36. Diterima?

18 2 0
                                    

"Benar-benar selesai, bukan?"

~Milenius

🦋

          Beberapa hari setelah kejadian itu, Milen mendapatkan kabar kalau Sean di penjara atas tuduhan pembunuhan kekasihnya sendiri-Gita. Setelah hari itu juga Kenan tidak masuk sekolah dan baru hari ini ia menginjakan kakinya lagi di sekolah, mencoba untuk memulai kehidupannya kembali. Kenan merasa terpukul oleh kematian tiga sahabatnya dalam satu hari yang sama.

Mereka memang mempunyai beberapa musuh sesama komunitas, tetapi akhir-akhir ini kegiatan seperti tawuran atau balapan motor tidak sedang mereka jalani. Kenan mengerutkan dahi, berpikir dengan keras siapa kira-kira orang yang telah mengincar nyawa mereka? Sekarang tinggal dirinya, Sean sudah membusuk di penjara atas perbuatan yang tidak ia lakukan. Ya, itu sepemikiran Kenan.

Saat menjenguk Sean kemarin, dia berteriak kepadanya mengucapkan kalau ada seseorang yang memfitnahnya karena ia tidak mungkin membunuh kekasihnya sendiri. Sean juga meminta Kenan untuk berhati-hati karna bisa saja dirinya yang akan menjadi korban selanjutnya.

"Kenapa?" Milen bertanya, senyum simpul terpatri di sudut bibirnya.

"Enggak, papah," jawab Kenan singkat, lalu memakaikan headseat di telinganya.

Milen menarik headseat itu lalu berbisik, "Gue turut berduka atas kematian sahabat, lo!"

Kenan hanya berdehem singkat sebagai jawaban, terus merenungi apa yang sedang terjadi.

"Dulu gue, sekarang ... kematian sahabat, lo!" ucap Milen begitu datar, Kenan yang mendengarnya menoleh.

"Kenapa?"

"Dulu ... orang-orang membicarakan gue yang enggak benar karna cuplikan vidio yang tidak senonoh itu. Sekarang ... banyak yang bicarain sahabat elo, bahkan temen lo ada yang membusuk di penjara!" guman Milen pelan tapi masih bisa didengar jelas oleh Kenan.

"Maksud lo apa?" bentak Kenan, ia tidak suka dengan perkataan Milen barusan, seolah sedang menyindirnya.

"Kenapa lo marah?" celetuk Milen dengan nada bercanda.

Kenan menatap tajam Milen, wajahnya memerah, mendorong Milen sampai terjatuh ke lantai, semua pasang mata melihat mereka dengan tatapan penasaran.

Kenan yang menyadari menjadi pusat perhatian segera pergi untuk membolos. Setelah punggung itu tidak terlihat, Milen segera berdiri dibantu oleh salah satu teman sekelasnya.
"Lo enggak papah?"

"Enggak," jawab Milen singkat, tanpa mereka sadari sudut bibirnya tersenyum.

        🐞🐞🐞

          Jam istirahat sudah berbunyi, Milen segera ke kantin untuk membeli makanan. Ia makan dengan cepat, tidakk lama Qirane datang dengan semanggkok bakso yang masih mengeluarkan asap.

Milen berdiri, membuat Qirane mengernyitkan alisnya bingung. "Kakak kok tumben udah selesai?" Qirane bertanya dengan wajah cemberut. Dia akan makan sendiri, pikirnya.

"Gue ada tugas, mau ke kelas lagi," jawab Milen singkat, lalu pergi berbelok menuju atap gedung sekolah.

Abilan dan Arvin yang baru sampai langsung menanyakan keberadaan Milen. "Lho, Milen belum dateng?"

"Dia sudah selesai. Buru-buru, katanya ada tugas yang mau dikerjakan. Kak Bila ayok duduk," ajak Qirane kepada Abila dan mengajaknya mengobrol ria.

Arvin pergi untuk mengantri makanan sampai ia teringat atas desas desus kematian sahabat-sahabatnya Kenan, itu terjadi setelah beberapa hari ia dan Milen mengikutinya ke markas mereka. Arvin menjadi gelisah, setelah selesai mengantri ia langsung memberikan makananya pada Abila dan segera berpamitan.

"Kak Arvin kenapa, deh?" tanya Qirane yang melihat kepergian Arvin.

"Mungkin lagi nyari Milen. Udah ayok, makan," ucap Abila mengintruksi.

Arvin berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke kelas Milen tetapi ia tidak menemukannya di sana, di toilet pun tidak ada, ke taman belang tempat kesukaannya pun tidak ada. Arvin berpikir keras, kira-kira ke mana Milen akan pergi dengan terburu-buru. Roftop, Kenan sering meroko di sana, apa mungkin Milen menemui Kenan? Dengan sekuat tenaga Arvin berlari ke atas, mencari tahu sesuatu yang membuatnya sangat gelisah.

Milen melangkah mendekati Kenan. Kenan yang melihatnya sedikit merasa heren. "Kenapa lo ke sini?"

Milen duduk di sebelah Kenan. Kenan pun beranjak berjalan melihat pemandangan di bawah yang sangat luas dan indah, terlihat banyak orang yang berlalu lalang di sana.

"Gue mau lihat lo."

"Kenapa?" jawab Kenan dengan ketus.

"Lo gak sebodoh yang gue kira ternyata," ucap Milen tegas, Kenan lalu berbalik menatap wajah Milen dengan intens.

"Maksud lo apa?" bentak Kenan.

Milen tertawa dengan suara keras  tawa yang terdengar begitu nyaring dan renyah. Namun, mampu membuat bulu kuduk meremang. Ini kali pertama Kenan melihat Milen tertawa dengan begitu keras, padahal tersenyum pun jarang.

"Maksud gue, cara licik lo lumayan!" dengus Milen pelan.

Kenan yang kesal dengan ucapan berbelit Milen pun langsung mencekik Milen dengan sekuat tenaganya. Milen yang merasakan sesak langsung mencubit Kenan, membuat Kenan melepaskan cengkramannya dari leher Milen.

Milen mendesis, lalu berucap, "Cuman itu doang yang bisa lo lakuin? Gue bisa lakuin lebih dari itu!"

Kenan menjadi semakin murka, ia mendekat lalu berbisik di telinga Milen, "Emang apa yang cewek lemah kayak lo bisa lakuin?"

"Hehe ... gue bisa bunuh lo!" jawab Milen dengan menekankan setiap katanya.

Dengan sekali hentakan Milen mendorong Kenan,  Kenan yang tidak siap di dorong pun terjatuh, terjun bebas ke bawah.

Brak. 

Suaranya cukup keras dan menggema hingga sebagian orang yang melihatnya menjerit histeris, beberapa orang yang penasaran berjalan mengerubuni sumber suara. Arvin berdiri di samping pintu yang terbuka, melihat kejadian ini dengan tiba-tita membuat kepalanya sedikit pusing. Ada apa dengan gadis itu, pikirnya.

"Lo di sini?" tanya Milen santai, menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Kenapa lo bunuh dia?" tanya Arvin bingung, tidak habis pikir dengan kelakuan Milen barusan.

"Dia bunuh diri, bukan di bunuh!" tekan Milen, berusaha ke luar dari atap tetapi dihalangi oleh Arvin.

"Its, okey. Dia bunuh diri tetapi yang mata gue lihat malah sebaliknya!"

"Lo mau ngancem gue lagi?" ketus Milen membuat Arvin tersenyum.

"Gue enggak ngancem, cuman permintaan gue belum lo kabulin sampai sekarang!" celetuk Arvin, membuat Milen memutar bola matanya malas.

"Apa?"

"Lo harus jadi pacar gue!" jelas Arvin, membuanya mengingat kembali kejadian di jalanan waktu itu.

"Hanya itu? Gue terima!" tukas Milen, sudut bibirnya tersenyum. "Nih orang bodoh atau bego," dengus Milen dalam hati lalu pergi meninggalkan tempat itu begitupun dengan Arvin yang mengikutinya dari belakang.

#####

Haii, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar^^

16 Mei 2023

Milenius [END]Where stories live. Discover now