7

11.9K 1K 15
                                    

Aku keluar dari klub, memilih berjongkok di pinggir trotoar dan merenungkan segala dosaku yang membuatku menjadi impoten. Mataku menatap para wanita yang lalu lalang dengan pakaian mereka yang flashy dan seksi. Seharusnya aku bisa bermain dan memuaskan diriku dengan mereka. Dimana aku bisa menemukan dokter kelamin?

Pandanganku mulai kabur. Aku terlalu banyak minum karena stres.

Mungkin sampai disini saja perjuanganmu kawan, ucapku sembari menepuk penisku yang kurasa sudah rusak. Kupejamkan mataku dan membiarkan diriku terduduk ke trotoar yang aku harap tidak kotor. Badanku perlahan menggigil, sepertinya aku meninggalkan jaketku di kamar mandi tadi. Goddammit!

Kakiku bahkan tidak sanggup berdiri. Aku mengusap-usap lenganku mencoba menghangatkannya. Tak berapa lama, aku merasa mengantuk dan membiarkan alam bawah sadar membawaku.

"Rey?"

Aku merasa mendengar suara Kristo di sekitarku. Lagi-lagi aku mulai berhalusinasi tentang Kristo. Beruang bangsat! Bisa-bisanya terakhir kali aku ejakulasi adalah bersama dengannya. Bukan kenangan yang baik.

Sangat mengecewakan! Bintang 1 hmph!

"Rey!" Suara itu lagi! Kini tangan besar dan hangat menyentuh pipiku. Aku menjatuhkan pipiku dan menggesekkannya ke tangan besar itu, membiarkan kulit tangan itu membelai pipiku. Mataku terbuka dan melihat Kristo dengan kacamata bulatnya sedang menatapku. Tatapannya benar-benar erotis. Tuh kan, aku sudah mulai gila. Halusinasi ini terasa nyata.

"Rey, aku antar ke rumah. Dimana rumahmu?" tanyanya.

Aku tersenyum dan mungkin terlihat seperti orang idiot, "Gue lupa ehehehe."

Seketika badanku melayang dan aku bisa merasakan aku memeluk sesuatu yang besar dan hangat. Seperti memeluk botol hangat yang besar. Halusinasi ini sangat realistis. Aku ingin berlama-lama disini. Kueratkan pelukanku terhadap botol hangat yang besar ini.

***

Mataku terbuka setelah mendengar samar-sama suara alunan lagu lembut. Cahaya lampu berwarna putih membuat netraku berusaha menetralkan penglihatanku. Begitu penglihatanku mulai menyesuaikan, aku menyadari aku tidak tahu dimana. Aku merasakan kulitku bersentuhan langsung dengan sesuatu yang tebal. Tanganku membuka selimut yang menutupiku dan melihat badanku tanpa pakaian.

Hanya boxer dan ini bukan boxerku. Aku tidak punya boxer bercorak pelangi!

"Dimana gue anjir?"

Panik? Tentu saja!

Aku melihat ruangan kecil ini yang tidak terkesan seperti hotel. Ada meja belajar dan buku-buku yang disusun rapi di raknya. Atau ini hotel cosplay? Tapi tidak, mataku menangkap seragam yang digantung di pintu lemari.

Shit!

Itu seragam yang sama dengan punyaku. Sangat sama yang berarti ini seragam laki-laki.

Tanganku langsung menyibak tirai jendela dan mengintip dari celah-celah jerejak besi. Ini jalanan yang sama dengan daerah klub tadi. Ada sangat banyak papan nama klub yang gemerlap. Badanku berbalik setelah indra pendengaranku mendengar suara air shower mengalir. Ada seseorang yang sedang mandi.

Aku tidak mendapati ada bajuku di sekitar sini. Aku harus segera menutupi tubuhku yang hampir telanjang ini. Otakku langsung mengarahkanku ke lemari dan mengambil kaus dan celana yang ada secara asal. Kupakaikan kaus berwarna hitam yang sangat kebesaran. Lengan bajunya hampir menutupi 3/4 lenganku. Tidak peduli dengan keadaan itu, aku memakaikan celana itu. Ini lebih parah, celana ini sangat besar di bagian pinggangnya, aku tidak bisa memakainya!

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka dan aku melihat seseorang yang beberapa saat lalu ada di halusinasiku. Kristo si beruang. Dan lagi, ia bertelanjang dada.

Ini antara aku sedang berhalusinasi lagi atau memang aku tidak berhalusinasi dari tadi.

"AAAAAAA!!!" Teriakku dengan sangat kencang. Bahkan pitch suaraku naik beberapa oktaf dari biasanya.

Kristo berlari ke arahku dan dengan sigap tanganku meninju wajahnya tepat di hidungnya. Alarm bahayaku sangat cepat terpicu membuat reflekku sangat bagus. Aku melihat darah mengalir di hidungnya, namun tangannya dengan sigap mengunci tanganku di belakang punggungku dan tangan satunya menutup mulutku. Tuh kan, aku selalu lupa dia sangat kuat.

"Rey, jangan teriak!" ujarnya pelan. Jarak kami sangat dekat. Bahkan, Buliran air dari rambutnya bisa jatuh ke kulit wajahku.

Thump! Thump! Th-

Stop it! Jantung diam sedikit. Tolong, sebentar saja nurut samaku. Kenapa badanku bereaksi tidak sesuai dengan apa yang aku mau?! Apa tubuhku mulai memiliki otaknya sendiri?

"Udah?" tanyanya. Aku mengangguk pelan.

"Jangan teriak oke?" tanyanya lagi untuk memastikan diriku tidak teriak. Aku mengangguk pelan lagi.

Perlahan tangannya melepas kuncian dari tanganku dan membuka sekapan tangannya dari mulutku. Aku mundur perlahan dan langsung terduduk di ranjang tempat aku berbaring tadi. Aku menatap Kristo yang sekarang sibuk menggulung tisu dan memasukkannya ke lubang hidungnya yang berdarah.

"Sakit?" tanyaku dengan ragu.

Ia mengalihkan pandangannya kepadaku dan terkekeh, "Refleksmu sangat bagus."

Sekarang aku baru tersadar, ia memiliki body yang sangat bagus. Otot di perutnya, dadanya, dan tangannya menunjukkan dia rajin berolahraga. Sebenarnya tubuhku juga memiliki otot seperti itu, namun karena dia berbadan besar, ototnya benar-benar terlihat menggoda.

Hah, aku sudah pasrah dengan pikiranku yang berpikir dengan keinginannya sendiri.

"A- apa yang terjadi? Kita lagi dimana?" tanyaku untuk memecah keheningan.

"Aku melihatmu beberapa jam yang lalu tertidur di depan klub, aku niatnya nganter pulang, tapi kau bilang tidak tahu alamatmu dimana. Jadi, aku bawa ke kamarku." Ia menjelaskan dengan santai sembari memakai piyama tidur garis-garisnya.

Tunggu, kamar katanya?

"Lo tinggal di daerah ini?" tanyaku.

Ia mengangguk pelan, kakinya melangkah ke kulkas kecil di samping meja belajarnya, "Bukan rumah asli sih, Omku buka cafe di daerah ini, jadi karena suatu masalah, aku dipanggil dari kampung untuk kerja bantu-bantu disini." Ia mengeluarkan minuman yang tidak asing bagiku, "Pereda alkohol?" tanyanya.

Tanpa jawabanku, ia langsung memberikannya dan duduk di sampingku. Aku menenggak habis isi botol berukuran 400ml itu. Aku harap ini bisa membantu meredakan nyeri di kepalaku. Kami diselimuti keheningan untuk beberapa lama sampai ia bangkit dari duduknya dan mencari sesuatu di lemari.

Ia memalingkan wajahnya sembari menyodorkan celana kepadaku, "Kau harus pakai celana, aku sedikit malu." Wajahnya memerah sampai ke tangannya.

"Beruang cabul!" Makiku dan menyambar celana training miliknya.

Notes:
Selamat siang, maaf karena lama update. Aku baru saja kembali dari liburan panjangku... Ya cuma liburan di kasur dan membaca manga yaoi. Anyway, terima kasih sudah berkenan menunggu~ Jangan lupa makan siang ya!

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang