Bab 36

6K 425 17
                                    

Siang ini Winda dan Praba sedang menikmati hari libur dan masalah yang mengganjal di pikiran mereka sudah musnah. Beban pikiran mereka jelas sudah sangat berkurang. Mereka semakin terbuka satu sama lain. Rasa canggung yang dulu membelenggu keduanya sudah dihancurkan tanpa bekas.

"Win, nanti kalau anak kita lahir dan udah bisa ditinggal, kita bulan madu ya! Dari nikah kita belum bulan madu soalnya," ujar Praba sambil memainkan rambut panjang Winda yang duduk bersandar di bahunya.

Winda mendengkus. "Ngapain pakai bulan madu segala? Kalau mau liburan, ya ajak anak-anak, Mas."

"Kita butuh waktu berduaan juga, Win," sanggah Praba tak terima. Dia juga ingin seperti pasangan pada umumnya.

"Tapi, bukannya lebih seru kalau ramean ya?" tanya Winda mengutarakan pikirannya.

Menurut Winda, liburan hanya berdua itu tidak seru sama sekali, apalagi mereka meninggalkan anak-anak mereka, pasti akan kepikiran. Benar-benar akan menjadi liburan membosankan dan membuatnya ingin pulang pastinya.

Praba menggeram pelan. Istrinya benar-benar tidak peka sama sekali. Praba ingin suatu saat nanti liburan berdua saja dengan istrinya dan anak-anaknya akan aman bersama orang tua Praba.

Praba menarik napasnya mencoba tenang. "Kamu nanti kalau liburan ingin ke mana?"

Tanpa berpikir, Winda menjawab dengan semangat, "Jogja, Mas. Aku dulu kuliah di sana, rumah orang tuaku deket Jogja juga, jadi ya yang dekat aja biar enak."

Praba semakin lemas mendengar jawaban Winda. Sepertinya wanita satu ini pikirannya tak tertebak sama sekali. Jika Winda ingin liburan ke Yogyakarta, itu bukan liburan atau bulan madu namanya, tapi pulang kampung. Praba benar-benar tak habis pikir. Biasanya orang-orang kalau ditanya mau bulan madu ke mana, jawabannya biasanya Jepang, Korea, Swiss atau minimal Bali, Lombok atau Raja Ampat.

"Kamu nggak ingin ke luar negeri atau ke Bali gitu minimal?" tanya Praba dengan lemah.

Winda mengangguk lalu menggeleng. "Ke Bali aku pernah, Mas, aku lebih suka suasana di Jogja sih. Kalau luar negeri ya pengen, tapi nggak kepikiran dan males ngurus dokumennya."

Winda memang sebenernya suka ke tempat wisata, tapi dia tidak suka perjalanan jauh yang menyita waktu lama. Dia malas saja terkurung lama di dalam mobil atau pesawat, karena dia sebenarnya lebih suka dengan kendaraan roda dua, karena bisa merasa bebas saat mengamati dan menikmati jalanan.

Mungkin Winda terdengar aneh, tapi dia memang begitu. Perjalanan yang jauh dan terlalu lama hanya akan menghasilkan rasa lelah sebelum bisa menikmati tempat wisata.

"Kamu aneh, Win," ucap Praba menyuarakan hatinya.

Winda terkekeh. "Memang. Kamu nikah sama orang aneh."

Praba mengecup rambut Winda. "Tapi aku suka nikah sama orang aneh, kalau itu kamu."

"Gombal ya, Pak?" goda Winda dengan senyum menggoda.

Praba terbahak. Dia tidak niat gombal, tapi memang kata-katanya seperti gombalan belaka. Praba sekarang merasa sangat hidup bersama Winda. Wanita itu sangat berbeda, cara pikirnya sangat sederhana tapi sangat menarik.

"Mau jalan keluar nggak? Apa mau di rumah aja begini?" tanya Praba yang membuat Winda menegakkan tubuhnya.

"Jalan, Mas. Pakai motor, ya!" pinta Winda yang membuat Praba mengerjapkan matanya.

"Aku nggak ada motor dan kamu lagi hamil, Winda," tolak Praba yang mencemaskan keadaan istri dan anak di dalam kandungannya.

Winda mengerucutkan bibirnya. "Nggak ada yang ngelarang orang hamil naik motor, Mas." Wanita itu mendengkus kesal. "Lagi pula, kalau nggak punya motor bisa pinjam yang di rumah orang tua kamu, kayaknya ada deh, Meisya dulu pernah ke kantor naik motor."

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now