Exstra Part

37 2 2
                                    

"Semuanya terasa begitu menyesakan dada."
~Kholid
     🦋


   
          Ruangan sempit dengan ukuran sekitar 2×2 menter itu seakan menyesakan hati, apalagi yang ditanyakan tentang putrinya sendiri. Salah seorang masuk silih berganti, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjerumuskan diri. Akankah menemukan titik terang? Atau justru malah menemukan kegelapan yang mengerikan?

1. Pernyataan Anis Ayuningtiyas, ibunya Milen.

"Apakah Ibu mengetahui tentang ini semua?" tanya seorang jaksa dengan menatap beberapa catatan yang berada di tangannya.

"Apa dia bisa dibebaskan? Apa dia akan ke luar dengan jaminan?" tanya Anis dengan mata berkaca-kaca. Mau bagaimanapun Milen adalah putrinya kandungnya. Jikalau dia memang bersalah Anis akan tetap memperdulikannya, darah dagingnya sendiri.

"Kami masih mempertimbangkannya, banyak kasus yang berkaitan dengan putri Ibu. Jadi apa Ibu menemukan kecurigaan atau gelagat aneh tentang putrimu?" tanyanya sekali lagi, berusaha untuk menemukan kebenaran dari tiap katanya.

"Tidak! Dia putri kami yang cerita, saya bahkan tidak menyangka dia akan melakukan hal demikian. Entah setan mana yang merasuki dirinya sehingga ia bisa melakukan hal sekejam itu!" Sudut matanya mengeluarkan air, membuat linangan air mata yang tidak tertahankan.

"Saat kejadian Ibu sedang apa?"

"Saat itu saya sudah tidur, di rumah kami tidak ada yang boleh tidur di atas jam 9 malam. Saya pun tidak tahu kalau malam itu dia meninggalkan rumah," jawabnya dengan lesu, seakan-akan jika kejadian itu bisa terulang kembali ia akan mencegah putrinya untuk ke luar.

"Baiklah. Silahkan Ibu ke luar." Punggu Anis bergetar, air matanya tidak bisa lagi dihindarkan ia menangis dengan sesegukan.

"Apakah saya bisa menemui putri saya? Saya ingin menanyakan beberapa hal kepadanya, saya mohon," pintanya dengan nada yang memelas.

"Maaf, Bu. Dia tidak bisa di jenguk dalam kondisi seperti ini, pengaruh dari luar bisa membuatnya merubah pernyataannya."

"Ta ... tapi, dia putriku. Aku Ibunya!"

"Mari saya antar ke luar, Bu!" ajak petugas lain yang sedari tadi hanya diam berdiri di sebelah pintu.

Setelah Anis ke luar, selanjutnya Hendra yang dipanggil masuk ke dalam.

2. Pernyataan Mahendra Alpiana, ayahnya Milen.

"Baik, kami tidak akan berbasa-basi lagi. Apakah putri anda tahu tentang perselingkuhan anda?" tanyanya membuat Hendra menghela napas panjang.

"Dia tahu, bahkan saat Ibunya pergi dan adiknya mengikuti ibunya dia tetap tinggal bersama saya. Dia tidak mungkin membunuh Wika, tidak! Putri kami tidak akan melakukan itu!" teriaknya dengan nada putus asa.

Sudut mata jaksa itu terangkat, memperhatikan Hendra dengan serius. Bisa dilihat dengan jelas kalau Hendra sedang gugup, dia memainkan kedua tangannya di atas meja, bergerak gelisah.

"Baik, memang tidak ada jejak atau bukti tentang dirinya di TKP. Tetapi, ada bukti rekaman suara di ponselnya Arvin, apa korban dicelakai karna hal itu?

"Saya tidak tahu, pasti ada hal lain yang membuat anak saya melakukan hal tersebut."

"Hal tersebut apa?"

"Seperti tidak sengaja mencelakainya!" ucapnya dengan nada gemetar. Mau sebanyak apapun bukti yang mengarah pada putrinya, Hendra tidak akan percaya sebelum dia mendengar langsung jawaban dari putrinya itu. 

"Mencelakai dan membunuh itu dua hal yang berbeda, Tuan."

"Mungkin putriku tidak sengaja! Apapun bisa terjadi, kan?"

"Iya, termasuk dia merencanakan pembunuhan ini! Silahkan anda ke luar!" titahnya membuat Hendra melotot tajam.

"Putriku tidak akan melakukannya!" teriaknya sebelum ke luar dan membanting pintu dengan keras.

3. Pernyataan Kholid Maulana, adiknya.

"Apa kamu dekat dengan kakakmu?" tanyanya, kali ini seorang wanita yang menanyainya.

"Iya, kami dekat. Sangat dekat," jawab Kholid seadanya sambil menunduk.

"Kamu tidak perlu takut, kamu aman di sini. Ka—"

"Apa Kakak saya akan bebas?" tanya Kholid memotong ucapan wanita tersebut.

"Tergantung jawaban dari kamu. Jadi, apakah dia punya tingkah aneh akhir-akhir ini?"

"Tidak, dia bersikap sewajarnya saja. Tetapi ada sedikit perubahan emosi saat dia sempat di culik dan mengalami pelecehan."

"Ah, iya. Kasus itu sudah kami periksa dan tersangkanya sudah tiada, apa mungkihkah dia yang melakukannya?"

"Kakakku tidak bisa melakukan itu, percayalah ...," jawab Kholid dengan nada lesu.

"Oh, iya. Katanya kalian pernah pindah rumah? Alasannya kenapa?"

"Kejadian itu sudah lama, waktu itu kami tinggal di desa dan salah satu temanku meninggal, mati bunuh diri. Karna Ibu khawatir jadi kami ikutan pindah, walau Kakak sempat menolaknya."

"Kenapa dia menolak untuk pindah?"

"Seingatku dia punya teman, Nenek tua penghuni gubuk yang tinggal di dekat hutan. Kakak sering mengajakku berkunjung ke sana, di sana kami selalu di sambut dengan hangat dan diberi makanan yang enak."

"Apa dia nenekmu? Namanya siapa?"

"Dia bukan nenekku, dia hanya teman Kakak yang aku pun tidak tahu Kakak mengenalnya dari mana. Kakak memintaku untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapa pun, termasuk kedua orang tua kami."

"Apa sekarang dia masih hidup? Sebelumnya apa ada hal aneh di rumah Nenek itu?"

"Saya tidak tahu dia masih hidup apa sudah tiada. Tetapi rumah gubuk itu sangat mengerikan, terdapat banyak sekali perkakas yang tajam dan bau busuk yang menyengat. Pernah sekali saya datang ke sana sendirian, dia menyambutku dengan ramah sambil memegang pisau yang berumuran darah, saking banyaknya darah itu sampai menetes ke lantai. Waktu kutanya dia bilang dia baru saja memotong seekor kambing."

"Waktu itu kamu berumur berapa tahun?"

"Mungkin sekitar 6 atau 7 tahun. Aku mengingatnya karna Nenek itu sangat mengerikan, tetapi entah kenapa kakakku menyukainya."

"Apa kakakmu masih berhubungan dengan Nenek itu? Seperti menelpon atau via chat?"

"Tidak, aku yakin Nenek itu tidak memiliki ponsel."

"Oke, pertanyaannya sampai di sini dulu, yaa. Nanti Ibu akan manggil kamu lagi jika masih ada yang mau ditanyakan."

"Iya, tetapi Kakak bisa pulang, kan?"

Ibu itu hanya tersenyum, Kholid yang mengetahui arti senyuman itu hanya diam dengan tatapan lesu, lalu ia segera pergi tanpa mempertanyakan lagi.

#####

Mungkin itu dia, alasan singkat kenapa Milen bersikap seperti itu.

23 November 2023

Milenius [END]Where stories live. Discover now