LIMA BELAS

3.6K 177 19
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Narulita bersiap-siap untuk segera berangkat bekerja, sementara Ade bersiap-siap pergi ke sekolah.

Ade tadi malam menginginkan diantar oleh Narulita, tentu Narulita harus menuruti kemauan Ade. Ia tidak ingin adiknya itu kecewa dan sedih karena kemauannya tidak dituruti. Lagian baru kali ini ia akan mengantar Ade sekolah. Sebelum-sebelumnya Ade berangkat sekolah bersama temannya.

Narulita keluar dari kamar setelah menyiapkan baju ganti untuk bekerja, karena mulai sekarang ia sudah mulai bekerja dari jam delapan pagi sampai jam sepuluh malam. Berpapasan dengan Ade yang juga keluar kamar sambil membawa tas sekolah.

"Kak, ayo berangkat!" ucap Ade senang. Tidak sabar ingin segera naik motor kakaknya.

Narulita berhenti, melihat ke arah jam dinding. "Masih jam enam pagi."

Ade mendengus sebal. "Ya kalau masih jam enam, emang kenapa Kak?" tanya Ade dengan nada tinggi.

"Biasanya kamu kan berangkat jam setengah tujuh. Tumben sekarang mau berangkat jam enam. Hahah," ucap Narulita diakhiri tertawa singkat.

Ade sebal lalu bersedekap tangan di dada. "Ih Kakak. Ayolah berangkat sekarang! Bikin emosi aja sih!"

Dari kelakuan adiknya, Narulita dapat menebak bahwa adiknya itu sudah tidak sabar ingin naik motornya. "Heleh, pasti kamu gak sabar pengen naik motor Kakak ya? Jujur deh!"

Ade bungkam mendengar ucapan kakaknya yang memang benar, tidak salah. "Iya Kak, aku gak sabar pengin naik motor Kakak loh," ucap Ade jujur. Percuma saja dia berbohong kalau kakaknya saja sudah tahu keinginannya.

"Hahah, benar kan dugaan ku. Ayo deh berangkat!" ucap Narulita, lalu berjalan ke depan. Ade mengikutinya di belakang sambil ngedumel tidak jelas.

Setelah Ade keluar, Narulita pun mengunci pintu rumahnya. Lalu berjalan mendekati motornya. Sebelum ia naik motor, Ade berucap, "Kak, uang sakuku mana?" Untung Ade mengingatkan kakaknya tentang uang sakunya. Kakaknya itu kadang lupa memberikan uang saku kepadanya.

Narulita mengeluarkan dompetnya lalu mengambil uang dua puluh ribuan, diberikannya kepada Ade. "Ini uang sakunya," ucapnya.

Ade menerima uang itu lalu dimasukkan ke saku baju seragamnya. "Terimakasih Kak, hehe..."

"Iya. Oh iya Dek, kamu kan sekarang belum sarapan, nanti di kantin kamu beli makanan ya?" ucap Narulita.

Ade mengangguk cepat. "Iya Kak."

Lalu Narulita naik ke motornya, berlanjut Ade naik ke boncengan motornya. Setelah itu Narulita pun melajukan motornya keluar pelataran rumah, menuju ke jalan raya.

Narulita ingin membeli helm, karena helm itu penting demi keselamatan saat berkendara dan tentunya untuk menghindari tilang polisi.

"Dek, kita beli helm dulu ya?" tanya Narulita. Ade menjawab, "Iya Kak."

Narulita mencari keberadaan penjual helm yang biasanya ada di tepi-tepi jalan raya. Tujuan menjual helm di pinggir jalan raya atau di trotoar adalah untuk mempermudah orang-orang yang ingin membeli helm, tanpa perlu susah-susah mencari di toko. Cukup lama, akhirnya ia menemukan keberadaan penjual helm. Di seberang jalan sana, ada penjual helm yang duduk santai-santai di trotoar karena sepi pembeli. Mungkin pembeli pertama penjual helm itu adalah Narulita.

Narulita menghentikan motornya tepat di pinggir trotoar, di depan penjual helm tersebut. Penjual helm atau pria itu yang sedang duduk, mendongak dan mendapati Narulita yang duduk di atas motor. Ade tersenyum saat pria itu beralih menatapnya. Cepat-cepat pria itu berdiri.

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Where stories live. Discover now