26. Pernyataan

19 2 0
                                    

"Memang rumit, tetapi aku mencintai orang lain."
~Arvin Abinaya 

_0_

                Di perjalanan pulang Arvin terus memikirkan tentang Milen, dirinya masih ragu untuk mempercayai kalau Milen itu seorang pembunuh, hatinya menyangkal tetapi otaknya terus mempercayai sebagian besar bukti yang ia lihat. Abila yang menyadari sikap Arvin menjadi sedikit pendiam membuatnya merasa khawatir.

"Kamu gak papa?" Abila bertanya dan dijawab kekehan singkat oleh Arvin, selalu begitu, ketika Abila ingin mengatakan hal yang serius pasti selalu dijawab candaan oleh Arvin.

"Makin ke sini kamu makin deket sama Milen, ya?" pertanyaan itu mampu membuat Arvin tersedak air liurnya sendiri membuat Abila semakin yakin jikalau Arvin memang sudah menyukai gadis itu.

"Apaan? Kitakan sahabatan, kamu juga, La," jawab Arvin cepat.

"Ih ... jangan panggil aku gitu!" gerutu Abila, Arvin hanya tertawa cengengesan, ia tahu kalau Abila tidak suka dipanggail La, karena Arvin selalu mengejeknya sejak kecil terutama saat menonton kartun Teletabies.

"Tapi aku serius," ungkapnya membuat Arvin mengangkat sebelah alisnya.

"Kenapa?"

"Kamu suka, kan sama dia?"

"Jangan ngaco!" sanggah Arvin cepat.

"Aku tahu, aku ngerti!" gerutu Abila pelan.

"Ngerti apa?" tanya Arvin penasaran.

"Kalau Milen sudah berhasil merebut hati kamu," ucap Abila pelan.

"Kamu kenapa?" tanya Arvin karna tidak bisa mendengar suara Abila, telinganya tertutup oleh helm.

"Aku suka sama kamu!" lirih Abila, membuat Arvin menghentikan laju motornya.

"Jangan bercanda! Kita sudah berteman dari kecil!" jawab Arvin cepat, menatap Abila dari balik spion dan melajukan motornya kembali.

"Aku tahu, tapi aku tetap menyukaimu," keluh Abila, ia mulai terisak, tidak bisa menahan air matanya lagi, ia tidak tahan jika terus-menerus memendam perasaanya Abila tahu kalau ini akan terjadi dan Abila masih saja ingin mencoba, mencoba dan mencoba untuk memeluluhkan hati sahabatnya Arvin. Kebersamaan mereka membuat Abila susah untuk melupakan Arvin.

Arvin memejamkan matanya sesaat, dadanya terasa sesak saat seseorang yang ia anggap adik ternyata menyukainya, seseorang yang selalu ia jaga, akhirnya dirinyalah juga yang melukainya.

Sesampainya di pagar depan rumah Abila segera menghapus air matanya, hendak perjalan masuk tetapi suara Arvin menghentikannya.

"La ...."

Abila menengok, melihat Arvin merentangkan kedua tangannya tangisannya pun sudah tak terbendung lagi, Abila lalu berlari dan memeluk Arvin dengan sangat erat, Arvin bisa merasakan rasa sakit yang Abila rasakan, saat cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, tetapi hati terus memberi harapan padahal otak terus mengingatkan akan kebenaran.

"Maaf, maaf ...," gumam Arvin pelan sambil mengelus-elus rambut Abila. Abila yang mendengarnya semakin terisak, untunglah jalanan sepi jadi tidak ada orang lain yang melihat mereka berdua menangis.

Arvin memegang bahu Abila, mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata, Abila memang cantik hanya saja penampilannya yang sederhana membuatnya terlihat tidak menarik. "Sahabat gue cantik, penampilannya aja kurang menarik, hehe."

Abila hanya menganggu sambil memaksakan senyumnya, lalu berucap, "Lo muji atau ngehina gue?"

"Eh, kok?" ucap Arvin kaget lalu melanjutkan ucapannya, "Ngomongnya kok gitu?" Sambil mencubit hidung Abila gemas.

"Aw, sakit ... lagian aku sering denger kamu bilang gitu saat bicara sama Milen, aku boleh dong?" godanya membuat Arvin berdehem pelan.

"Iya, deh, iya ...," jawan Arvin lesu.

"Kalau gitu aku masuk, ya," pamit Abila akhirnya, berusaha untuk menegarkan diri.

"Iya hati-hati," Arvin berucap sambil melambaikan tangannya.

"Orang deket, kok, wle ...," Abila menjawab sambil menjulurkan lidahnya dan berlali kecil masuk ke dalam rumah. Arvin yang melihat kepergian Abila juga segera masuk ke dalam rumahnya, berharap semua akan baik-baik saja seperti dulu antara dirinya dan sahabat baiknya Abila.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar^^

10 Mei 2023

Milenius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang