Bab 30

6.1K 467 18
                                    

Winda masih berada di pelukan sang kakak. Dia meluruhkan kesedihan dan rasa sesalnya. Prabaswara membiarkan saja istrinya menenangkan diri di pelukan sang kakak. Kedua orang itu perlu berdamai. Perlu saling mengungkapkan rasa sayang dan kecewanya.

Argi mengusap kepala sang adik dengan sayang. "Maafin Mas ya, Win!"

Winda mendongak. "Kenapa Mas Ian minta maaf? Mas Ian nggak salah. Aku yang salah. Nggak seharusnya aku berbuat sejauh itu, Mas. Maaf buat Mas Ian, Mas Bima, Bapak, dan Ibu kecewa. Winda nggak bisa menjaga kepercayaan kalian."

Argi menggeleng. Lelaki itu menangis. Ini pertama kalinya lelaki itu mengeluarkan air mata di hadapan sang adik. Sebagai seorang kakak, saat adiknya berbuat salah, kekecewaan terbesarnya pada diri sendiri, karena ia merasa gagal menjaga sang adik. Ia merasa gagal melindungi sang adik. Ia merasa gagal dalam mengarahkan ke mana yang baik dan buruk.

"Mas yang salah, Win. Aku nggak bisa jagain kamu. Mas malah percaya sama lelaki berengsek itu. Seharusnya, Mas nggak percayain kamu ke dia. Mas nggak pernah marah ke kamu. Mas lebih kecewa ke diri sendiri yang nggak bisa ngawasin kamu," ucap Argi dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah.

Winda semakin terisak. Dia yang bersalah, bukan kakaknya. Kakaknya sudah menjaganya dengan baik. Dia saja yang tidak bisa jaga diri dan terlena dengan cinta.

"Mas Ian nggak salah sama sekali. Mas Ian udah jaga aku dengan baik. Mas Ian jadi pelindung aku. Aku yang membuat salah. Aku yang dibutakan cinta. Aku yang nggak mikirin kalian. Aku yang udah buat kalian kecewa. Harusnya aku bisa jaga diri, mencegah kejadian itu. Mas Ian dan yang lainnya nggak salah. Kalian orang-orang hebat di hidup aku. Aku saja yang lemah dan merusak semua. Aku yang bodoh, Mas. Jadi, Mas Ian nggak boleh nyalahin diri sendiri!" kata Winda sambil menangis.

Keduanya merasakan sesak di dadanya. Mereka sama-sama menyalahkan diri sendiri. Mendengar ungkapan dari kedua orang itu, membuat Praba tersenyum. Dia paham perasaan Argi dan Winda.

Kedua orang itu menumpahkan tangis dengan peluk. Meluruhkan dan mengungkapkan apa yang mengerak dalam hati mereka. Meluapkan kekecewaan dengan kata dan air mata.

"Maafin Winda, Mas. Belum bisa buat kalian bangga. Winda malah buat kekecewaan buat kalian," ucap Winda dengan tulus. "Makasih buat, Mas Ian juga yang selalu jaga Winda, yang selalu percaya Winda."

Argi menggeleng. "Mas juga minta maaf. Kamu nggak salah. Mas selalu sayang kamu, sebesar apapun kesalahan dan rasa kecewa Mas, itu nggak bisa nutupin rasa sayang Mas buat kamu, Win." Lelaki itu menghela napasnya, lalu mengecup puncak kepala Winda. "Mas akan selalu dukung kamu, pilihan kamu. Saat kamu hancur dan sedih, Mas akan ada di belakang kamu. Mas akan jadi penyokong kamu. Tangan Mas selalu terulur buat mendekap kamu dan melindungi kamu, Win."

Setelah saling berdamai dan memaafkan. Mereka tetap memeluk dengan tangis. Praba dengan sabar menunggu tangis mereka reda dan menyadari keberadaan mereka.

Setelah cukup tenang, mereka melepaskan pelukannya. Argi bangkit menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Praba mendekati Winda dan merangkul dang istri.

"Bukan cuma kakak kamu, aku akan ada di samping kamu, menjaga kamu dengan sekuat tenaga." Praba berucap yang dijawab anggukan oleh Winda. "Kamu punya aku buat bersandar, Win."

Winda tersenyum, lalu mengecup pipi Praba. Praba terkekeh dan membalas mencium kening Winda dengan sayang. Lelaki itu kemudian menundukkan kepalanya dan mencium perut Winda cukup lama, sampai suara deheman keras dan tarikan di bahunya membuatnya kembali menegakkan tubuh.

Praba menghela napasnya kasar saat melihat Argi sang pelaku kini menatapnya tajam. "Nggak usah cari kesempatan!"

Praba kembali merangkul Winda seolah tak peduli dengan Argiantara. "Cari kesempatan ke istri sendiri kayknya nggak ada yang salah."

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Where stories live. Discover now