20. Kehancuran Yang Disengaja

22 2 0
                                    


"Jika sudah tidak mencintai mengapa menyakiti?"
~Milenius

_0_


             Sebuah ketenangan dan kebahagiaan telah diusik oleh seseorang yang tidak mempunyai hati, keluarga yang harmonis akan rusak jika adanya orang ketiga. Milen, bukanlah seorang anak kecil yang tidak mengerti arti sebuah perselingkuhan, hal-hal kecil yang selalu Milen perhatikan membawanya ke dalam jurang kesakitan. Benar, ia mencurigai bahwa ayahnya mempunyai hubungan spesial dengan orang lain, itu semakin nyata di bayanganya.

Milen menatap tajam pemandangan yang amat menyakitkan itu, di depan matanya ia melihat kemesraan ayahnya–Hendra dengan perempuan lain. Milen bingun apa yang harus ia ceritakan kepada ibunya, bahwa suami yang pamit bekerja dan di sambut kepulangannya telah menduakan cinta ibunya, apakah masih bisa di maafkan?

Milen bingung harus melakukan apa, ini bukanlah hal yang gampang untuk diputuskan keduanya bersalah, ya ayahnya juga bersalah telah tergoda oleh perempuan lain dan apa wanita itu tidak mengetahui bahwa ayahnya sudah berkeluarga? Dasar wanita jahat, merusak kebahagiaan orang lain demi kebahagiaannya sendiri.

Sungguh malang nasib ibunya, pria yang ia cintai telah menghianatinya. Milen merasa bingung, apa kurang ibunya sampai ayahnya telah tega menghinati seseorang yang sudah lama hidup bersamanya dalam suka maupun duka.

Milen harus memikirkan strategi baru agar ibunya tidak mengetahui perselingkuhan ini, penghianatan yang tidak akan bisa dimaafkan oleh sebagian orang. Jika sudah tidak cinta mengapa memberi luka? Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik dulu? Diputuskan hubungannya terlebih dahulu, karna lebih baik sakit karna telah berpisah daripada sakit karna di khianati oleh orang tersayang.

Langkah Milen terasa begitu berat untuk berjalan ke dalam rumah yang terlihat hangat namun ternyata penuh dengan topeng sandiwara. Seseorang yang selalu ada di balik pintu untuk menyambut kedatangan suami serta anak-anaknya, seseorang yang selalu tersenyum, seseorang yang selalu berkata lemah lembut dan juga memiliki sifat sabar dan tegas dalam mendidik serta menjaga anak-anaknya.

"Assalamualaikum, Bu," teriak Milen dengan wajah cerianya.

"Wa'alaikumsalam, kamu kok baru pulang? Ibukan khawatir, habis dari mana?" tanya Anis dengan nada lembut.

"Itu, Bu baru selesai kerja kelompok," jawab Milen seadanya.

"Kirain main sama pacar?" goda Anis kepada putrinya, membuat Milen memutar bola matanya malas.

"Ih ... Ibu, bukannya di suru masuk malah digodain anaknya," jawab Milen cemberut yang disambut gelak tawa oleh Anis.

"Iya-iya, sana masuk, mandi terus makan, ya ...."

"Iya, Ibu Milen ke kamar dulu," jawab Milen sambil berlalu pergi ke dalam kamar.

🦋🦋🦋

         Hari minggu biasanya rumah akan hangat dengan kehadiran keluarga yang lengkap karna semuanya akan berkumpul dan beristirahat dari penatnya kerjaan maupun pelajaran.

Milen berleha-leha di sofa dengan Kholid, Anis datang membawa cemilan serta minuman yang langsung diburu oleh kedua anaknya. Hendra datang dengan ponsel di tangan tanpa memperdulikan sekeliling membuat Milen sedikit kesal.

"Pak!" teriak Milen membuat Hendra menoleh lalu tersenyum.

"Kenapa, Nak?" jawabnya dengan nada lembut, mengalihkan pandangannya kepada putrinya sebentar sambil tersenyum, lalu kembali fokus pada ponsel di tangannya.

"Ngapain lihat handphone terus? Sekarangkan libur, Pak?" Milen bertanya dengan sedikit kesal, berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja padahal  Milen tahu betul betapa jahat kelakuan ayahnya–Hendra di luaran sana.

"Ini, nanti siang ada meeting, jadi sekarang Bapak lihat-lihat dulu apa saja yang harus dipersentasikan," jelas Hendra dengan lembut untuk meyakinkan anak serta istrinya.

"Hari libur gini?" Kali ini Kholid yang bertanya.

"Iya, Nak perusahaan sedang maju jadi hari libur pun kadang ada saja yang harus dikerjakan," tuturnya dengan lembut.

"Beg—"

"Udahlah, Len. Ngapain kamu terus nanya-nanya Bapak seperti itu? Biarkan dia duduk dulu," perintah Anis memotong perkataan Milen.

Milen hanya menghela napas panjang tanpa berniat untuk memulai obrolan dengan Hendra maupun ibunya Anis. Tidak berselang lama Hendra pamit pergi untuk melaksanakan meeting dadakannya.

Siangnya Kholid mengajak Milen dan Anis untuk makan siang di restourand yang baru saja dibuka, selain jaraknya yang tidak terlalu jauh juga terdapat diskon potongan harga untuk sebuah rombongan keluarga.

Sesampainya di restourand Kholid mengajak mereka untuk duduk di sudut ruangan karna merasa lebih leluasa untuk melihat sekelili yang disetujui oleh Milen. Mereka memesan makanan dan memakannya dengan lahap diselingi oleh ocehan Kholid yang kepedesan, cekikikan Milen dan Anis yang terus berceloteh memperingatkan mereka berdua agar tidak berisik.

Kebersamaan memanglah menyenangkan sampai tidak terasa makanan di meja pun telah habis menyisakan piring-piring kotor yang menumpuk. Anis pergi ke kasir untuk membayar sedangkan Kholid dan Milen masih berleha-leha di tempat mereka makan sambil memperhatikan sekitar.

Sudut mata Milen melihat Hendra datang menggandeng seorang wanita cantik dengan tubuh yang ramping, Kholid yang melihatnya mengernyit bingung lalu menyenggol-nyenggol lengan sang kakak berharap ia salah lihat.

"Bapak, Kak?" tanyanya pelan, Milen hanya mengangguk pasrah, tamatlah riwayat keluarganya.

Anis datang menghampiri anak-anaknya, mengajaknya untuk segera pulang akan tetapi Kholid yang penasaran mempertanyakan hal itu pada ibunya.

"Bu, Bapak sama siapa?" Kholid bertanya yang dihadiahi injakan kaki dari Milen. "Aww ... apaan, sih, Kak?"

"Bapak? Ada Bapak di sini? Di mana?" tanya Anis penasaran.

"Itu." Tunjuk Kholid pada kursi yang berada dekat dengan jendela, meperlihatkan sepasang pria dan wanita yang sedang mengobrol di selingin dengan tawa, jangan lupakan tangan yang saling menggenggam seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Anis segera menghampiri suaminya Hendra dengan diikuti Kholid dan Milen, mereka menarap horor mata ibunya yang kelihatan begitu terkejut antara marah atau bahkan bersedih.

Brak.

Gebrakan yang nyaring membuat Hendra dan perempuan itu menoleh. Hendra terkejut, wajahnya berubah pucat, tangannya pun bergetar, dengan cepat ia berdiri dan membawa Anis keluar dari restouran meninggalkan Kholid yang kebingungan dan Milen yang menatap sinis perempuan itu.

"Mas!" panggil perempuan itu berusaha mengejar Hendra yang menarik paksa istrinya-Anis.

"Lo siapanya, Bapak?" tanya Milen sambil mencengkram tangan perempuan itu karna hendak pergi.

"Eh, anaknya Mas Hendra, ya?" tanya perempuan itu lembah lembut dengan senyuman yang terlihat dipaksakan.

"Jangan sok manis di hadapan kita! Jawab saja pertanyaan Kakak gue?" Kholid bertanya dengan nada sinis membuat perempuan itu terlihat semakin kesal.

"Saya rekan kerjanya Mas Hendra," jawabnya terlihat acuh.

"Bohong!" hardik Milen.

"Kenapa kalian tidak percaya?"

"Diam, bich! Kita tahu kelakuan wanita ular seperti lo!" geram Milen lalu membawa Kholid keluar dari tempat itu karna mereka sudah menjadi pusat perhatian, Milen tidak mau.

"Dasar anak sialan," umpat perempuan itu dengan kesal lalu menghentakan kaki dan pergi dari tempat ini, malu karna sudah dihina oleh bocah ingusan seperti mereka.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar.
Terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini, sampai ketemu di bab selanjutnya ....


20 Oktober 2022

Milenius [END]Where stories live. Discover now