25. Meminta Maaf

19 2 0
                                    

"Kesalahan akan memberikan penyesalan, bukan?"
~Milenius

__0__

             Sehari setelah pengakuan gadis itu Arvin sedikit menjauhinya untuk menengkan diri sendiri bahwa gadis yang cuek itu mukin saja hanya bercanda padanya buktinya dia terlihat biasa saja, jika memang dia bersalah maka ia akan terlihat cemas jika seseorang mengethui perbuatannya. Ini sama sekali tidak masuk akal, tetapi Milen tidak mungkin bercanda seperti itu.

Hari ini dia akan bertanya tentang itu semua, pikirannya kacau, Arvin harap Milen mau menjelaskannya dengan benar bukan seperti kemarin, ia malah ditinggalkan sendirian,
seolah-olah itu bukanlah suatu hal yang besar.

Bel istirahat berbunyi, Arvin segera pergi ke kelas Milen dan menyeretnya ke taman belakang tempat keduanya sering mengobrol. Perlakuan Arvin kepada Milen tak luput dari perhatian Kenan, Abila bahkan menghentakan kakinya kala melihat Arvin memegang tangan Milen.

"Kenapa lagi?" Milen bertanya, menatap mata Arvin tajam.

"Duduk dulu, gue mau ngobrol," ucap Arvin berusaha menenangkan kegelisahannya.

"Gue laper!" sahut Milen acuh, saat hendak berbalik melangkah Arvin segera memegang tangan Milen dan menyuruhnya untuk segera duduk.

"Beneran elo pelakunya?" tanya Arvin berusaha memastikan.

Milen memutar bola matanya malas lalu menjawab, "Iya."

"Lo gak takut?"

"Soal apa?" celetuk Milen datar.

"Penjara," sindir Arvin halus, sedangkan Milen hanya tertawa sumbang.

"Apa perduli lo?" Milen bertanya, lalu berdiri dan beranjak pergi.

"Gue suka sama lo!" ungkap Arvin, menghentikan langkah Milen, gadis itupun menoleh lalu tersenyum sinis.

"Kalau gitu, rahasiakan semuanya, cukup elo dan gue yang tahu!" pintanya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Arvin sendirian, lagi. Terkadang perlakuan Milen selalu membuatnya terluka tetapi ia masih mau untuk mencoba meluluhkannya.

Arvin mengusap wajahnya kasar, lalu pergi mengikuti Milen untuk beberapa alasan ia memikirkan hal-hal egois yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan Milen.

Di kantin semua orang masih bergosip ria tentang kematian misterius yang menimpa Wika, perempuan malang yang menjadi korban Milen tanpa sepengetahuan mereka semua.

Milen menyeruput mie kesukaannya, di sebelahnya ada Qirane yang sedari tadi berceloteh ria, sesekali Abila menimpali walaupun terlihat sedikit acuh tidak seperti biasanya.

Qirane yang melihat kedatangan Arvin pun langsung berucap, "Kakak kemana saja? Kak Bila nungguin tahu."

"Emang, iya, Bil?" tanya Arvin berbasa-basi.

"Enggak, tuh!" sahut Abila datar.

"Emm ... sekarang es nya nambah satu, Qi," celetuk Arvin yang dihadiahi pelototan tajam oleh Abila. Qirane hanya cekikikan melihat Arvin yang terus saja menggoda Abila, Milen memang tidak perduli tentang hubunga mereka tetapi tentu saja ia merasakan perubahan sikap Abila pada dirinya dan Milen tahu penyebabnya apa.

Di kelas giliran Kenan yang mengganggu Milen, dia terus berceloteh meminta Milen untuk berhati-hati, karna pembunuh sadis itu belum juga ditemukan. Dalam hatinya Milen tertawa sinis setiap mendengar celotehan Kenan tentang menjaga keselamatannya.

"Pulangnya gue anterin, ya?" pinta Kenan, menatap Milen lekat, berharap perempuan itu mau membuka pintu komunikasi anatara mereka berdua. Respon Milen tetap, hanya gelengan singgat, membuat Kenan menghela napas dan memperhatikan guru di depan.

🐞🐞🐞


              Keadaan Hendra semakin kacau satelah kematian Wika, selain ia setres karna dituduh sebagai pelaku pembunuhan ia juga merasa kehilangan dan ketakutan. Istrinya Anis bahkan tidak menghubungin dan mengurusnya, anak-anaknya bahkan tidak bersamanya, kecuali Milen, dia menjadi sangat amat kaku kepadanya semenjak kejadian itu, meskipun Milen sempat mengancam Wika, tetapi tidak mungkin anaknya akan menjadi seorang pembunuh.

Milen pulang, mengucapkan salam, sudah jadi kebiasaan mau ada orang atau tidak ketika masuk ke dalam rumah harus mengucapkan salam.

"Asalamualaikum," ucapnya pelan.

Tidak di sangka ada seseorang yang menjawab salamnya, "Wa'alaikumsalam."

Milen menengok melihat Hendra yang sedang duduk di kursi, terlihat menunggu dirinya. Milen berjalan melewati Hendra begitu saja, sampai sebuah suara menghentikan langkahnya. "Bapak mau bicara."

Dengan berat hati Milen kembali dan duduk di samping Hendra, menatapnya dengan sinis.

Setelah keheningan yang cukup lama akhirnya Hendra mulai berbicara, " Milen, Bapak minta maaf. Tolong maafin Bapak."

"Iya," jawab Milen singkat.

"Milen, bisakah kamu menghubungi Ibumu dan menyuruhnya untuk kembali? Dia tidak mengangkat telepone dari Bapak?" pinta Hendra berharap kalau anak gadisnya mau memperbaiki kesalahan dirinya dan keluarganya akan utuh kembali.

"Aku bisa meminta Ibu kembali, tetapi ... Bapak harus pergi," celetuk Milen, Hendra yang mendengarnya pun merasa kalau putrinya juga sangat membencinya.

"Bapak sudah tua, sudah sakit-sakitan apa kamu tidak khawatir terhadap Bapak, Nak?" tutur Hendra dengan wajah memelas, berusaha untuk meyakinkan Milen.

"Apa Bapak khawatir saat menghianati Ibu?" sindir Milen, lalu pergi ke dalam kamar meninggalkan Hendra dengan raut menyesal, apa boleh buat semuanya sudah terjadi.

Hendra memijit pelipisnya pelan, kepalanya terasa amat pusing, matanya mulai berkunang-kunang, tanpa disadari air matanya mulai mentes membasahi pipi. Hendra bingung, apa yang harus ia perbuat sekarang, sepertinya semuanya sudah hancur tiada harapan.

####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar^^



10 Mei 2023

Milenius [END]Where stories live. Discover now