19

12.4K 694 7
                                    

Suasana kali ini hening. Suara yang terdengar hanya beberapa suara motor yang lewat dari luar, suara jatuhan air dari keran yang ada di kamar mandi, dan suara tangan Kristo yang bergesek satu sama lain di atas pahanya. Kristo duduk bersila di lantai sedangkan aku duduk di atas tempat tidur dengan kaki menyilang anggun.

Mataku terpejam dengan rapat, dahiku berkerut dalam, dan perutku bergejolak menahan lapar. Namun, urusan makanan bisa dilakukan belakangan setelah aku menyelesaikan urusanku dengan Kristo. Kami hampir saja ketahuan dan dia masih bisa tersenyum.

"Lo pasti udah tau kenapa gue marah."

Dia mengangguk pelan.

"Lo tau itu salah?"

Dia mengangguk lagi.

"Kenapa itu salah?"

Dia menatapku lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Karena hampir ketahuan." Aku terdiam menunggu apa yang akan dikatakan Kristo soal ini. Seperti dapat membaca pikiranku ia menatapku lagi, "aku hanya terbawa suasana. T-tapi, aku minta maaf. Eng, aku tidak bisa menahannya tadi."

Aku menghela nafas panjang, "Lo tau kan hubungan kita ini belum tentu diterima. Syukur kalau diterima, tapi gimana kalau bibi lapor ke mama papa tapi mama papa ga terima? Gue mungkin bisa langsung di karantina dan dijauhin sejauh-jauhnya dari lo."

Ia mengernyitkan keningnya.

"Lo tau kan gue punya abang?" Tanyaku. Tanpa mendengar jawabannya aku melanjutkan, "gue sbenernya punya abang, abang gue ga pernah keliatan karena dipindahin ke Korsel. Hanya gara-gara si bodoh itu berpacaran dengan rival bisnis bokap gue, dia dicampakkan ke negeri orang." Jelasku.

Aku sebenarnya tidak ingin membahas mengenai si Bodoh itu, tapi dia memang salah satu contoh korban kenekatan orangtua ku. Bayangkan, anak yang tidak tahu apa-apa mengenai Korea Selatan, mendadak berangkat ke Korea Selatan setelah pulang sekolah untuk melanjutkan pendidikan di sana.

Orang tuaku memang sangat nekat dan berjiwa bebas. Menakutkan.

Kristo menatapku dengan lesu. Dengan merangkak, ia mendekatiku dan meletakkan kepalanya di lututku, "Aku ga mau jauh-jauh!"

Awalnya aku marah, namun sepertinya keberadaan Kristo adalah salah satu kelemahanku. Aku membuang nafasku panjang lalu mengusap kepalanya lembut.

Setelah beberapa menit mengusap kepalanya dan memainkan rambut ikalnya, aku menangkup pipinya dan membuatnya menatap wajahku. Senyumku melebar, "Jalan-jalan?"

Ia tersenyum cerah, "Jalan-jalan!"

***

Tanganku memilih-milih diantara 10 bando berkarakter lucu yang ada di etalase. Aku tidak tahu aku akan cocok dengan yang mana, yang jelas Kristo akan memakai bando beruang ini.

Kami berdua memutuskan pergi berjalan-jalan ke festival rutin yang diadakan setiap minggu ke-2 di setiap bulannya. Event rutin ini dilakukan dengan berbagai stan yang tidak hanya menjual makanan, tetapi juga aksesoris, arcade game, dan lainnya.

"Tupai cocok untukmu!" seru Kristo girang dan mengambil bando karakter tupai.

"Kenapa?" Tanyaku bingung, menurutku aku lebih cocok dengan karakter rubah dibanding tupai.

"Karena kau kecil," ucapnya dengan wajah polos dan bibir yang memiliki jejak es krim yang baru saja ia makan.

Aku memukul lengannya dengan keras, "Gue ga sekecil itu!" Ujarku galak. Ia hanya cengengesan dan berikutnya terdiam karena jemariku mengusap jejak es krim di bibirnya dan menjilat jemariku, "hahahahahaha! Lo harus liat muka lo yang sekarang, lucu banget!" Aku tertawa dengan kencang.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Where stories live. Discover now