

"Iya, yah dua-duanya dia embat dasar rakus," jawab cewek di sebelahnya sambil tertawa sinis.

Milen memilih pergi tidak lupa ia menyenggol dua siswi yang sudah mengejeknya secara terang-terangan.

Bruk.

"Hey, kalo jalan pake mata," gerutu cewek yang disenggol oleh Milen.

"Maklum, lah matanya cuman bisa lihat cowok ganteng dan berduit!"

"Iya, jangan lupa manfaatin cowok pinter juga!"

Jika Milen meladeninya nanti malah memperburuk suasana jadi ia memilih untuk diam dan membiarkannya, toh mereka juga tidak sampai memukulinya. Milen sekarang harus memikirkan jalan keluarnya, semua  harus kembali seperti semula saat mereka acuh bahkan tidak mengenalinya. Ya, Milen harus melakukkan itu untuk ketenangan hidupnya, Milen akan segera mengakhirinya dengan Kenan tetapi dengan cara apa? Milen harus berpikir dengan jernih untuk saat ini.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak, berupa vote dan komentar^^

14/10/21

Milenius [END]Where stories live. Discover now