Bab 24

5.1K 496 15
                                    

Tak ada kata yang keluar dari mulut Windayu sejak pulang dari acara nikah Arinda. Wanita itu juga tak mau menatap wajah Praba sejak saat itu. Praba hanya bisa bersabar dan memberikan waktu untuk Windayu mengendalikan amarahnya. Dia tak ingin Winda dikuasai amarah saat berbicara dengannya, karena hal itu tak akan membuat masalah selesai dengan baik.

Praba tahu dirinya salah karena tidak izin terlebih dahulu untuk memberi tahu Arka masalah itu. Dia hanya ingin masalah itu tak berlarut dan menghindari masalah di masa depan nanti. Ia paham Winda memang masih belum memikirkan jauh ke depan, maka Praba memaklumi atas marahnya wanita itu.

Praba menjemput Alindra seorang diri di rumah orang tuanya. Dia membiarkan Winda untuk berpikir. Dia tidak akan mengganggu wanita itu sebelum amarahnya benar-benar reda.

"Papa kok sendiri?" tanya Alindra yang melihat papanya datang seorang diri.

Praba tersenyum. "Mama lagi istirahat, capek katanya."

Alindra mengangguk dengan wajah tertekuk. Praba menghela napasnya dan mengacak rambut Alindra dengan sayang. Lelaki itu mengajak anaknya kembali masuk ke dalam rumah orang tuanya.

"Loh, Kak Praba sendiri?" tanya Meisya yang tak tahu-menahu soal Winda yang sedang marah pada Praba.

Praba mengangguk, lelaki itu menyuruh Alindra untuk bermain sebentar karena ia akan bicara pada Meisya. "Winda lagi ngambek."

Meisya mengerutkan keningnya bingung. Seingatnya, Winda dan Praba tadi baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu saat sepasang suami istri itu pulang tadi?

"Kok bisa? Perasaan tadi pas di nikahan Arinda baik-baik aja."

Praba menghela napasnya. "Aku yang ngasih tahu Arka tentang kehamilan Winda."

Meisya melebarkan matanya. Dia tak habis pikir dengan kakaknya. Setahu dia, Praba bukan orang yang gegabah dalam segala hal, tapi kali ini, menurut Meisya, Praba melakukan hal yang fatal dan sangat gegabah.

Meisya mengembuskan napasnya. "Kenapa nggak bilang ke Winda dulu, Kak? Kakak tahu 'kan, Winda belum benar-benar siap buat itu semua?"

Praba mengangguk. "Mau sampai kapan? Aku cuma nggak mau masalah itu semakin berlarut padahal itu hanya masalah biasa."

Meisya mengangguk. Kakaknya benar, tapi dia harusnya berdiskusi dengan Winda dulu. "Kak, harusnya tuh diomongin dulu sama Winda!"

"Aku kenal Winda, dia nggak akan siap untuk itu. Makanya aku ambil jalan itu," kata Praba santai.

Praba benar, Winda tak akan siap membicarakan itu semua dan akan menyembunyikan fakta selamanya. "Kenapa aku ikut ribetin masalah kalian sih, padahal hidupku sendiri juga banyak masalah?"

Praba menyentil kepala adiknya. "Nah, mending kamu cari pacar sana! Jangan cuma ngarepin orang yang udah punya pacar!"

Meisya berdecak kesal. "Jangan mulai deh, Kak!"

Praba terbahak. "Mama sama Papa di mana? Mau pamit."

"Tadi katanya belanja ke supermarket berdua. Mau pacaran dulu, katanya."

Praba terkekeh mendengarnya. Kedua orang tuanya memang sangat romantis dan harmonis. Sepasang paruh baya itu tak segan-segan memamerkan kemesraan di hadapan anak-anaknya, tapi masih dalam taraf yang wajar.

"Ya udah, nanti pamitin ya! Kakak sama Alin pulang dulu, Meis," pamit Praba yang kemudian mencari keberadaan anaknya dan mengajak gadis kecil itu pulang.

Praba keluar dari rumah orang tuanya dan mengendarai SUV hitamnya untuk pulang ke rumahnya. Lelaki itu menyempatkan membeli martabak asin dan juga batagor. Winda memang tidak meminta dibelikan, tapi beberapa hari terakhir, ia tak sengaja melihat istrinya sedang membuka aplikasi ojek daring untuk mencari martabak asin dan martabak, tapi tak jadi membelinya.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ