15

8.9K 799 12
                                    

Suasana perumahan di malam hari sedikit lebih ramai dari biasanya, orang-orang yang sudah pulang kerja, akhirnya sampai di rumah setelah melalui kemacetan yang kerap terjadi di jam sibuk. Kami termasuk salah satu dari orang-orang itu. Rumah bercat serba hitam dan abu yang memiliki dua tingkat ini adalah rumahku.

Aku memarkirkan motorku ke dalam garasi, sedangkan Kristo menungguku di luar garasi. Sekilas, aku bisa melihatnya masih murung. Ia memilin ujung bajunya seperti biasa. Tanda ia gugup atau ada sesuatu yang mengganggunya.

Tapi kali ini, aku tidak mau menghiburnya. Dia perlu belajar, dia kira aku anak kecil? Hhh, bullshit.

Kakiku melangkah lebih dahulu masuk ke dalam rumah. Kristo mengekor di belakangku. Dari sini, sudah terdengar suara Mama dan Papa sedang berbincang di dapur. Rumah ini akan sedikit ramai jika kedua orang tuaku ada disini.

"Ma, Pa, Rey pulang!" teriakku.

Tak lama suara langkah kaki mendekat dan muncullah Mama dengan celemek kuningnya yang memiliki bercak saus dan bumbu lainnya. Mama tersenyum lebar melihatku, lalu menyambutku dengan pelukan hangat.

"Rey, teman kamu?" tanya Mama dengan posisi masih tetap memelukku.

Belum sempat aku menjawab, Mama sudah melepas pelukannya dan menghampiri Kristo lalu memegang erat kedua lengannya, "Haduh, ganteng sekali teman anak Mama!" pujinya dengan riang.

"Sudah makan? Eh, sebelum itu namanya siapa? Teman sekolahnya Rey? Sekelas?" tanya mama bertubi-tubi.

Aku rasa sekarang ini sedang tren memborbardir orang dengan pertanyaan.

Kristo terlihat tergagap menanggapi pertanyaan bertubi-tubi dan interaksi bersahabat yang tiba-tiba. Ia menatapku dengan memelas mencoba mencari pertolongan. Aku yang masih kesal semenit yang lalu, hanya tertawa melihat tingkah lucunya.

"Pelan-pelan, Ma," ucapku sembari menarik mama untuk tidak terlalu dekat dengan kristo, "itu Kristo, teman sekolah Rey. Dia lapar, makanya ga tau mau jawab apa," lanjutku sambil terkekeh. Kristo ikut menyengir dan lagi, ia memelintir tepi bajunya.

Mama tersenyum saat melihatku, aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya sampai ia tersenyum sesendu itu. Perempuan berusia 40-an ini, kemudian menggandeng kami berdua. Mengajak kami untuk masuk menuju ruang makan. Papa duduk di meja makan seraya mengerjakan sesuatu di tabletnya.

Ia melirik ke arah kami tampak tak peduli, namun ketika melihat wajah baru alias Kristo, Papa langsung membuka matanya lebar tampak tertarik. Ia meletakkan tabletnya ke atas meja. Tablet yang ia pakai bekerja dimatikan dan mulai menaruh fokus kepada Kristo.

"Teman kamu, Rey?" tanyanya.

"Iya, Om. Saya Kristo, teman satu sekolah Rey." Kristo buru-buru meletakkan tas berisi makanannya ke atas meja dan menyalim Papa. Aku duduk di sebelah kiri papa, berhadapan dengan Kristo.

Mama kembali melanjutkan kegiatan memasaknya di dapur. Melihat hal itu, Kristo berdiri dari tempat duduknya, "Oh iya, sebentar ya Om. Saya bantu Tante masak dulu sekalian nyerahin makanan yang saya bawa," izinnya sopan.

Papa mengangguk dan tersenyum ramah. Sesaat, setelah Kristo pergi membawa tas makanan yang dibawanya dan pergi ke balik counter dapur, Papa segera menoleh ke arahku.

"Kok bisa ada teman kamu yang mukanya baik gitu?" selidiknya.

Aku melipat tanganku dan tersenyum bangga, "Rey ini anak baik-baik, Pa. Papa aja yang ga percaya."

Papa mengendikkan bahunya, "Gaya begajulan begini, baik darimananya," tandas papa, "selama kamu ga ngancam dia, yaudah gapapa."

Om Dean ini tidak tahu keperawanan anaknya yang selalu terancam.

I Love My Big Bear [ 18+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang