17. Anak Kucing

20 4 0
                                    

"Itu bukan gue, gue gak mungkin melakukan kesalahan itu."
~Milenius

🦋🦋🦋🦋

     

       Sekolah kembali digegerkan oleh kematian seorang guru, dedas-desus pun mulai terdengar nyaring, ada yang bilang dibunuh oleh suaminya dan yang paling mencengangkan diduga dibunuh oleh anak didiknya sendiri. Guru itu memang sedikit tegas, galak dan juga pemarah, tetapi tak ayal beliau selalu memperhatikan anak didiknya, kabar terakhir beliau habis berseteru dengan beberapa siswa di sekolah.

Penyelidikan pun dimulai dari sekolah, tempat ia ditemukan meninggal dunia, beberapa siswa dan guru turut dimintai keterangan oleh polisi akan tetapi polisi tidak menemukan keanehan atau petunjuk apapun begitu juga dengan keterangan dari suami korban.

Milen menatap sekumpulan polisi yang sedang bertugas, menghela napas panjang sebelum berlalu melewatinya. Sudah beberapa hari mereka mencari bukti di tempat kejadian akan tetapi tidak menemukan apapun, Milen hanya tersenyum kecut melihatnya.

Belajar–mengajar pun menjadi tidak kondusip karna kejadian tersebut dan kehadiran para polisi yang terus menyelidiki di sekitaran sekolah, membuat semua orang merasa tidak nyaman.

Milen lagi-lagi menghela napas panjang, semua orang disibukkan dengan membicarakan orang lain daripada mengerjakan pelajaran yang sudah ditugaskan.

"Lo kenapa?"

Milen menoleh dan menggeleng singkat, berpura-pura sedang mengerjakan tugas. Kenan yang merasa diabaikanpun hanya diam, memang semejak kejadian itu keduanya belum akur sama sekali, khususnya Milen yang menjauhi Kenan.

🌿🌿🌿

          Suasana kantin sangat ramai apalagi di jam istirahat seperti ini, semuanya akan berdatangan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan. Milen duduk sendirian di pojok tempat kesukaannya, meminum es teh manis dengan tenang sepiring nasi goreng telah ia habiskan.

Milen mengamati sekitar, melihat banyak orang yang berlalu lalang matanya berhenti pada seorang siswa yang mengantri dengan wajah sedikit pucat akan tetapi saat ia sudah mendekati sten makanan yang ia antri dia malah pergi begitu saja ketika seorang polisi datang ke kantin.

Milen mengikuti gadis itu dengan penasaran, dia membawa Milen menuju gudang sekolah yang jarang dikunjungi oleh kebanyakan orang, tempatnya yang sunyi dan sepi sehingga banyak yang menyebarkan rumor bahwa gudang sekolah ini berhantu.

Gadis itu terduduk di lantai, tangannya terlihat gemetar ketakutan, tak berselang lama terdengar suara isak tangis memilukan membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa iba dan kasihan.

Milen melangkah mendekat, mencoba untuk mencari tahu apa penyebab gadis itu menangis sampai sesegukan, terlihat begitu menyakitkan.

"Lo, ngapain di sini?"

"Eh." Dia menengok, terlihat jelas raut kaget di wajah yang terbingkai kacamata tebal itu, tangannya dengan sigap menghapus air mata yang membasahi pipinya.

"Kamu ngikutin aku?" tanyanya, gadis itu belingsut mundur berusaha menjahui Milen yang akan mendekat.

"Lo yang bunuh guru, itu?" tanya Milen langsung.

"Enggak, bukan! Bukan aku yang bunuh, hiks ... bukan aku yang bunuh ...," jawabnya terdengar putus asa.

Milen menjadi teringat akan masa lalu, dimana ia pernah terpuruk akibat suatu hal yang sama sekali tidak ia inginkan dan tetu saja Milen bisa menebak jika gadis itu yang telah membunuh guru tersebut.

Milen mendekat, berusaha untuk merangkulnya, dia terlihat sangat kacau. Milen pun bertanya, "Apa yang dia lakukan?"

"Di ... dia berusah melecehkanku, hiks ... di ... dia berusaha memaksakan kehendaknya terhadap diriku ... dia, dia jahat! A ... aku enggak sengaja ngebunuh dia, hiks ... aku gak sengaja ...," jelasnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Sudah, sudah, ini bukan salah lo, ini semua salah guru itu ... jadi, dia memang pantas mendapatkan itu semua," jelas Milen pelan berusaha untuk menenangkan gadis tersebut.

Gadis itu hanya menatap Milen bingung sambil menghapus air mata di kedua pipinya. "Kamu enggak akan melaporkanku pada polisi itu, 'kan?" tanyanya pelan namun syarat akan harapan.

"Enggak," jawab Milen singkat.

"Seriusly?"

"Yes! Asal lo gak nunjukin sikap takut lo pada orang lain, lo akan aman," Milen memberitahu sambil tersenyum simpul, meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Aku gugup apalagi melihat para polisi itu, seakan-akan mereka sedang mengawasiku," cicitnya dengan suara pelan, takut jikalau ada orang lain yang mendengarnya.

"Came on, dude! Mereka akan menutup kasus ini dalam beberapa hari lagi jika tidak menemukan cukup bukti, apalagi banyak dedas desus yang membuat kasus ini menjadi semakin rumit," jawab Milen dengan datar, ia yakin akan apa yang ia ucapkan barusan.

Gadis itu mulai tersenyum merekah lalu memincingkan mata curiga pada Milen, Milen yang melihat tatapan itu merasa tidak suka lalu bertanya, "Kenapa?"

"Ah, aku merasa aneh, ada seseorang yang membenarkan kesalahanku bahkan sebelum aku menceritakannya. Apa ... kamu juga pernah melakukannya?" tanyanya tersenyum menyeringai dengan wajah yang berubah mengintimidasi.

"Benar, aku pernah melakukannya," jawab Milen datar, lalu berdiri dan berjalan pergi meninggalkan gadis itu.

"Siapa? Siapa yang kamu bunuh?" tanyanya, Milen pun menoleh.

"Hmm ... kurasa beberapa ekor kucing dan tikus," jawab Milen santai, lalu melanjutkan ucapannya, "Sepertinya ini bukan yang pertama dan bukan sebuah kecelakan, mana mungkin polisi tidak menemukan barang bukti sedikit pun?"

Gadis itu terlihat gelagapan dan menghentak-hentakkan kakinya. Milen yang sudah berjalan menjauh mendengar hentakan itu merasa senang dan puas telah mengerjai seekor anak kucing yang baru muncul.

Milen tidak akan melakukan kesalahan dengan mengatakan siapa jati dirinya di hadapan orang lain, apalagi orang yang tidak ia kenali. Manusia memang jahat, selalu memanfaatkan simpati dari orang lain sebagai sebuah kesempatan, itu yang sering Milen pikirkan.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak, vote dan komentar.

Terima kasih sudah membaca sampai bab ini.

28 Agustus 2022

Milenius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang