Bab 14

5.4K 497 10
                                    

Prabaswara kini sudah berada di rumah setelah kemarin dokter mengizinkannya untuk pulang. Lelaki itu sedang duduk di gazebo belakang rumahnya bersama Winda di sampingnya. Praba sedang sibuk dengan tabletnya dan mengabaikan teh hangat yang sudah mulai mendingin.

"Besok saya berangkat kerja ya, Win," kata Praba mencoba kembali meminta izin pada istrinya yang semakin cerewet itu.

Winda berdecak, "Sudah aku bilang, tunggu hari Senin, Mas!"

"Kasihan anak-anak, Win. Ini lagi sibuk banget soalnya." Praba masih mencoba peruntungan dengan merayu istrinya.

"Kamu nggak kasihan sama diri kamu sendiri kalau sampai sakit lagi?" kata Winda dengan santai. "Kamu itu belum sembuh total, Mas. Kata dokter, kamu harus bedrest sampai beberapa hari. Jangan ngeyel kalau dibilangin!"

Praba hanya bisa menghela napasnya dan bersabar mendengar segala ocehan istrinya. Lelaki itu meraih cangkirnya dan meneguknya hingga tandas. Praba menatap Winda yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu selalu menarik di mata Praba.

"Mas, hari Senin aku dapat panggilan interview." Winda memberikan informasi yang baru saja dia terima melalui surel.

"Perusahaan asuransi ya?" tanya Praba memastikan karena memang dia baru memasukkan CV Winda ke perusahaan asuransi yang satu gedung dengan kantornya.

"Iya, Mas." Winda melirik suaminya. "Aku boleh kerja 'kan, Mas?"

Praba tersenyum. "Senin bareng sama saya aja berangkatnya!"

Winda mengangguk, lalu kembali fokus pada layar ponselnya. Praba meletakkan tabletnya dan merebahkan dirinya, tak lupa, paha Winda harus menjadi korban yang ia jadikan bantal. Winda tersentak, lalu saat menyadari Praba pelaku utamanya, wanita itu kembali merilekskan tubuhnya.

"Enak banget ya pacaran pagi-pagi sampai lupa anak." Suara wanita yang kini berdiri dengan bersandar pada pilar gazebo yang ditempati oleh Winda dan Praba.

Praba tak peduli memilih memeluk Winda sambil menciumi perut buncit wanita itu. Winda hanya bisa meringis dan tak enak pada adik iparnya.

"Alindra nyariin ya?" tanya Winda merasa tak enak.

"Tuh lagi di dalam sama Mama, Papa, Alda, sama ada kakak lo tuh," jawab Meisya sambil mendudukkan dirinya di gazebo.

Winda melebarkan matanya. "Mas Ian sama Mbak Rara?"

Meisya hanya mengangguk sambil meraih apel yang ada di gazebo dan menggigit apelnya dengan santai. Winda segera mendorong kepala Praba untuk menjauh. Praba sempat melayangkan protesnya sebelum menegakkan tubuhnya.

"Kok kamu nggak bilang dulu sih, Meis tadi!" seru Winda yang langsung keluar dari gazebo.

Praba menatap istrinya yang tampak tergesa-gesa dan segera menegurnya, "Hati-hati, Win!"

Winda seolah tak peduli dan berlari tergesa. Praba ingin segera menyusul, tapi Meisya terlebih dahulu mencegahnya. Praba menatap adiknya penuh tanya.

"Kak, udah tahu 'kan, lusa lalu Winda ketemu Arka?" tanya Meisya memastikan. Praba mengangguk. "Terus gimana, Kak?"

Praba menghela napasnya. "Ya nggak gimana-gimana. Mau sampai kapan nyembunyiin ini? Masalah itu ada buat diselesaikan. Hanya butuh waktu dan kepala dingin dan cari solusi terbaik yang disetujui banyak pihak."

Meisya berdecak kesal. Kakaknya ini memang terlalu teoritis, nyatanya praktiknya tidak semudah omongannya. Meisya menaruh apelnya yang tinggal tersisa bagian tengahnya itu.

"Nggak bakal semudah itu, Kak. Pasti Arka bakal ada drama," ucap Meisya gemas.

"Ya itu sudah pasti ada. Itu tergantung bagaimana solusi kita aja. Nggak semuanya itu susah. Nggak perlu dipersulit masalah begini," kata Praba masih dengan raut tenang tak terganggu sama sekali.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now