21. Perpisahan dan Hadiah

18 2 0
                                    

"Hadiah itu menyenangkan bukan menakutkan."
~Milenius

__

             Hendra membawa Anis ke dalam rumah, berusaha untuk membujuk sang istri agar tidak salah paham terhadapnya, dengan mata yang berkaca-kaca Anis berusaha menguatkan hatinya agar tidak menangis, menanyakan alasan mengapa suaminya tega menghianati cinta yang sudah lama meraka bina, sekarang malah hancur tidak tersisa.

"Siapa dia? Siapa!" Anis berteriak dengan keras, menggema di seluruh ruangan rumah yang telah menghangatkan hari-hari mereka berdua di belakang Milen dan Kholid mengekori, hanya diam sambil mendengarkan.

"Dia bukan siapa-siapa!" tampik Hendra sambil memalingkan wajahnya.

Anis membalikan badan Hendra dan ....

Plak.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Hendra, wajah Hendra pun memerah, menahan amarah, ingin ikut membalas kelakuan sang istri tetapi di sini dia lah yang telah bersalah.

"Apa? Hah?!" murka Anis dengan wajah yang mulai berlinang air mata, tidak sanggup menahan isak tangis yang terus mengiris hatinya. Sudah terbukti kecurigaannya selama ini, Hendra sudah tidak bisa menyangkalnya lagi.

Hendra terduduk, memegang kaki Anis sambil berminta maaf, "Maaf, kan aku. Aku sudah bersalah ...."

"Diam! Pergi sana dari rumah ini!" usir Anis membuat Hendra mendongkak, menatap dalam manik mata istrinya.

"Tidak bisa!" jawabnya sambil berdiri, menggeleng-ngelengkan kepala.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau pergi, biarkan aku yang pergi dari sini!" geram Anis lalu berlalu pergi ke dalam kamar untuk mengemas pakaiannya.

Kholid yang melihatnya segera mendekati Hendra, meminta tolong agar ibunya tidak pergi dari rumah ini, "Pak, tolong cegah Ibu, jangan biarkan Ibu pergi ...."

Hendra hanya terdiam, tidak merespon ucapan sang anak membuat Milen mengepalkan tangannya kuat, dari arah tangga Anis turun membawa satu koper besar berisi pakaian. Kholid yang melihatnya segera menghampiri ibunya, memintanya untuk tetap tinggal.

"Bu, jangan pergi ... jangan tinggalin Kholid sama Kakak," bujuk Kholid dengan air mata yang entah sejakapan mulai menetes.

Anis mengusap lembut kepala putranya, menghapus air mata yang terus mengalir lalu menangkup wajah Kholid dengan kedua tanyannya, "Maafkan Ibu, tetapi Ibu tidak bisa tinggal satu atap dengan pria itu!"

"Kalau Ibu pergi, Kholid ikut. Kholid enggak mau tinggal sama Bapak, Bu," pintanya, Anis hanya mengangguk mengiakan sambil mengusap air mata di pipinya sendiri, berusaha untuk menguatkan.

"Kakak, ayok kita kemasi barang-barang dan pergi dari sini," ajak Kholid yang dijawab gelengan kepala oleh Milen.

"Kenapa?" lanjut Kholid bertanya.

"Kamu jaga Ibu, Kakak akan jaga Bapak di sini," pinta Milen dengan suara pelan, sambil menunduk.

"Ken—"

"Tidak, Nak. Biarkan Kakakmu tetap di sini," potong Anis memberi pengertian kepada anak bungsunya–Kholid.

"Tapi, Bu—"

"Tidak, Nak. Ayo kita pergi!" ajak Anis, Kholid pun segera mengangkat koper Anis dan pergi meninggalkan kakak serta ayahnya.

Hendra menatap hampa kepergian istri serta anak lelakinya, merasa bersalah dan terluka, tidak seharusnya ia melakukan kesalahan ini. Sedangkan Milen mengantarkan ibu serta adiknya ke depan, melihat kepergian mereka dengan perasaan hampa, sebenarnya ia ingin ikut bersama mereka tetapi ada yang harus ia selesaikan terlebih dahulu dengan ayahnya.

Semenjak kepergian ibu dan adiknya rumah terasa begitu sepi tidak hangat seperti biasanya, semenjak itu juga perempuan bernama Wika sering datang ke rumah membuat Milen muak dengan kelakuan ayahnya sendiri.

Telpone rumah berdering dengan begitu keras, ini sudah seminggu semenjak kepergian ibunya–Anis dan rumah terlihat begitu kacau. Kholid ikut dengan ibunya pergi ke rumah nenek karna tidak tega melihat ibunya dilukai oleh ayahnya sendiri.

"Hallo?" sapa Milen dari balik telpone.

"Oh, iya, Len," jawab dari sebrang sana.

"Kenapa, Pak? Gak pulang lagi?" Milen bertanya dengan nada datarnya.

"Iya, Tante Wika sakit jadi Bapak jagain dia dulu, kamu hati-ha—" Tanpa berbasa-basi Milen langsung menutup telponnya.

Milen lalu pergi ke dalam kamar, memikirkan sesuatu yang pantas untuk wanita bernama wika itu dapatkan.


🌿🌿🌿

          Butiran air terus menetes membasahi genting menghilangkan kesunyian di malam hari, udara yang semakin dingin membuat siapa pun enggan untuk meninggalkan tempat tidur yang tampak nyaman dan hangat.

Suara ketukan di pintu mengusik tidurnya, Wika terbangun lalu berjalan untuk mencari tahu siapa yang telah mengetuk pintu malam-malam begini.

Pintu dibuka dengan lebar tetapi tidak ada siapapun di sana, hanya terlihat lorong panjang dengan pencahayaan tamaram. Ada sebuah kota di depan, di tulis dengan jelas untuknya, Wika membawanya masuk dengan perasaan aneh, seperti di film horor saja, pikirnya.

Hendra terlihat masih terlelap di atas sofa depan televisi, Wika tersenyum kecut melihat pria itu yang terlihat lelah, begitu jelas terlihat guratan-guratan halus di wajahnya. Wika selalu berpikir, apa selama ini yang ia lakukan tidak akan membawa bencana? Seharusnya Wika menyudahi hubungan ini ketika sudah ketahuan, tetapi pria itu–Hendra dengan kekeh tidak ingin melepaskannya.

Wika masuk kembali ke dalam kamar, mengunci pintu lalu duduk di kasur, membuka kotak yang lumayan besar tetapi tidak terlalu berat. Suara petir mengagetkan Wika, ia menengok ke arah jendela, matanya menyorotkan penyesalan dan kekecewaan.

Kotak di buka, memperlihatkan sebuah kapas dengan noda merah seperti darah, Wika yang kaget menjatuhkan kotak itu hingga semua isi kotak pun berhamburan ke luar, Wika menjerit tertahan ketika melihat foto dirinya yang dilumuri oleh darah. Ada sebuah kertas seperti surat di sana, karna penasaran Wika memungut dan membacanya.

"Tante! Kamu sungguh hebat. Tunggulah giliranku!"

"A-aapa maksudnya ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Wika pun meremas surat itu dan melemparnya ke sembarang arah, ia memilih untuk segera tidur dan melupakan ancaman kecil dari bocah ingusan itu. Yap, siapa lagi yang akan bersikap seperti ini padanya kalau bukan putrinya Hendra, gadis bermulut kasar itu.

####


Haii, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar^^


08 Mei 2023

Milenius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang