5

17.3K 1.1K 1
                                    

Aku berjalan dengan lesu ke arah parkiran. Ingin rasanya merebahkan diri saat sampai ke rumah. Aku tidak bisa tidur dari semalam karena suatu hal yang aku tidak ingin bicarakan. mengingatnya saja aku ingin marah. Aku akan memberi tahu kalian jika saatnya sudah tepat nanti. Rey sudah mulai gila.

Sebagai gantinya, aku akan mengadakan TMI. Guess what? Hari ini aku tidak melakukan hubungan dengan perempuan. Sama sekali. 

"Woy, Rey!" Aku menoleh ke arah sumber suara. Mataku memicing tajam dan menunggu laki-laki itu menghampiriku. Hah, another troublemaker. Apa mau anak yang satu ini?

Dia terkekeh pelan dan mencoba mengambil nafasnya yang tersengal-sengal, "Daritadi gue panggilin lu ga nyaut! Lu cepat banget lagi jalannya. By the way, kuy main sama anak yang lain!"

Aku menggeleng pelan dan berlalu pergi. Aku sedikit tercekat ketika tangannya menyampir di bahuku. Mataku menatapnya dengan tajam berharap dia menjauhkan tangannya dariku, namun tidak ada tanda-tanda dia akan menarik tangannya dari bahuku. 

"Ayolah! Lu udah lama ga main bareng kita!" tawarnya lagi.

"Ga dulu, Yan." Aku menolak lagi. 

Mataku melihat teman-teman lamaku.  Yah, tidak jauh beda  dari Brian ―lelaki yang ada di sampingku ini―, penjilat. Mereka menghampiriku dan Brian; mencegat. Tangan mereka tersampir di bahuku menimpa tangan Brian. 

"Kenapa sih lu ga mau bareng kita lagi? Sombong banget lu, njing!" Mereka tertawa sambil memukul punggung gue. Namun, tetap saja aku berjalan mencoba mengabaikan candaan mereka. Atau sarkasme? 

Seorang dari mereka menarik kerahku dari belakang sampai aku berhenti berjalan dan sedikit terhuyung. Langsung kutepis tangan mereka yang tersampir di bahuku. Mataku menatap tajam mereka, aku benar-benar tidak ingin berkelahi. Setidaknya karena mereka ber-4, dan aku sendiri. Kalaupun aku menang, aku sudah babak belur duluan. Wajah tampanku akan terluka.

"Gue bilang, gue ga mau ikut. "

"Sensi banget si Anjing, hahahaha!" Lelaki berambut pirang mengacak rambutku. Bagi orang lain ini mungkin seperti candaan antar teman, tapi tidak. Dia menekan kepalaku sampai aku harus membungkuk.

"Rey!" 

Tangannya melepas tekanannya di kepalaku. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke sumber suara. Keningku berkerut dalam. Akhir-akhir ini aku terlalu sial. Dan semua bermula sejak aku bertemu si Beruang. Beruang alias Kristo menghampiriku dan menarikku ke sisinya.

 "Lo mau apa lagi?" bisikku galak.

Dia tidak menatapku, matanya memandang ke arah teman-temanku, "Gue ada janji sama Rey, kami duluan!" Aku menatap wajahnya yang mengeras dan tatapan tajam di balik kacamata bulatnya. Tidak biasanya dia terlihat seperti ini.

"Ga bisa, Rey ikut kami." Jawab Brian mencoba menantang Kristo.

"Gue ga minta izin sama lo, Rey ikut gue." Tanpa ada jawaban dari teman-temanku, dia langsung menarik tanganku untuk pergi. Aku menatap punggungnya yang lebar. Dia cocok sekali menjadi pemeran beruang. Namun, aku langsung merasakan cengkeraman tangannya yang sedikit basah, 

"Tanganmu berkeringat!"

"Jangan lepas tanganku." 

Begitu kami berbelok ke arah parkiran, dia menarikku ke tempat yang sedikit tertutup dan berjongkok di sana. Tangannya masih menggenggam pergelangan tanganku. Aku bisa mendengar nafasnya yang tersengal-sengal.

"Mereka itu bukan pem-bully, 'kan?" Tanyanya sembari melepaskan kacamatanya. Ia mengucek matanya dengan punggung tangannya yang bebas, yang tidak memegang tanganku.

Astaga, dia sangat menggemaskan.

"Rey?"

Aku tersentak, apa dia mendengar isi pikiranku tadi? 

"Mereka bukan pem-bully, 'kan?" tanyanya dengan raut wajah seperti diteror. Aku menggeleng pelan. Berikutnya, aku mendengar helaan nafas panjang. 

No way!

"Jangan bilang lu tadi pura-pura?"

Ia terkekeh pelan, salah satu sudut bibirnya terangkat, "Aku tuh cuma kuat, tapi ga tau apa-apa soal berkelahi."

"Pfft! HAHAHAHA!" Aku tertawa sampai mataku menyipit kehilangan pandangan. Dia terlalu lucu dan aneh di saat yang bersamaan. Bagaimana orang yang menakutkan tadi berubah menjadi penakut seperti ini. Tanganku memegang perutku yang hampir kram karena tertawa seperti ini.  

Aku menatap kembali dirinya yang tersenyum ke arahku. Aku lupa dunia sepertinya. Langsung kuhentikan tawaku dan berdehem pelan. Raut wajahku langsung berubah menjadi datar. "Gue ketawa bukan berarti gue lupa sama kejadian semalam!" seruku.

Ia kemudian berdiri dan menepuk punggungku, "Sorry buat semalam, aku terbawa suasana." Aku sangat ingin memakinya, namun tidak ada satu kata pun yang dapat aku keluarkan. Aku sendiri tidak tahu mengapa.  "Oh ya, Aku ada les, aku duluan!" lanjutnya sembari berjalan melalui diriku.

Aku menghentikan pemikiranku tentang bagaimana cara memaki yang benar. Tanganku secara spontan, langsung memegang ujung tasnya. Aku rasa ia menyadari itu. Kepalanya menoleh ke arahku. Raut wajahnya yang terlihat manis seolah bertanya kenapa. 

A- A- Aku sendiri tidak tahu mengapa aku menahannya. 

"Eng, gue anter ke les. Tanda terima kasih." Aku memalingkan wajahku karena terlalu malu untuk menatapnya.

Kenapa dia diam?

Mataku melirik dirinya dari sudut mataku. Kedua sudut bibirnya terangkat lebar sampai menunjukkan deretan giginya yang rapi.

"Gausah senyum-senyum!" seruku, "ayo buruan! Gue juga mau pulang!" ajakku dengan nada tinggi. Walaupun begitu, dia tetap mengikutiku.

Bisa-bisanya aku baik sama orang modelan begini?

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Where stories live. Discover now