32

5K 540 22
                                    

"Lo pesan apa?" Tanya Dio padaku.

"Noodle Hotplate," jawabku bersamaan dengan suara Dio. Aku melirik ke arahnya lalu tertawa kencang. Kututup buku menuku, "sama coklat panas."

Ia berdecak kesal, "Lo siluman hotplate ya? Tiap ke restoran nyari itu makanan mulu. Makanan lo tiap di restoran itu ya, bisa gue jabarin!" Ia menunjukkan jari-jarinya lalu mulai menghitung, "noodle hotplate, sup tahu, hot choco, choco lava cake kalau ada, yakan?"

Aku mengangguk menyetujui perkataannya. Dia bilang itu makanan favoritku, tapi salah. Aku tidak terlalu menyukai mereka.

Katakan aku bodoh, hampir enam tahun berlalu tetapi aku masih mencari si Berengsek alias Kristo.

Yang membuatku terkejut, aku tidak mengetahui nama lengkapnya. Tidak ada namanya di buku tahunan dan aku... malu untuk bertanya. Aku tidak tahu dimana kampung halamannya. Aku juga tidak tahu tempat yang selalu ia kunjungi.

Internet? Ya, sosial media berwarna biru saat ini sedang viral. Tapi, aku tidak menemukan Kristo di sana. Tanpa nama lengkapnya, ada ribuan Kristo di sana. Dan foto profil mereka...

Demi Tuhan! Kenapa rata-rata memakai wajah anime?

Satu-satunya yang bisa membuatku mengenalinya hanya rasa masakannya.

"Oh iya, ada cewek nih yang minta nomor Lo, mau ga?" Tawar Dio.

"No." Jawabku singkat dan tegas, "kenalin ama laki-laki aja boleh ga?" Tanyaku dengan bercanda sembari membentuk pose bunga.

Ia menyentil dahiku sampai menimbulkan suara yang kencang, "Kalau sama laki-laki mending ama gue!" Jawabnya songong.

Aku mendelik ngeri, "Dih, gue ga biasa jadi top."

Ia meringis geli lalu menyentil dahiku lagi, "Gue top ye anjing! Badan kekar dikira botita."

"Boker lu, Botita kekar!" Ejekku.

Ya, Dio mengaku gay padaku. Dia juga mengakui menyukaiku. Namun balik lagi, aku tidak merasakan adanya debaran di hatiku. Aku tidak mau menyakiti Dio seperti sakit hati yang aku rasakan.

Dan tidak sepertiku, Dio sudah beberapa kali berpacaran dengan teman sekampus kami.

Kami kuliah di kota besar, jauh dari kota asal kami. Orang disini tidak sekolot di kota kami dan lebih apatis dengan orang di sekitar mereka. Hal ini membuat cukup banyak orang yang terbuka akan hal-hal seperti itu.

Ponsel Dio berbunyi, sepertinya pacarnya menghubunginya karena senyum sumringah langsung tercetak di bibirnya. Ia beranjak keluar dengan riang untuk mengangkat panggilan itu. Aku memandang keluar jendela dan tersenyum melihatnya yang berbicara dengan riang.

Papa sama seperti Dio dalam hal perjodohan. Bedanya, Dio menjodohkanku dengan teman-temannya yang naksir padaku sedangkan Papa selalu menjodohkanku dengan anak-anak petinggi perusahaan.

Gadis yang ia tawarkan bermacam-macam. Mereka seksi, pintar, cantik, manis, tinggi, berkulit lembut, berdada besar, berbokong besar, berambut halus, wangi, dan masih banyak lagi hal menarik dari para perempuan itu. Sudah aku bilang, aku tidak tertarik pada mereka namun ia tidak berhenti menawari mereka padaku.

"Hoy! Udah kerasukan belum?" Tanya Dio mengagetkanku.

"Belum," jawabku sinis pada pertanyaan retorisnya.

"Mungkin lo lebih setan kali?"

"Diam lo, Boti!" Ejekku.

Ia ingin membalas perkataanku, namun pesanan kami datang membuatnya harus menahan perkataannya. Aku terkekeh dan mengejeknya membuatnya ikut tertawa bersamaku.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang