30

5.7K 541 27
                                    

Aku langsung memakaikan hoodie yang warnanya sudah meluntur dan celana training Kristo yang kebesaran. Dengan segera, aku melangkah menuju lantai pertama. Namun, ini aneh. Aku tidak mendengar suara ramai seperti biasanya, mataku juga tidak menangkap cahaya terang seperti biasanya.

Benar, tirai jendela Ovélia tertutup rapat dan tidak ada orang saat ini. Aku berjalan dengan ragu menuju dapur. Mataku hanya menangkap Kristo tanpa adanya Om Panca ataupun pegawai lainnya. Ini aneh, hari ini hari libur besar?

"Ovélia tutup hari ini, Om Panca ada reuni katanya," jelas Kristo tanpa aku perlu bertanya, "sini masuk!" Ajaknya riang.

Semua peralatannya sederhana, seperti peralatan dapur restoran biasanya. Didominasi warna cokelat, hitam, dan putih, dapur ini terlihat manis dan rapi. Aku mengelus panjang pinggiran meja aluminium dimana di atasnya terdapat mangkuk-mangkuk dan piring-piring putih yang terbalik, seperti habis dicuci.

Kristo biasa memasak di sini.

Aku menoleh terkejut saat Kristo memasangkan apron ke badanku dan mengikat tali apron di belakang pinggangku. Ia mencium pipiku pelan saat memasangnya, "Malam ini, kitchen is ours."

Aku mengelus pipinya lembut, "Ours," sahutku, "jadi, kita mau buat apa?" Tanyaku.

"Kau suka Choco Lava Cake ga?" Tanyanya balik.

Aku mengangguk kencang. Aku tidak hanya menyukainya, aku mencintainya. Mama... em, aku tidak ingin membahas tentang orang tuaku saat ini.

Jadi, abaikan saja.

"Kau kenapa?" Tanyanya khawatir.

Ah! Aku lupa mengontrol ekspresiku!

"Eng, gue mikirin gimana cara memasaknya," jawabku bohong.

Ia terdiam sejenak lalu memicingkan matanya, "Kau ragu saat ada aku disini?" Ucapnya sombong sambil melipat tangan di depan dadanya.

Aku tertawa kencang melihatnya yang sangat percaya diri. Ia kemudian mengambil bahan yang diperlukan untuk membuat Choco Lava Cake dan membawanya ke meja di hadapanku.

"Tunggu, aku mau mengikat rambutku."

Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jemarinya. Tiba-tiba aku teringat kalau aku tidak pernah mengikat rambut Kristo sebelumnya.

"Jangan! Gue yang iketin. Sini!" Perintahku.

Ia tersenyum. Ia datang ke arahku dan langsung berbalik badan, kakinya Ia lebarkan sehingga kepalanya dapat sejajar denganku dan memudahkanku.

"Segini tingginya cukup?" Ledeknya.

Aku menoyor kepalanya gemas, "Gue ga pendek banget ya!" Sanggahku tidak terima. Ia tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

Tanganku dengan telaten menyisir rambutnya dan mengikatnya dengan karet yang dijulurkannya padaku. Begitu aku selesai mengikatnya, ia meraba rambutnya dan langsung berbalik ke arahku, "not bad!"

Aku tersenyum bangga mendengar pujiannya.

"Kau pasti sudah sering mengikat rambut pacarmu," ungkapnya tiba-tiba.

Senyumku lenyap dan menatapnya bingung, kenapa tiba-tiba kalimat itu keluar? Kristo bertingkah sangat aneh sekarang ini. Namun, belum sempat aku meminta penjelasan, ia segera pergi ke belakangku, "Lanjut! Nih, kau mau yang mana? Masak coklatnya atau buat adonannya?"

Dengan ragu, aku berbalik lalu meyakinkan diriku untuk tidak merusak malam ini. Aku ingin bersenang-senang.

"Buat adonan!" Jawabku semangat.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Where stories live. Discover now