04. Kepala Sekolah

91 18 30
                                    

"Jika orang lain tidak mampu menegakkan keadilan, saya bisa memperjuangkan hak saya dengan cara apapun!" ~Milenius

-00-


          Milen membuka pintu dengan perasaan was-was, ia takut ibunya–Anis melihat dirinya dalam keadaan basah kuyup. Apa yang akan Milen katakan pada ibu dan ayahnya, pasti keduanya akan marah dan berurusan dengan kepala sekolah.

"Milen?"

Milen segera menoleh dan melihat kehadiran Anis di belakangnya, sepertinya sudah dari dapur.

"Eh, Ibu? Asalamualaikum, Bu." Milen langsung menghampiri Anis dan mencium punggung tangannya.

"Wa'alaikumsalam. Len, itu jaket siapa yang kamu pakai? Terus rok sama sepatu kamu kok basah?" tanya Anis lembut, melihat penampilan Milen dari atas ke bawah.

"Enggak papa kok, Bu. Milen ke atas dulu, ya," pamit Milen lalu berjalan cepat melewati Anis begitu saja.

"Nanti malam Ibu sama Bapak mau bicara sama kamu."

Milen berhenti di ambang pintu, menatap kepergian Anis dengan keadaan resah, Milen sudah tahu apa yang akan mereka bicarakan. Yap, kamu kenapa? Ada apa? Dan pertanyaan lainnya, karena kejadian ini bukanlah yang pertama kalinya Milen mendapatkan bullying.

🍁🍁🍁

"Jadi, bagaimana, Pak? Anak saya mendapatkan kekerasan di sekolah. Saya harap kejadian ini tidak terulang kembali, baik pada anak saya ataupun kepada anak-anak yang lainnya!" ucap Hendra–ayahnya Milen dengan tegas.

"Ah, kami sangat menyayangkan atas sikap salah satu siswa kami, kami akan memberikan sanksi kepada mereka agar tidak melakukan hal yang sama lagi. Atas kelakuan mereka saya meminta maaf, Pak," ucap kepala sekolah dengan cepat, sedikit meringis diakhir kalimat.

"Kalau begitu kami permisi dulu, Asalamualaikum," pamit Hendra.

"Wa'alaikumsalam."

"Ayo, Nak," ajak Hendra sambil memegang bahu anaknya–Milen lalu berjalan ke luar ruangan yang bertuliskan 'Kepala Sekolah'.

"Kamu hati-hati kalo ada apa-apa bilang sama Bapak ataupun Ibu. Kamu paham 'kan?" pesan Hendra menasehati.

"Iya, Pak," jawab Milen singkat sambil menunduk, beberapa orang berbisik memperhatikan mereka berdua.

"Bapak pergi dulu."

"Iya, hati-hati," ucap Milen lalu mencium punggung tangan Hendra.

Setelah kepergian ayahnya Milen segera berjalan menyusuri lorong menuju kelas, tadi Milen sempat melihat wajah cemas Kyila tetapi itu tidak membuat hatinya puas, seorang pembully tidak akan pernah berhenti hanya karena teguran. Yup, kepala sekolah hanya menegur tanpa memberikan hukuman, apalagi kalau bukan karna takut Kyila akan mengeluhkan sekolahnya kepada ayahnya dan berhenti memberikan donasi untuk sekolah ini.

"Milen! Kamu enggak papah?" ucap Abila disusul Arvin dari belakang, menghampiri Milen yang sedang berjalan sambil melamun.

"Eh, gue baik-baik saja, kok. Gue ke kelas duluan, ya," ucap Milen datar, lalu berjalan cepat menghindari mereka berdua.

"Hati-hati."

Milen hanya mengangguk sebagai jawaban, ia akan memikirkan rencana apa yang pantas untuk membalas perbuatan Kyila padanya.

🍃🍃🍃

         Angin malam menerpa wajah Kyila, seorang gadis dengan rambut panjang sebahu yang selalu diurai, mata yang bulat serta bulu mata yang lentik, juga lesung di pipi memperlihatkan ciptaan Tuhan yang tampak begitu sempurna. Semua manusia memiliki kekurangan, begitupun dengan Kyila, wajah cantiknya tidak mampu menutupi hati buruknya, iri dan dengki selalu menghampiri hati dan pikirannya, ditambah ia memiliki teman yang bisa dibilang bar-bar seperti Hana, banyak berbicara namun sedikit bertindak.

Kyila sedang berada di dalam kamar, ia berencana untuk mandi lalu bersiap karna akan pergi ke suatu acara bersama teman-temannya.

"Ah, sial gue lupa bawa handuk!" gerutu Kyila, ia pun terpaksa ke keluar dari kamar mandi untuk mengambil handuk, tetapi pergerakannya terhenti saat sudut matanya melihat seseorang di sudut ruangan.

"Lo siapa?" teriak Kyila dengan hati-hati, ia berusaha mendekat agar bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.

"Gue? Lo lupa sama gue?" ucapnya sambil berbalik lalu membuka tudung jaket yang menutupi kepalanya.

"Milen? Ngapain lo di sini?" tanya Kyila, sedikit heran, mengapa Milen bisa masuk begitu saja ke dalam kamarnya, seperti seorang pencuri.

"Menurut, lo?"

Milen mendekat, Kyila yang memiliki firasat buruk memilih untuk segera mundur tangannya mengambil barang-barang yang bisa ia gapai dan melemparkannya ke aarah Milen, tetapi Milen tidak bergeming sama sekali, ia terus mendekati Kyila untuk mengintimidasinya.

"Berhenti di sana, jangan mendekat!" jerit Kyila merasa takut, jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya.

Milen tersenyum miring melihat wajah Kyila yang mulai berkeringat, wajahnya pun terlihat pucat saat melihat pisau yang Milen kaluarkan dari belakang jaketnya.

"Lo mau ngapain? Berhenti di situ! Tolong, siapa pun tolong gue!" teriak Kyila  berusaha meminta pertolongan.

"Enggak usah berteriak, di sini tidak ada siapa-siapa. Gue cuman mau sedikit bermain-main dengan, lo," gumam Milen membuat Kyila merinding, Milen lebih menakutkan dari pada hantu yang sering mereka dengar.

"Berhenti! Awww ...," ringis Kyila saat pisau tajam itu menggores tangan kanannya dengan cukup dalam.

"Apa yang lo mau dari gue, Hah?" Kyila berucap dengan suara bergetar, selurut tubuhnya meremang seketika kala pisau tajam itu diayun dan menembus jantungnya dengan sekali tusukan.

"Gue mau lo semua .... Mati!" ucap Milen dengan dingin sorot matanya tanjam menatap Kyila dengan senyuman mengembang.

Kyila merintih, memegang pisau yang masih menancab di dadanya, walaupun tangannya gemetar ia berusaha menarik pisau itu, tetapi belum sempat pisau itu terlepas, Kyila kehilangan kesadarannya karna mengeluarkan begitu banyak darah dari dalam tubuhnya.

Milen tersenyum, senyuman mengembang yang mengantarkan Kyila pada kehidupan selanjutnya, ia lalu pergi setelah benar-benar yakin jika gadis itu telah tiada.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar^^

Milenius [END]Where stories live. Discover now