31. Tangisan

21 2 0
                                    

"Aku menghawatirkanmu, maka cepatlah kembali ...."
-Arvin Abinaya

_0_


              Sekolah digemparkan dengan vidio tidak senonoh, semuanya mulai berbisik-bisik dan membicarakannya, kejadian lama pun terungkit kembali.

Arvin menghubungi Milen sejak tadi malam tetapi ponselnya tidak aktif dan sekarang ia tidak masuk kelas, membuat dirinya khawatir akan keadaan gadis itu. Sepulang sekolah Arvin mengajak Abila dan Qirane ke rumah Milen untuk melihat keadaannya, mungkin saja dia malu karna vidio itu sudah tersebar walaupun Milen termasuk orang yang cuek tetapi dia akan mementingkan reputasi keluarganya juga, kan? Terlihat saat dulu Arvin main kerumahnya, suasananya terlihat begitu hangat.

Sesampainya mereka di depan rumah Milen kediamannya terlihat begitu sepi, tidak seperti biasanya. Abila mengetuk pintu, tidak berselang lama seorang pria dewasa membukanya, menatap ketiga remaja itu dengan heren.

Abila langsung mencium punggu tangan pria itu sambil mengucapkan salam, "Asalamualaikum, Pak."

"Wa'alaikumsalam, cari siapa, Nak?" tanyanya.

"Milennya ada di rumah, Pak?" tanya Arvin.

Hendra yang sedikit bingung akhirnya berdehem pelan. "Mari masuk, saya panggilkan dulu," jawab Hendra lalu berniat naik ke atas tetapi sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Putriku di mana?" tanya seorang wanita dengan wajah yang pucat pasi pipinya bahkan sudah basah dengan air mata.

"Ada apa?" Hendra bertanya dengan nada khawatir, ia tidak mengerti akan situasi ini.

Anis yang tidak mendapat jawaban segera pergi ke atas sambil berteriak-teriak memanggil nama anaknya. "Milen, Milen!"

"Milen tidak ada! Di MANA DIA?" Anis menjerit, lututnya melemas, dia langsung bersimbuh di lantai. Kholid yang melihatnya langsung memeluk ibunya, membawanya untuk duduk di sofa. Sedangkan ketiga remaja itu menatap mereka dengan keheranan dan khawatir.

"Di mana Kak Milen, Pah?" Kholid kembali bertanya karna Hendra hanya diam tanpa sepatah katapun.

"Bapak enggak tahu. Tadi Bapak bangun siang dan langsung pergi ke kantor polisi, ini saja baru sampai rumah," terang Hendra membuat Anis naik pitam.

Hendra menoleh ke tiga remaja itu, seperti bertanya 'apakah ada masalah?' Qirane yang mengerti tatapan itu pun berucap, "Kak Milen enggak masuk sekolah, makannya kami mencarinya ke sini. Kami pikir dia ada di rumah."

Anis yang mendengar itu langsung naik pitam dia berdiri dan ... plak. Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kanan Hendra.

"Bapak macam apa kamu, hah? Dia tidak ikut kami karna mencemaskan dirimu! Tetapi apa yang kamu lakukan? Dia tidak ada dirumah kamu bahkan tidak tahu?! Ya Allah, anak malang itu sedang kesusahan! Bapak macam apa kamu ini ... hiks ... hiks ...," murka Anis yang tidak mengerti jalan pikiran suaminya itu, mengapa dia tidak perduli sama sekali? Bahkan kepada darah dagingnya sendiri.

Hendra memegang pipinya, ia segera melihat ke arah tiga remaja itu, mereka yang melihat tatapan itu segera pamit, "Kami permisi dulu, asalamualikum."

Merek bertiga pergi lalu menutup pintu dengan sangat pelan, mereka tidak bisa ikut campur dalam urusan keluarga, itu bukan hak mereka sebagai teman, mereka pun langsung pulang ke rumah masing-masing.

"Sebenarnya ada apa ini!" gerutu Hendra, ia memegang kedua bahu Anis yang terus menangis sesegukan.

"Ada yang menyebarkan vidio asusila, di sana ada Kak Milen! Ka—"

"APA! Dia tidak mungkin melakukan itu, kan?" Hendra memotong ucapan Kholid, merasa tidak percaya pada kelakuan putrinya itu.

"Iya, itu bukan salahnya, tetepi kesalahanmu yang tidak memeperhatikannya!" teriak Anis prustasi, bukannya mencari Milen dia malah menanyakan kenapa dan kenapa.

"Diam! Kenapa kamu terus menyalahkan diriku?!" geram Hendra. Tangisan Anis pun semakin pecah, ia mundur, menangis dan meraung-raung menyebutkan nama putrinya.

"Kenapa Bapak membentak Ibu? Cari Kak Milen, Pak, CARI!" tekan Kholid dengan nada sedikit berteriak, ia sudah pusing mencari kakaknya itu dan Hendra malah mengajak ibunya untuk berdebat, kasihan ibunya.

Hendra pun segera pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan kehilangan agar lebih cepat ditemukan, lagian anaknya tidak memiliki banyak teman untuk mencari informasi, bahkan tadi temannya datang ke rumah.

Di tempat lain Milen terbangun dari tidur lelapnya, ia mersa sedikit pusing dan bingung karena terbangun di tempat yang asing, otaknya pun diputar kembali untuk mengingat kejadian semalam. Milen mendesis pelan, ia melihat sekeliling dan sedikit terkejut ketika melihat jam di sana sudah menunjukan pukul 03.25 sore hari.

Milen bergegas keluar, mencari Kenan yang ternyata sedang duduk di sofa, sedang memainkan game. Kenan yang nyadari kehadiran Milen langsung menoleh dan tersenyum manis karna ia mengingat gosip-gosip miring tentang gadis di hadapannya itu.

"Mau makan?" Kenan menghentikan games nya dan fokus melihat Milen.

Milen mengangguk, mungkin karna efek kelamaan tertidur jadinya lapar, lagian kenapa Milen bisa terbangun sangat lama seperti ini, seperti ada yang salah dengan dirinya, tetapi ia tidak begitu memusingkannya, mungkin karna semalam ia kecapean dan tidur larut malam juga.

Tidak lama Kenan datang dengan membawa dua piring nasi goreng, Milen yang melihatnya segera menerima dan memakannya dengan lahap.

Kenan yang melihatnya terkekeh pelan, Milen terlihat normal kalau sedang kelapan seperti ini. "Pelan-pelan, nanti keselek," titah Kenan dengan lembut.

"Ini nasi gorengnya enak beneran apa guenya aja yang saking lapernya jadi kerasa enak banget," tutur Milen dengan mutuh terisi penuh oleh nasi.

"Iya, habis ini gue anterin lo pulang," usul Kenan lalu menyodorkan segelas minuman untuk Milen, Milen hanya mengangguk saja, lagian tidak akan ada yang mencarinya juga, kan. Di pikirannya ibu dan adiknya berada di rumah nenek sedangkan ayahnya tidak memperdulikannya, jadi siapa yang akan mencari keberadaanya.

####

Haii, guys jangan lupa tinggalkan jejak, ya. Berupa vote dan komentar^^




13 Mei 2023

Milenius [END]Where stories live. Discover now