Bab 19

5K 478 6
                                    

Setelah mengantar Winda dan Alindra, Prabaswara duduk di salah satu bangku yang ada di sebuah kafe. Lelaki itu sedang menunggu kedatangan seseorang yang memang menjanjikan bertemu hari ini. Lelaki itu meneguk kopinya sambil menatap layar tablet yang tak pernah tertinggal di manapun dia berada.

Praba menaruh kembali cangkirnya dan masih tetap fokus dengan tabletnya. Sesekali tangannya mencoret-coret layar tablet tersebut.

"Maaf, sudah menunggu," ucap seseorang yang kini berdiri di hadapan lelaki itu.

Praba mendongak. "Silakan duduk!"

Lelaki yang berada di hadapan Praba menurut dan duduk di hadapan Praba. Praba mematikan tabletnya dan menyimpannya di dalam tas yang ia bawa.

"Sudah pesan?" tanya Praba.

Lelaki di hadapan Praba mengangguk. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?"

Praba meraih cangkirnya dan meneguk kopi hitamnya. Lelaki itu melihat seorang pelayan datang mengantarkan pesanan es kapucino ke mejanya.

"Ada yang ingin kamu tanyakan terlebih dahulu pada saya?" tanya Praba dengan santai.

Lelaki bernama Arka yang ditemui Praba itu menatap sang lawan bicara. Arka menyedot kapucinonya sebelum bertanya.

Arka berdehem. "Bukannya kamu yang mau bicara sama saya?" Praba mengangguk santai. "Jadi kanapa kamu malah menyuruh saya bertanya?"

"Saya tahu, ada yang ingin kamu tanyakan tentang istri saya, bukan?"

Arka membuang napasnya. "Soal Winda, benar dia sedang hamil?" Praba mengangguk dan menyuruh Arka melanjutkan pertanyaannya. "Berapa usia kandungnya?"

Praba meraih cangkir kopinya. "Sembilan belas minggu."

Arka termenung. Suami Winda benar-benar terlihat santai. Lelaki itu menghitung-hitung berapa kira-kira usia kandungan Winda kalau dalam hitungan bulan. Lelaki itu juga mengingat baik, kapan tepatnya dia dan Winda melakukan hal yang tidak seharusnya.

"Usianya empat setengah bulan kalau kamu bingung. Saya menikah dengan Winda dua bulan lalu." Praba menatap Arka dengan tatapan meremehkan. "Kalau kamu masih punya otak, harusnya kamu bisa menyimpulkan tanpa saya jelaskan."

Arka dibuat terkejut dengan ucapan Praba. Lelaki di hadapannya benar-benar di luar dugaan. Apa tujuan Praba membeberkan semua itu?

"Jadi Winda mengandung anak saya? Lalu, kenapa kamu menikahi dia?" sentak Arka yang emosinya mulai terselut. "Harusnya dia menikah dengan saya!"

Praba terkekeh. "Kamu masih tanya? Kenapa nggak tanya pada diri sendiri dibandingkan tanya saya?" Praba menatap lelaki itu tajam. "Di mana kamu saat Winda butuh kamu? Di mana kamu saat Winda kebingungan mencari kamu? Saya yang tahu bagaimana kebingungan dan lelahnya Winda nyari kamu."

Arka terdiam kaku di tempatnya. Dia memang tidak sadar diri. Apa dia sebegitu tak pantasnya untuk menjadi seorang ayah? Apa dia tak layak untuk mendapatkan kebahagiaan?

"Kenapa kamu mau menikahi Winda? Kenapa kamu mau bertanggungjawab dengan apa yang bukan tanggujawab kamu?" tanya Arka dengan lirih. "Kamu mau menerima anak yang bukan anak kamu?"

Praba menghela napasnya. "Saya yang membantu Winda mencari keberadaan kamu. Saya yang ada di samping dia. Saya tahu jelas perjuangan dia saat itu. Saya juga tahu dia wanita yang baik." Praba menjeda kalimatnya. "Kenapa saya mau menerima anaknya? Karena saya dan dia sama. Saya seorang duda dengan anak dan Winda mau nerima anak saya, kenapa saya tidak melakukan hal yang sama?"

"Lalu sekarang, kenapa kamu memberi tahu saya?"

"Karena demi kebaikan anak saya nanti. Kamu berhak tahu juga. Kita tidak tahu masa depan, saya harus antisipasi dari sekarang, bukan? Jika nanti kamu menikah dan punya anak tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan anak saya dan bisa jadi kalau mereka tak tahu, mereka akan saling suka, dan lebih baik saya mencegah dari sekarang, bukan? Mungkin saya terdengar berpikir terlalu jauh, tapi itulah saya, berpikir jauh ke depan." Praba menjelaskan dengan santai.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now