Bab 6

6.2K 526 18
                                    

Akhir pekan pagi ini Winda dan Praba berencana untuk mengambil barang Winda yang masih tertinggal di apartemen kakak perempuan itu. Mereka sudah siap saat Alda, adik bungsu Praba datang untuk menjemput Alindra. Wanita yang masih kuliah semester akhir itu memang berjanji mengajak ponakannya jalan-jalan.

"Titip Alindra ya, Da! Ini beneran nggak ngerepotin kamu, 'kan?" tanya Winda memastikan.

Alda terkekeh. "Kak, aku udah janjiin Alin sejak lama buat jalan-jalan, baru kesampaian sekarang. Nggak bakal ngerepotin, orang aku yang ngajak." Alda menatap keponakannya, lalu mencubit pipi tembam yabg membuat sang empunya menjerit kesakitan. "Kak Winda sama Kak Praba puas-puasin aja hari ini buat pacaran. Kalian kayaknya belum pernah berduaan gitu."

Praba menatap adiknya tajam. "Jangan mengada-ada!"

"Kak Praba nggak seru. Kasian Kak Winda dapat suami tua yang nggak gaul gini," ucap Alda dengan wajah tampak mengasihani Winda. "Kak Winda yang sabar ya! Orang tua gitu memang nggak seru, Kak."

Winda tersenyum. "Aku sama Mas Praba cuma mau ambil barang kok, Da. Nggak ada rencana buat jalan-jalan. Lagian aku juga nggak terlalu suka jalan-jalan."

"Tuh dengerin kata kakak kamu!" ucap Praba dengan santai. Dia tak merasa terusik sedikitpun.

Alda melebarkan matanya. Gadis itu merasa kesal dengan kakaknya. "Kak Praba memang nggak peka. Itu Kak Winda lagi ngodein pengen jalan-jalan. Wanita itu lain di hati lain di mulut. Kak Praba harus tahu itu!"

Winda segera menggeleng. "Enggak. Aku beneran nggak pengen jalan-jalan kok."

"Kak Winda. Kakak tuh perlu pacaran sama lelaki tua ini. Ajarin yang seru-seru biar nggak terlalu kaku dan membosankan!" ucap Alda yang seperti menasihati kakak iparnya yang jarak usianya hanya berbeda dua tahun dari dirinya. "Ya udah, aku sama Alindra duluan ya, Kak. Ingat, Kak Praba, ajak Kak Winda jalan-jalan biar nggak stres di rumah terus!" Setelah berbicara seperti itu, Alda langsung mengajak Alindra keluar.

Kini di ruangan itu hanya tinggal Winda dan Praba dengan pikiran masing-masing. Praba memperhatikan Winda dengan seksama. Lelaki itu terus memikirkan ucapan adiknya.

"Mas, jadi nggak?" tanya Winda saat merasa tak ada tanda-tanda Prabaswara beranjak.

"Iya. Ayo berangkat sekarang!" ucap Praba yang langsung berjalan menuju garasi.

Winda mengembuskan napasnya dan mengikuti langkah suaminya dari belakang. Mereka berjalan menuju ke mobil Praba. Keduanya masuk ke dalam mobil. Selama perjalan menuju apartemen, keduanya tak ada yang buka suara. Mereka saling mendiamkan, hanya bising suara mesin dan juga suara penyiar radio yang memenuhi SUV hitam itu.

Praba mematikan mesin mobilnya saat mereka sampai di parkiran apartemen. Lelaki itu menatap Winda sejenak.

"Saya mau beli kopi sebentar, kamu tunggu saya di lobi aja, Win!"

Winda mengangguk mengiyakan. Setelah itu, wanita itu segera keluar dari mobil dan berjalan menuju lobi.

Winda memelankan langkahnya saat netranya menangkap seorang lelaki duduk di bangku lobi apartemennya dengan tatapan lurus ke arahnya. Winda mengembuskan napasnya, ia harus menghadapi lelaki itu. Dia sudah memilih jalan yang tepat, ia akan menunjukkan dia bisa hidup bahagia tanpa lelaki itu.

Winda menghampiri lelaki yang masih terus menatapnya itu. Wanita itu tersenyum lebar dan menyapa, "Mas Arka apa kabar? Sedang nunggu Mbak Syaline?"

Arka terpaku. Ini nyata, ada Winda di hadapannya. "Kabar buruk, Win. Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Syaline."

Winda sudah mendengar cerita tentang Arka yang gagal melamar Syaline dari Meisya. Meisya memang sering mengajaknya bergosip tentang kantor yang membuat Winda rindu dengan kantor tempatnya bekerja dulu.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang