23

7.9K 678 15
                                    

Aroma Kristo bercampur dengan sedikit wangi obat-obatan menguar dalam hidungku. Aku mencoba membuka dan menajamkan netraku, satu hal yang aku lihat adalah Kristo menatapku dengan tatapan iba. Aku memegang kepalaku akibat rasa sakit yang menusuk tepat di belakang kepalaku.

"J- ekhem..." suaraku serak begitu aku mengeluarkan suaraku.

"Minum, air," Kristo terlihat gelagapan dan menuangkan air, ia menyodorkan gelas dan membantuku untuk duduk, "minum, minum dulu."

Aku menegak air mineral dengan rakus. Astaga, aku tidak tahu air ternyata selezat ini. Aku menyerahkan gelas ke tangan Kristo dan menutup mataku lagi.

"Kau gapapa?"

"Lo bawa gue ke rumah sakit?" Tanyaku.

"Engga, ini di UKS." Jawabnya.

Dengan sekali pukulan di kepalanya, ia meringis dan memegangi kepalanya. Ia menatapku dengan mata polosnya, "M-maaf."

"Ini untuk seminggu ini, lo ninggalin gue."

Ia tanpa aba-aba langsung memelukku dengan erat, kepalanya ia sandarkan di ceruk leherku. Aku merasakan bahuku sedikit berair, apa anak ini ngiler?

"Heh, lo ngapain?"

Berikutnya terdengar suara sesenggukan yang parau, "maafkan aku karena mengabaikanmu. Tadinya, tadinya aku hanya mau buat kau cemburu. Karena kau seperti tidak peduli dan tidak pernah cemburu. Kekanakan sekali aku! Minggu, minggu ini pasti sulit, harusnya aku menemanimu belajar, tapi kau, kau jadi belajar sendiri." Seiring dengan tangannya yang memelukku, suaranya pun ikut bergetar,

"Aku harusnya, menemanimu. Aku harusnya tidak bertindak bodoh, maafkan aku. Aku tidak akan bersifat kekanakan lagi, mohon jangan jauhi aku," sambungnya dengan memelas.

Aku memukul kepalanya sekali lagi, "Lo bisa ga, ga raguin gue? Gue tau gue selalu gonta ganti cewe, ga pernah punya komitmen, bajingan, tapi gue udah bilang gue bakal stay! Kenapa lo ga ngerti juga?" Balasku dengan emosi yang menggebu, "gue ga cemburu karena gue tau,

Gue tau lo sayangnya hanya sama gue," lirihku pelan.

"Maafkan aku, maaf," ucapnya berulang kali. Aku mengelus punggungnya dengan lembut.

Punggung yang aku rindukan kini ada di sini. Ia bersamaku kali ini, ia milikku seorang. Aku tidak akan melepaskannya lagi, aku tidak akan buat dia ragu lagi denganku. Perasaan yang sudah seminggu ini tapi terasa seperti bertahun-tahun tidak aku rasakan, kini kembali lagi. Jantungku berdebar dan perutku tergelitik geli karena sensasi mendebarkan ini.

"Gue mau pulang," pintaku akhirnya.

"Ak- aku pesan taksi dulu, kau nanti sakit kalau bawa motor," sahutnya. Tangannya mengulur ke kantung untuk mengambil ponselnya.

"Lo bisa bawa motor, 'kan?" Tanyaku.

"Sedikit?"

"Yauda, kita naik motor aja. Gue gamau motornya tinggal semalaman di sini," perintahku.

"T-tap-"

"Bawa. Motor. Gue." Ucapku penuh penekanan.

Jakunnya bergerak naik turun, ia menghela nafas lalu mengangguk. Tangannya melepas jaketnya yang besar dan menyerahkannya padaku, "Kau pakai ini, nanti kau makin sakit. Kau bisa jalan? Mau aku gendong?"

Aku tersenyum kecil, "Iya, gendong." Suruhku mutlak.

Ia tersenyum namun rautnya masih terlihat sedih, "maafkan aku, Rey."

Ia langsung mengangkatku dari atas tempat tidur. Lenganku mengalung di lehernya yang tegas, kepalaku bersandar di dadanya yang bidang, merasakan detak jantungnya yang berdetak sangat cepat. Tangannya yang kokoh membawaku turun tanpa masalah. Aku baru sadar hari sudah semakin malam, mungkin sudah jam 8.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Where stories live. Discover now