15. Taman

29 3 0
                                    

"Hanya mengamati tanpa menanggapi lebih baik daripada prustasi."
~Milenius

🦋🦋🦋

     
         Bel sekolah sudah berbunyi dengan sangat nyaring, Milen segera keluar dan menunggu kedatangan Arvin di depan gerbang, ia menjadi penasaran tentang apa yang ingin pria itu bicarakan padanya.

Tin ... tin ....

Suara klakson motor membuyarkan lamunan Milen, ia menatap lesu seseorang yang telah mengusik hidupnya, Kenan.

"Yuk, pulang," ajaknya sambil menyodorkan helm.

"Gue gak lagi nungguin lo!" Milen menjawab dengan ketus.

"Lo kan udah janji sama gue? Hmm," goda Kenan membuat Milen memutar bola matanya malas.

"Gue mau pergi bentar sama Arvin. Nah, itu dia," jawab Milen sambil melambaikan tangan kepada Arvin.

"Udah, yuk, Len," ajak Arvin sambil menyodorkan helm, Milen segera memakainya dan naik ke atas motor Arvin.

"Eh, ada apa, sih? Lo kan mau ngasih kesempatan sama gue terus kenapa jalan sama cowok itu, hah?" bentak Kenan menatap tajam Milen.

Seseorang yang lewat pun turut memperhatikan dan menguping pembicaraan mereka bertiga, sesekali berbisik-bisik membicarakannya. Milen yang semakin kesal dan tak kuat mendengar omongan-omongan mereka memilih untuk segera pergi secepatnya tanpa memperdulikan ocehan Kenan yang terus menggerutu dan memanggil-manggil namanya, untung lah Kenan tidak sampai mengikutinya.

"Mau ke mana?" tanya Arvin disela-sela perjalanannya.

"Taman aja, sumpek gue."

Arvin hanya diam tanpa ada niatan untuk menjawab. Sesampainya di sana, Milen menatap hampa bunga-bunga yang tumbuh indah di hadapannya, duduk di kursi sambil melamun, ternyata ia salah telah bermain-main dengan yang namanya cinta, imbasnya bukan cuman capek fisik tapi juga batin.

Arvin yang mengerti keadaan Milen hanya diam, menunggu gadis itu untuk berbicara terlebih dahulu. Tak lama Milen menghela napas panjang dan mulai bertanya kepada Arvin apa yang sebenarnya ingin dia bicarakan padanya.

"Jadi, lo mau ngomong apa ke gua?"

"Aku mau bantuin kamu," jawab Arvin dengan nada lembut, menatap wajah Milen lekat.

"Gak usah aku–kamu di sini gak ada Bila," sindir Milen ketus sambil melirik wajah Arvin sekilas.

Arvin menghela napas panjang, membuka kacamata besar yang menutupi separuh wajahnya, jika begitu dia terlihat lebih tampan tanpa kacamata. Ia berucap, "Gue mau bantuin lo bebas dari Kenan."

"Caranya?" Milen menaikkan satu alisnya, mulai tertarik dengan pembahasan ini.

"Gue bisa pura-pura jadi pacar, lo. Gimana?" tawarnya.

Milen menghembuskan napas panjang untuk kesekian kalinya. "Keluar dari kandang harimau masuk kandang buaya?"

"Itu caran lo bisa bebas dari Kenan, emang lo mau terus diomongin semua orang di sekolah?" sindir Arvin membuat Milen terdiam untuk sesaat.

"Terus dengan gue pura-pura jadi pacar lo, mereka akan berhenti aja gitu ngomongin gue? Enggak mungkin, malahan mereka akan lebih mencaci maki gue habis-habisan. Apalagi ... gue udah ngasih kesempatan sama Kenan, situasinya terlalu rumit," jelas Milen memijit pelipisnya yang sedikit pening, bukannya membantu pembahasan ini malah membuatnya semakin bingung.

"Terus kalo tau rumit kenapa lo masuk dalam situasi ini, hah?" gerutu Arvin tanpa disadari membuat Milen menatapnya sinis.

"Gue gak tahu kalo Kenan se famous itu padahal masih anak baru," keluh Milen menyesali perbuatannya.

Milenius [END]Where stories live. Discover now