26(+)

14.3K 692 12
                                    

Tangan Kristo tidak berhenti mengocok penis kami sesaat setelah kami masuk di bilik toilet dan mendudukkanku di atasnya. Kaki, leher, dan seluruh tubuhku sudah melemas. Aku menyandarkan kepalaku di atas bahunya dan sesekali menggigit lehernya, meninggalkan jejak sedikit kemerahan di sana.

Kami tidak menghentikan tindakan mesum kami hanya karena kunci 'our rendezvous room' diganti. Ia menggendongku menuju kamar mandi yang terletak di bawah.

And here we are!

"Lo nafshuan banget sialan!" Gerutuku saat tangannya mempercepat tempo kocokannya dan mengusap cepat kepala penis kami. Tangannya licin sekali, sudah basah oleh precum kami.

Aku menahan nafasku menyadari aku hampir keluar, namun tangannya mendadak berhenti dan membiarkanku tergantung di ujung ejakulasiku. Dengan gigitan kencang, aku menggigit bahunya sampai kemeja putih yang dipakainya memiliki bekas gigi gerahamku.

"Argg, sakit Rey, hey!" Keluhnya sembari menggoyang bahunya mencoba menghilangkan rasa sakit.

Aku menarik kepalaku menjauh dari bahunya dan menatap Kristo tepat di matanya. Wajahnya memerah, rambut ikalnya sudah berantakan, beberapa helai terlepas dari ikatan rambutnya. Ia melepas penis kami dan menarikku semakin dekat. Wajah kami hanya berjarak beberapa jari, aku merasakan nafasnya memberat. Ia menangkup wajahku dan mengunyel pipiku pelan,

what a turn off! I thought he would kiss me?!

"Aku cemburu, kau menunjukkan wajah seperti ini sudah kepada banyak perempuan." Ia mengerucutkan bibirnya dan mengunyel pipiku semakin kencang.

"Lo beneran mau ngunyel pipi gue terus atau lo mau-" Aku merasakan tangannya meremat bongkahan pantatku dan memasukkan 2 jarinya sekaligus ke dalam lubangku, "hngh, Kristh anjhing!"

Tangannya dengan lihai melepaskan satu persatu lengan bajuku dan membuat jumpsuitku tinggal menutupi bagian bawahku saja. Ia menciumi leherku dan menjilatnya seperti leherku adalah es krim yang lezat.

"Kau memakai jumpsuit tanpa dalaman?" Tanyanya di sela kecupannya.

"It's too hot! Gue ga tahan panas." Jawabku cepat.

Pinggangku bergerak maju mundur berusaha mencari kenikmatan yang lebih dari jari Kristo. Jari Kristo yang menyentuh dinding anusku membuatku menginginkan penisnya di dalamku.

"Masukin guwe plish!" Rengekku.

"Lo serius mau cabut? Tapi lo kan ikut tanding yang jam 1 nanti?" Tanya seseorang dari luar sana.

Shit!

"Iya, nanti gue balik lagi, males banget jualan, nanti gue bau asap," jawab yang satunya.

Suara air mengenai dinding kubik urinal bergema selagi mereka terus bercakap-cakap. Dan jari Kristo mulai bergerak menggunting di bawah sana. Aku mencengkram bahunya kuat dan menggeleng menolak. Anak ini emang udah gila.

"Dont. You. Dare." Desisku.

"I do dare." Bisiknya.

Aku membelalak saat jarinya yang ketiga masuk ke bawah sana dan membuat lubang anusku terasa penuh. Badanku melenting merasakan kenikmatan yang aneh ini. Tanganku tidak lagi mencengkram bahu Kristo, aku sibuk menutup mulutku, tidak membiarkan desahan lolos sedikit pun. Aku yakin aku tidak menyukai jenis seks yang seperti ini, tapi aku merasa semakin terangsang dengan adanya dua orang di luar sana.

Aku sudah ikutan gila.

"Kau basah sekali," bisiknya.

Kristo mengangkatku dan mendudukkanku di atas toilet, bunyi grasak grusuk yang terdengar membuat kedua orang di luar sana berhenti berbicara. Kristo yang tampak tidak peduli, meloloskan jumpsuitku dari kakiku dan suara resleting celana bahannya mulai terdengar.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Where stories live. Discover now