Bab 22

5.3K 487 14
                                    

Hubungan suami istri yang awalnya sedikit tertutup satu sama lain, perlahan mulai terbuka, meski belum bisa benar-benar terbuka semuanya. Semua berjalan dengan baik. Berangkat kerja mereka selalu bersama, sesekali jika tak sibuk, Winda dan Praba akan pulang bersama. Weekend seperti saat ini mereka habiskan dengan quality time.

Sabtu pagi ini Winda, Praba dan Alindra berada di dapur. Mereka memasak bersama.  Prabaswara membantu menggoreng ikan sedangkan Winda dan Alindra sibuk memotong sayur dan menyiapkan bumbu untuk sayur.

"Saya sering masak, tapi ini beneran kalau masak ikan minyaknya heboh begini, Ma?" tanya Praba yang menjauhkan badannya dari penggorengan karena takut terkena minyak panas.

Winda terkekeh. "Biasa itu. Nggak pa-pa kok."

"Saya pernah goreng ayam dan telur nggak gini!" seru Praba tak terima dan melemparkan spatula penggorengannya ke sembarang arah karena tangannya terciprat minyak panas.

Winda dan Alindra kompak tertawa melihat lelaki dewasa itu seperti berperang. Winda berdiri dari duduknya dan mengambil alih pekerjaan suaminya.

"Sini biar aku aja yang balik ikannya!" kata Winda yang berdiri di dekat kompor.

Wanita hamil itu membalik ikannya dengan cepat tanpa takut-takut seperti Praba tadi. Setelah berhasil membalik ikannya, wanita itu menatap Praba dan tersenyum.

"Tuh, nggak pa-pa 'kan, Pa?"

Wanita itu kembali duduk dan memotong sayurnya. Praba meringis menatap tangannya yang sempat terkena cipratan minya.

"Tapi tangan saya sakit, Ma," kata Praba sambil mengipas-ngipasi tangannya.

Winda menatap suaminya sejenak, lalu kembali berdiri dan melihat tangan Praba. "Diamkan di air mengalir selama dua puluh menit, Pa. Nanti aku kasih salep." kata Winda yang segera dituruti lelaki itu. "Alindra, itu sudah 'kan sayang? Sini kasih ke Mama!"

Alindra berdiri dan menyerahkan wadah berisi sayuran yang sudah dicuci dan dipotong. "Ini, Ma Win. Papa sakit ya tangannya?"

Winda mengangguk. "Nanti kita obati ya!"

Alindra mengangguk senang. Winda terkekeh lalu kembali melihat ikan yang sedang ia goreng dan mengangkatnya karena memang sudah matang. Wanit itu kini menyalakan kompornya dan menumis sayur yang sudah mereka potong-potong tadi.

Setelah sayuran matang dengan rasa yang dia rasa cukup pas, wanita itu mematikan kompor dan menyusul suami dan anaknya yang tadi memang lebih dulu pergi ke ruang keluarga saat dirinya menumis.

Winda yang berpapasan dengan Bi Tami segera berpesan agar menyiapkan makanan di meja makan. Setelah berpesan, Winda menghampiri Praba dan Alindra yang tampak mengobrol. Alindra sedang mengamati tangan papanya sambil sesekali meniup dan bertanya. Praba hanya meringis yang dibuat-buat kadang juga mengaduh kesakitan padahal ia yakin itu tak terlalu sakit.

Winda bergabung dengan mereka setelah mengambil salep khusus luka bakar. Wanita itu duduk di samping Alindra dan ikut mengamati luka bakal di tangan suaminya.

"Tadi udah Alin obatin belum?" tanya Winda pada sang anak.

Alin mengangguk. "Tadi Alin tiup-tiup, Ma Win."

Winda terkekeh lalu mengacak rambut Alindra. "Siniin tangan papanya! Mama kasih salep biar cepet sembuh melepuhnya."

"Kata Papa tadi itu dicium bakal sembuh katanya," ucap Alindra dengan polos.

Winda menatap tajam suaminya. "Nggak dong, Sayang. Kalau luka bakar begini harus diobati pakai salep."

"Tapi bener, Ma. Ini bakal sembuh kalau dicium." Praba menunjukkan tangannya di depan wajah Winda.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now