EMPAT PULUH DUA

2.1K 95 0
                                    

Setelah satu jam melakukan perjalan dari rumah, akhirnya Pak Dodik, Sultan, Santoso, dan Totok sudah sampai di depan sebuah kantor. Terlihat dari dalam mobil, terdapat banyak orang yang keluar-masuk ke toko berlian milik Sultan.

Sultan tersenyum mengamati toko berliannya yang ramai pembeli. Ia sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan atas rezeki yang sudah diberikan untuknya. Itu juga karena dia sering berdoa—setelah salat—kepada Tuhan, supaya diberikan kelancaran rezeki.

Pak Dodik mematikan mesin mobilnya, lalu berbicara, "Sudah sampai, Tuan!"

Sultan hanya mengangguk. Tangannya bergerak membuka pintu mobil, kemudian pria itu keluar, lalu menutup pintu mobilnya. Santoso dan Totok menyusul keluar dari mobil.

"Pak. Bapak tunggu di mobil atau di dalam kantor saya?" tanya Sultan kepada Pak Dodik yang masih di dalam mobil, enggan untuk keluar.

Pak Dodik mengangguk sambil menjawab, "Saya di dalam mobil saja, Tuan."

Sultan mengangguk merespons ucapan Pak Dodik, lalu bertanya kepada Santoso dan Totok yang kini sudah ada di sampingnya. "Kalian berdua, ikut saya ke dalam kantor atau tunggu di luar kantor?"

Santoso menatap Totok, seolah meminta jawaban. Akhirnya Totok yang menjawab, "Tunggu di luar kantor saja, Bos. Saya enggak enak kalau masuk kantor, takut ganggu karyawan yang lagi kerja."

Sultan menjawab, "Oh tenang. Semua karyawan saya kerja di toko. Jadi mungkin, di dalam kantor masih sepi."

"Iya, Bos. Tapi saya ingin di luar kantor saja," ucap Totok tetap kukuh ingin menunggu Sultan di luar kantor. Sekalian berjaga-jaga di luar kantor.

"Iya sudah. Terserah, kalian. Ayo!" ucap Sultan kemudian melangkah ke depan kantornya. Di sebelah kantornya ada bangunan tokonya yang ramai dikunjungi pembeli. Bangunan Toko berliannya dan kantornya digabung menjadi satu, tapi berbeda ruangan.

Santoso dan Totok mengikuti langkah tuannya sampai di depan pintu. Sultan menghentikan langkahnya saat mengetahui karyawannya yang bertugas sebagai satpam itu sedang duduk di kursi sambil mengipas-ngipaskan topi di depan wajahnya. Tampaknya satpam itu kelelahan, terlihat sedikit keringat yang menetes melewati pipinya.

Satpam bernama Tono itu tidak sengaja melihat keberadaan Sultan di depan pintu kantor. "Eh, itu kan Bos Sultan," ucap Tono dengan suara lirih, sambil menyipitkan mata untuk memastikan bahwa yang dilihatnya sekarang adalah benar-benar bos besarnya.

Sultan mendekati Tono. Sebelum bos besarnya itu mendekat, Tono kembali memakai topinya lalu cepat-cepat berdiri. Ia tidak mau bos besarnya itu marah karena mengetahuinya duduk bersantai-santai di kursi. Tono semakin berkeringat ketika Sultan mendekatinya.

"Tono," panggil Sultan.

Tono gelagapan, lalu cepat-cepat menoleh ke arah bos besarnya itu. "I–iya a-ada apa Bos?" tanya Tono sedikit terbata-bata dan begitu gugup.

"Kamu sepertinya kelelahan. Keringat kamu keluarnya banyak sekali," ucap Sultan sambil meneliti wajah Tono yang mengeluarkan banyak keringat.

Tono menjawab masih dengan ekspresi wajah gugup. "E-enggak, Bos, saya enggak kelelahan. Cuaca lagi panas, jadi saya ngeluarin banyak keringat. I-iya begitu, Bos."

Sultan terkikik karena tingkah laku Tono. Kemudian pria itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari dalam dompetnya. Ia tidak tega melihat Tono kelelahan dan kepanasan seperti itu. "Ini ada uang untuk kamu, buat beli minuman."

Tono ingin menolak. Tidak perlu bos besarnya itu memberinya uang. Karena dia sudah mempunyai uang sendiri. Ia merilekskan pikirannya, lalu menjawab dengan tenang, "Enggak usah, Bos. Saya sudah bawa uang sendiri."

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Where stories live. Discover now