Bab 3

6.6K 598 11
                                    

Winda berjalan di samping Praba saat memasuki teras rumah milik orang tua Prabaswara. Winda memang sudah sering ke sini, tapi tetap saja dia merasa gugup dan asing. Memang seharusnya dia waktu itu bisa menolak penawaran Prabaswara.

Praba menekan bel pintu rumah berlantai dua itu. Tak lama setelahnya, pintu dibuka dan menampilkan sosok perempuan paruh baya yang menyambut mereka dengan senyum lebar.

"Masuk, Pra, Win!" ajak perempuan itu sambil menggeret lengan Winda dengan lembut. "Alindra udah nungguin tuh."

Praba mengangguk dan segera melenggang meninggalkan Winda bersama perempuan itu. Winda tersenyum, lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Wanita itu segera menerimanya dan Winda menundukkan kepalanya untuk menciun tangan wanita itu sebagai tanda hormatnya. Wanita paruh baya itu tersenyum dan mengusap kepala Winda dengan sayang.

"Sehat 'kan, Win? Kandungan kamu juga sehat 'kan, Nak?" tanyanya dengan penuh sayang.

Winda menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum terhadap wanita yang kini merupakan mertuanya itu. "Alhamdulillah sehat, Ma."

Wanita itu mengangguk, lalu mengajak Winda duduk di sofa. "Kamu duduk dulu, Mama mau bangunin Meisya. Anak itu belum bangun."

"Biar aku aja, Ma yang bangunin Mbak Meisya," sahut Winda cepat sebelum ibu mertuanya berdiri.

"Kamu duduk aja! Istirahat. Nanti kamu malah capek," tolak Listya, ibu mertua Winda.

"Eh, cuma naik tangga ini, Ma. Aku nggak bakal capek. Malah kalau disuruh duduk terus bisa capek," kata Winda sambil terkekeh.

"Ya sudah, kalau kamu mau bangunin Meisya. Kalau gitu Mama ke kamar Alda," kata Listya sambil berlalu.

Winda segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju tangga untuk ke kamar Meisya, adik iparnya. Sampai di depan kamar Meisya, wanita itu mengetuk pintunya sampai tiga kali dan tak mendapatkan sahutan sama sekali, maka Winda menurunkan handel pintu dan membukanya.

Winda menggeleng saat melihat Meisya yang masih bergelung nyaman di kasurnya. Winda berjalan menuju kasur dan mengguncang tubuh adik iparnya.

"Mbak Meisya bangun! Sudah jam sembilan ini," seru Winda yang membuat Meisya menggeliat.

"Apa sih? Ngantuk nih. Hari Minggu itu buat istirahat," sahutnya dengan mata tertutup.

"Udah siang ini, Mbak. Bangun gih!"

Meisya membuka matanya perlahan, lalu mengerjapkan beberapa kali. Wanita itu menatap Winda dengan heran. "Kenapa lo manggil gue dengan Mbak sih, Win? Gue 'kan adik ipar lo!"

"Tapi kamu 'kan lebih tua, Mbak."

Meisya menggeleng protes. "Jangan pake embel-embel Mbak lagi! Panggil Meisya aja!" Winda hanya mengangguk mengiyakan. "Lo ngapain di sini pagi-pagi gini?"

"Ini udah siang. Aku mau jemput Alindra ke sini," jawab Winda.

"Sama Kak Praba?" tanya Meisya antusias.

"Ya menurut kamu?" Winda balik bertanya dengan retoris.

Meisya terkekeh, lalu setelahnya menampilkan senyum menggoda. "Semalam gimana, Win? Kakak gue hebat, 'kan?"

Winda melebarkan matanya. Wajahnya memerah. Wanita hamil itu segera memukul adik iparnya dengan guling di sebelahnya.

"Ngaco banget pertanyaannya."

Meisya terkekeh. "Serius gue elah. Kalian pasti semalaman nggak tidur."

Winda memukul lagi Meisya. "Mbak Meisya, daripada nanya yang aneh-aneh, mending nikah sana!"

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now