Bab 1

9.3K 657 17
                                    

Winda terduduk di karpet rumah kakaknya. Dia menatap wajah tenang seorang lelaki yang berbaring di sofa rumah ini. Winda menangis. Lelaki ini tak seharusnya mendapatkan ini semua. Lelaki ini tak seharusnya babak belur karena sesuatu yang tak ia lakukan.

"Maaf, Mas. Aku tak seharusnya menyeret kamu dalam masalah ini. Ini salahku, bukan salahmu," ujar Winda lirih.

"Saya yang ingin masuk ke dalam hidup kamu, Win," kata lelaki yang masih memejamkan matanya itu, yang membuat Windayu terkejut.

"Kamu udah sadar, Mas?"

Lelaki itu membuka matanya, lalu meringis saat mencoba duduk dari baringnya. "Saya sedari tadi sadar, Win."

Winda mengembuskan napasnya. Lelaki di hadapannya itu sangat baik. Winda merasa dirinya tak pantas untuk lelaki itu.

"Mas, kalau kamu mau mundur, sekarang belum terlambat," kata Winda saat menyadari bagaimana kecilnya dirinya dibandingkan lelaki itu.

"Saya nggak akan mundur. Saya sudah memilih kamu, maka saya akan selalu ada dan berjuang bersama kamu," ucap lelaki bernama Prabaswara itu dengan mantap tanpa keraguan.

Winda memejamkan matanya. Dia merasa sangat beruntung bertemu dengan Prabaswara yang benar-benar baik. Lelaki itu terlihat tegas dan berwibawa.

"Weekend ini kita ke Klaten, Win." Winda segera menoleh dan menatap wajah lebam milik lelaki yang akan jadi suaminya nanti.

"Kamu bakal dihajar lagi, Mas," ucap Winda pelan sambil mengamati bekas pukulan yang dilayangkan kakaknya itu.

Lelaki itu tersenyum tipis. Winda terpaku. Senyum lelaki itu benar-benar menawan. Winda harus mengakuin, wajah Praba itu sangat tampan dengan wajah khas Indonesia. Prabaswara merupakan gambaran manusia yang terlihat sempurna. Dilihat dari segi manapun, Praba punya segalanya, wajah, karisma, karir dan relasi.

Winda lalu memejamkan matanya. Ia membandingka. Dirinya dengan Praba. Sangat jauh. Dia tak ada apa-apanya. Dia hanya wanita biasa saja yang hamil di luar nikah lalu bertemu lelaki bak malaikat yang rela menolongnya dan bertanggungjawab.

Winda merasa tak pantas. Dia dan Praba bagai bumi dan langit. Praba memiliki jabatan yang tidak main-main, sedang dirinya kini pengangguran. Sungguh sebuah perbandingan yang tak sebanding sama sekali.

"Terimakasih, Win. Tadi sudah mengobati luka saya." Winda mengerjapkan matanya.

"Aku yang harusnya berterimakasih, Mas. Kamu rela berkorban buat aku." Winda berkata dengan sangat tulus.

Prabaswara mengangguk. Lelaki itu jelas paham sebaik dan selembut apa Windayu. Dia tertarik pada Winda sejak adiknya mengenalkannya pada wanita itu. Praba merasa simpati dengan kisah seorang Windayu.

Winda segera bangkit dari duduknya dan mengambil secangkir kopi untuk Praba. Kakaknya belum mau keluar dari kamarnya sejak tadi. Winda tahu, kakaknya sedang kecewa berat pada dirinya. Winda tak seharusnya menorehkan kekecewaan sedalam ini pada keluarganya, harusnya dia tak buta dengan cinta.

Winda menaruh cangkir kopi panas di atas meja dekat dengan Praba. Lelaki itu menoleh, manatap Winda yang sedang memikirkan sesuatu. Praba memilih mengambil cangkirnya dan meneguk kopi yang masih mengepulkan asap.

"Kakak kamu masih kecewa, lama-lama dia akan baik lagi," ujar Praba setelah menaruh kembali cangkirnya.

Winda menoleh. "Aku udah ngecawain banyak orang, Mas. Harusnya aku dulu nggak gegabah."

"Nggak ada gunanya menyesali, Win. Sekarang kamu fokus buat kedepannya, buat anak kamu juga!" nasehat Praba. "Saya juga punya dua adik cewek, mungkin kalau saya ada di posisi Argi, saya akan melakukan hal yang sama, tapi itu nggak akan berlangsung lama. Percaya sama saya!"

"Winda," panggil seorang wanita yang kini berdiri tak jauh dari Winda. Wanita itu berjalan mendekat. "Beri waktu buat Mas Argi dulu ya, Win! Dia memang kecewa, tapi dia sangat sayang sama kamu, jadi kamu nggak perlu khawatir. Kamu fokus sama pernikahan kamu dan kandungan kamu ya! Jangan stres!"

Winda memeluk kakak iparnya. "Iya, Mbak, aku ngerti kok. Mbak Rara nggak marah sama aku?"

Wanita itu menggeleng. "Nggak, Win. Mbak sayang sama kamu. Mungkin Mbak tadi sempet kecewa, tapi Mbak nggak akan bisa marah ke kamu." Rara melirik ke arah Prabaswara yang memperhatikan mereka. "Lagian, calon suami kamu orang baik dan bertanggungjawab. Mbak yakin, Mas Prabaswara akan jaga kamu dan anak kalian dengan baik."

Winda melepas pelukannya. Dia merasa beruntung memiliki kakak ipar sebaik Rara. Prabaswara yang melihatnya hanya tersenyum tipis. Setidaknya pikiran Winda sudah mulai tenang.

"Sudah sore, saya dan Winda pamit pulang dulu, sampaikan salam saya buat Mas Argiantara ya, Mbak Ratih!" Prabaswara angkat suara untuk berpamitan.

"Eh, tadi Mas Argi bilang, Winda disuruh tinggal di sini dulu, Mas Praba," kata Ratih sambil menatap Praba tak enak.

Lelaki itu mengangguk paham. "Baik kalau begitu. Saya titip Winda dan anak kami ya, Mbak."

Ratih mengangguk. Prabaswara bergegas pulang. Winda menatap mobil Praba yang meninggalkan kediaman kakaknya. Winda kembali masuk dan duduk di samping kakak iparnya.

"Dia lelaki yang baik, Win," ucap Ratih yang dibalas senyuman oleh Winda. "Semoga kamu nanti bahagia sama dia, Win. Meski kalian memulai hubungan dengan cara yang salah."

Winda mengangguk. "Terimakasih, Mbak." Winda menghela napasnya. "Sebenarnya aku nggak percaya diri buat bersanding dengan Mas Praba."

Ratih mengusap bahu adik iparnya. Dia paham. Praba dengan segala pencapaiannya yang luar biasa. Praba seorang CTO dalam sebuah perusahan aplikasi pemesanan akomondasi perjalanan dan penginapan. Jabatan Praba jelas bukan jabatan ecek-ecek.

"Aku juga takut dengan perbedaan usia yang jauh, Mbak," tambah Winda yang membuat Ratih menghentikan usapannya.

"Nggak ada masalah dengan usia kalian, Win."

Winda mengangguk lemah. Perbedaan usia sebelas tahun sebenernya membuatnya merasa takut. Ia takut apa yang akan ia obrolkan dengan Prabaswara nantinya. Bicara pekerjaan tidak nyambung, bicara masalah sosial, jelas sudah berbeda.

"Kamu jangan mikir macam-macam! Mas Prabaswara sudah mau bertanggungjawab dan memilih kamu itu sudah membuktikan. Mbak yakin, kalian akan bahagia. Mbak yakin, Mas Prabaswara nggak akan membiarkan kamu sedih. Dia sayang kamu, Win. Mbak bisa lihat itu." Ratih mencoba memberikan keyakinan pada diri Winda.

Winda mengusap perutnya. Praba bisa menerima anak yang ia kandung. Dia juga harus mulai membaurkan diri dengan Alindra, anak Prabaswara yang masih tampak takut-takut di dekat Winda. Winda sudah beberapa kali bertemu dengan anak perempuan Praba.

"Aku takut, Mbak. Takut nggak bisa jadi ibu yang baik buat Alindra dan anak yang ada di perutku ini," ujarnya lirih.

"Kamu pasti bisa, Win. Mbak tahu, kamu pasti bakal jadi ibu terbaik buat anak-anak kamu dan Mas Praba nanti."

Winda hanya bisa mengangguk. Dia akan berusaha menjadi yang terbaik. Mungkin dia memang bukan ibu kandung Alindra, tapi dia akan memberikan kasih sayang yang terbaik untuk calon anak sambungnya itu. Praba mau menerimanya dan anak ini, maka Winda harus memberikan yang terbaik untuk anak Praba.

Keyakinan mulai merasuki diri Winda. Dia harus bisa mengimbangi Prabaswara yang luar biasa. Dia akan melakukan yang terbaik untuk lelaki sebaik Praba. Dia tak ingin menorehkan kekecewaan dan luka lagi di hati Praba. Dia berjanji untuk menyembuhkan luka yang sempat bersemayam di hati Praba. Winda akan berusaha keras mencintai Praba. Winda yakin, tak sulit mencintai lelaki itu, tapi Winda akan sedikit membatasi rasa cintanya, agar ia tak lagi tersakiti seperti kisah cintanya yang lalu.

Winda berjanji dalam hati. Ia akan memberikan bahagia untuk Praba yang sudah berbaik hati. Praba tak pantas untuk memperoleh luka lagi.

***

Halo semua... Part 1 cerita Windayu... Cerita ini bakal gemes-gemes ringan kok... Capek bikin cerita yang bikin emosi soalnya wkwkwk

Shay,
Kamis, 27/05/21

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang