Bab 2

6.9K 632 9
                                    

Winda menunduk diam di atas sofa. Dia kini sudah menempati rumah Praba. Mereka sudah menikah, setelah satu bulan pengakuan kehamilannya di hadapan Argiantara, kakaknya. Winda kini hanya terduduk pasrah di hadapan sang kakak yang hari ini sengaja mengantarnya pindah ke rumah baru milik suaminya.

"Mas nggak pernah marah ke kamu. Mas hanya kecewa pada diri Mas sendiri karena nggak bisa jaga adik satu-satunya. Bapak sudah nitipin kamu ke Mas selama di Jakarta, tapi Mas malah nggak bisa ngawasin kamu hingga kejadian seperti ini terjadi." Suara dari Argiantara membuat Winda memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk.

Winda menatap sang kakak yang tampak lelah. "Mas Ian nggak salah, Winda yang salah. Harusnya Winda bisa jaga diri dan nggak terjerumus seperti ini."

Lelaki itu tersenyum. "Tapi setidaknya Mas bersyukur, Win. Prabaswara yang menjadi suami kamu. Dia sangat bertanggungjawab. Dia sosok luar biasa, Mas kagum  dan menghormati dia, walau status dia adik ipar, Mas, tapi dia jelas lebih tua dan kedudukan dia patut untuk dihormati." Lelaki itu terdiam sejenak. "Seandainya lelaki itu bukan Prabaswara, entah, apakah Mas akan melepaskan kamu atau enggak? Kamu terlalu berharga untuk dilepaskan pada lelaki liar di luaran sana. Prabaswara jelas memiliki semua kriteria baik dan Mas awalnya tidak menyangka dia bisa berbuat hal itu pada kamu."

Winda termenung. Nyatanya, Prabaswara tak pernah melakukan itu. Prabaswara tak pernah membuatnya hamil. Apakah jika lelaki itu Arka, kakaknya tak akan mengizinkan? Apa jadinya jika kakaknya tahu kalau dalam kandungannya ini bukan anak dari Prabaswara dan lelaki yang membuatnya hamil entah berada di mana sekarang?

"Kamu sekarang sudah memiliki orang yang akan menjaga kamu, Win. Hormati dia! Kamu harus bahagia. Cintai anak kalian! Anak suamimu juga! Jangan anggap dia anak orang lain! Dia anak kamu, meski bukan terlahir dari rahim kamu," nasehat Argiantara sebelum bergegas pamit meninggalkan Winda yang hanya bisa mengangguk dan memaksakan senyumnya.

Winda hanya bisa duduk terdiam. Pikiran entah lari ke mana. Semua masalah bergumul jadi satu di kepalanya. Winda tak menyadari keberadaan lelaki yang kini duduk di sampingnya.

Lelaki itu berdehem yang membuat Winda menolehkan kepalanya. "Kamu istirahat aja dulu. Dari tadi kamu belum istirahat, 'kan?"

Winda tersenyum. "Sejak kapan Mas Praba di sini?"

"Sejak kamu melamun setelah kakakmu pulang," jawabnya dengan santai. "Apa yang kamu pikirkan?"

Winda menggeleng. "Nggak ada." Winda mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Alindra benar-benar menginap di rumah Mama, Mas?"

"Iya. Sekarang kamu istirahat ya! Sedari tadi kamu nggak istirahat, Win. Kasihan kandungan kamu," ujarnya dengan lembut. "Ayo saya antar kamu ke kamar kamu!"

Praba bangkit dari duduknya dan diikuti oleh Winda. Lelaki itu melangkah ke sebuah kamar yang berada di lantai satu. Praba membuka pintunya dan mempersilakan Winda untuk masuk, sedang lelaki itu memilih berdiri di ambang pintu.

"Kamu mandi dulu kalau mau, terus istirahat!" katanya lagi yang dibalas senyum lembut oleh Winda.

"Makasih, Mas," ucap Winda dengan pelan dan tulus.

Lelaki itu mengangguk lalu menutup pintu kamar Winda sebelum melenggang pergi. Winda menatap pintu kamarnya dengan ssnyuman. Lelaki itu sangat baik, lelaki itu memperlakukannya dengan baik.

Winda mengamati kamar yang akan ia tempati. Kamar itu cukup luas. Kamar itu didominasi warna putih dan coklat, gayanya cukum minimalis, tapi tetap terkesan aura elegan dengan perabotannya. Winda yakin ini merupakan kamar utama. Winda berjalan menuju pintu yang ia yakini di dalamnya terdapat walk in closet untuk mengambil bajunya.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now