Bab 27

5.2K 466 12
                                    

Hari ini Winda pulang bersama Praba. Lelaki itu bisa pulang seperti karyawan normal lainnya. Meski bisa pulang di jam kerja normal, tetap saja kerja Praba tidak akan normal karena lelaki itu akan mengerjakan pekerjaannya di rumah.

Winda menunggu suaminya di lobi gedung di lantai dasar. Wanita hamil itu duduk di salah satu bangku panjang. Winda masih kepikiran dengan pertemuannya dengan Arka tadi siang. Meski dia sudah bertekad untuk mengikuti alur saja, tapi ia tak bisa. Semua harus perlu perencanaan. Dia perlu membicarakan dengan Praba, karena lelaki itu pasti tahu apa yang terbaik.

"Maaf lama, Win," ujar Praba yang baru saja datang dan menyentak lamunan Winda.

Winda tersenyum, lalu meraih tangan lelaki itu dan menciumnya. "Nggak lama kok, aku juga baru aja di sini."

Praba mengangguk. "Kita beli makan di luar aja ya! Biar kamu nggak capek masak."

Winda menggeleng. "Aku nggak capek kalau cuma masak aja, Mas." Wanita itu berjalan mengikuti langkah suaminya. "Lagian kalau makan di luar, kasihan Alin nunggu kita, Mas."

"Beli dibungkus aja! Kita tetap makan di rumah."

Winda hanya menuruti keinginan suaminya. Mereka masuk ke dalam mobil Praba. Praba mulai menjalankan mobilnya dengan tenang. Mereka jelas terjebak macet di jam sibuk seperti ini.

"Mas, aku tadi ketemu Mas Arka," adu Winda saat mereka sudah cukup lama saling diam. "Dia bilang mau setidaknya bertanggungjawab untuk anak ini, aku tahu dia berhak, tapi rasa kecewa dan sakit itu membuatku ingin egois, Mas. Apa aku salah, kalau aku tidak mau dia ada di sekeliling anakku nanti?"

Praba menghela napasnya. "Kita dinginin dulu kepala kita! Kita cari solusi! Sedikit turunin ego! Nanti kita selesaiin ini bareng-bareng. Aku yakin, Arka tidak akan menyerah, dia pasti mau nebus rasa bersalahnya, Win."

Winda menundukkan kepalanya. "Apa dia nggak bisa, nebus rasa bersalahnya dengan menjauh aja, Mas?"

Praba tahu luka yang pernah wanita alami. Dulu dia juga pernah merasakan hal yang sama. Dia dulu sempat berpikir untuk tak membiarkan Gista menemui Alindra. Dia sakit hati, tapi walau bagaimanapun, Gista adalah ibu dari Alindra. Praba menekan ego dan rasa sakitnya. Lelaki itu mulai berdamai dan mencoba memaafkan, meski tak sepenuhnya rasa sakit itu hilang.

Praba bisa memahami apa yang Winda rasakan. Wanita itu pernah tak dianggap, tak dipedulikan, dilupakan. Winda sudah berusaha sebaik yang ia bisa, tapi lelaki yang Winda perjuangkan tak pernah melihat usaha Winda. Kini, saat lelaki itu mendapatkan apa yang seharusnya, ia baru mencari Winda. Praba sendiri sebenarnya merasa muak dengan sikap lelaki tak tahu diri dan egois itu, tapi dia harus bersikap bijak, dia juga tak boleh egois. Dia harus mencari jalan terbaik untuk semuanya.

Praba mengusap kepala Winda dengan tangan kirinya. "Nanti kita coba bicara, tapi kamu tenangin diri, jangan terlalu terbebani. Kalau lelaki itu nggak mau menjauh, kita cari jalan keluar lain ya, Win!"

Winda menatap suaminya dengan senyum. Dia selalu kagum dan suka dengan sikap tenang lelaki itu. Dia selalu mencoba menirunya. Dia memang belum bisa mengendalikan emosinya sebaik Praba.

"Makasih, Mas," ucap Winda tulus. "Kamu tahu nggak, aku tuh selalu kagum sama kamu? Sikap kamu yang tenang dalam semua masalah itu benar-benar luar biasa. Aku bahkan ingin bisa kayak kamu, Mas," lanjut Winda yang kini meraih tangan Praba yang tadi bertengger di kepalanya.

Praba tersenyum. "Nanti aku ajarin."

"Mana bisa?" Wanita itu terkikik geli. "Kok aku denger kamu bilang pake kata 'aku', ngerasa lucu ya?"

Praba menatap Windayu sejenak, lalu kembali menghadap depan. "Kenapa? Aneh ya? Ya udah kalau gitu ganti lagi aja!"

Winda segera menoleh cepat ke suaminya dan segera menggeleng. "Aku suka kok, Mas. Cuma emang belum biasa aja, jadi masih lucu dengarnya."

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now