Bab 4

6.4K 594 13
                                    

Pagi ini Winda sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan. Jelas saja hal itu membuat asisten rumah tangga yang dipekerjakan di rumah itu sempat melarangnya, tapi Winda tetap ingin memasak dan meminta wanita paruh baya itu mengerjakan hal lain.

Winda tak menyadari kehadiran Praba yang kini bersandar di dekat dinding dekat pintu penghubung antara dapur dan ruang makan. Lelaki itu menatap Winda lekat. Seulas senyum terbit di bibirnya. Pemandangan manis di matanya yang tak akan ia lewatkan. Ia menyukai bagaimana tubuh Winda bergerak atau mondar-mandir untuk memasukkan bahan ke dalam masakannya.

Winda menoleh dan membuat Praba menghapus senyumnya. Lelaki itu menaikkan alisnya. "Masak apa?"

Winda mengerjapkan matanya. "Ini sayur sup sama ayam goreng, Mas."

Lelaki itu mengangguk, lalu berjalan mendekat. "Sudah matang?"

"Sudah, ini mau aku siapin ke wadah dulu." Winda menjawab sambil menunjukkan wadah kaca besar yang telah ia siapkan.

Praba mengambil sendok, lalu menyendok kuah sayur sup yang telah Winda masak. Lelaki itu menyuapkan ke dalam mulutnya. Ekspresinya tetap biasa saja tak menunjukkan rasa terkesan atau tersiksa.

"Kurang asin sedikit. Tambahin garam dulu baru disajikan!" katanya yang langsung berlalu ke wastafel untuk meletakkan sendok kotornya.

Lelaki itu keluar dari dapur dan meninggalkan Winda yang menatap sayurnya. Seulas senyum terbit di bibir tipisnya. Hal sekecil itu yang dilakukan Praba lagi-lagi membuatnya terkesan. Dia tahu, Praba pribadi yang hangat, hanya saja lelaki itu tampak menutup diri dari Winda.

Winda segera menambahkan garam ke dalam masakannya dan mencicipinya. Setelah dirasa cukup, wanita itu menyendok supnya dan memindahkan ke wadah kaca besar.

Winda segera membawa sup yang sudah matang ke meja makan. Di sana Praba sudah duduk di kursinya. Winda segera meletakkan mangkuk supnya dan berjalan kembali untuk mengambil ayam goreng. Setelah semua terhidang di meja, Winda memilih berjalan ke salah satu kamar yang ada di lantai satu.

Wanita itu mengetuk pintu kamar tersebut sebelum membukanya. Senyum Winda terkembang. Alindra memang gadis yang mandiri. Diusianya yang menginjak delapan tahun, gadis itu sudah bisa menyiapkan segala keperluan untuk sekolah. Gadis itu sudah siap dengan seragamnya.

Winda berjalan mendekat dan duduk di samping Alindra. "Rambutnya mau Mama ikat?"

Gadis itu menatap Winda dengan binar matanya. "Ma Win bisa?"

Winda tersenyum lebar. "Sini Mama ikatkan."

Alindra menurut. Winda meraih sisir dan ikat rambut di meja Alindra. Wanita itu dengan telaten menyisiri rambut lurus dan panjang milik Alindra. Winda merasa bahagia. Dia tidak menyangka menjadi ibu akan semenyenangkan ini. Dia sungguh menyukai hal baru ini.

Winda menyelesaikan ikatan pada rambut Alindra. Wanita itu tersenyum puas, lalu mengecup puncak kepala Alindra dengan sayang.

"Sudah selesai. Ayo kita makan!" ajak Winda sambil menuntun lembut tangan Alindra.

Sampai di meja Alindra langsung menghampiri Praba. Praba tersenyum, lalu mengusap rambut Alindra.

"Siapa yang ngikatin rambutnya, Lin?" tanya Praba saat menyadari rambut Alindra terikat rapi menjadi satu.

"Ma Win, Pa. Bagus ya, Pa? Alindra suka sama Ma Win," ujar gadis itu dengan riang.

Praba melemparkan senyum pada Winda sebelum mengecup puncak kepala Alindra. Alindra kini sudah bisa menerima Winda. Praba merasa lega, Alindra tak lagi kesepian.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now