EMPAT PULUH SATU

2.4K 98 15
                                    

Sultan dan Narulita sudah sampai ke tempat tujuan. Sultan mengerem laju mobilnya secara perlahan-lahan sampai berhenti tepat di depan restoran Pak Hartono. Dari dalam mobil, Sultan dan Narulita dapat melihat restoran itu cukup ramai dikunjungi banyak pembeli. Hujan yang tadinya deras perlahan-lahan mereda, sekarang berganti gerimis.

"Kayaknya hujannya mau berhenti," ucap Sultan lirih sambil sedikit menjulurkan tangan kanannya ke luar kaca mobil, untuk memastikan bahwa hujan mulai berhenti. Setelah itu Sultan memasukkan kembali tangannya ke dalam mobil. Ia mengusap-usap tangannya, membersihkannya dari air hujan.

"Iya udah, Mas. Aku mau keluar," kata Narulita bersiap membuka pintu mobil di sebelahnya. Namun niatnya itu urung saat mengetahui Sultan akan berbicara.

"Tunggu dulu!" Sultan mencegah Narulita keluar mobil.

"Kenapa Mas?" tanya Narulita sambil sedikit mengerutkan kening karena bingung.

"Sebentar." Sultan mengeluarkan dompetnya yang tebal dari dalam saku celananya lalu mengambil uang dua ratus ribu. Uang itu ia berikan kepada kekasihnya. "Ini ada sedikit uang buat kamu."

Narulita menolak karena ia tidak membutuhkan uang. Dia sudah membawa uang sendiri. Sultan tidak perlu memberinya uang. "Enggak usah, Mas. Aku udah bawa uang, kok."

Sultan tersenyum tipis, lalu memegang tangan kanan kekasihnya. Ia menaruh uang itu di telapak tangan Narulita. "Enggak apa-apa, sayang. Ini, buat kamu. Terima dong," ucapnya kalem.

Narulita ingin menolak, tapi rasanya tidak enak hati apabila ia menolak pemberian Sultan. Kalau pun ini rezeki, itu tidak boleh ditolak. Akhirnya ia menerima uang itu dengan senang hati. "Terimakasih, Mas." Ia kemudian menyimpan uang itu ke dalam saku bajunya.

Sultan mengulas senyum tipis. Tangan kekarnya mengusap-usap puncak kepala Narulita dengan gerakan pelan. "Nah gitu, diterima." Ia menghentikan ucapannya sebentar lalu kembali berkata, "Ingat! Rezeki enggak boleh ditolak." Sultan berhenti mengusap di puncak kepala kekasihnya lalu menjauhkan tangannya.

Jujur! Narulita langsung merasa malu karena perlakuan Sultan barusan. Ia menundukkan kepalanya untuk menutupi pipinya yang merona merah. Sultan hanya terkikik menyadari bahwa kekasihnya itu salah tingkah.

"Iya Mas. Terimakasih," ucap Narulita lalu kembali menatap wajah Sultan.

"Iya, sama-sama," jawab Sultan diakhiri senyuman tipis.

"Mas, aku mau keluar," kata Narulita tidak santai. Ia harus cepat-cepat masuk ke restoran dan mulai bekerja. Tidak boleh menunda-nunda waktu kerja yang seharusnya sudah dimulai dari pukul delapan tadi. Sekarang saja sudah jam setengah sembilan. Narulita telat bekerja, terhitung setengah jam.

Sultan berkata, "Iya. Kalau sudah pulang, kamu telpon aku ya! Nanti aku jemput."

Narulita menjawab, "Iya Mas. Aku pamit. Assalamualaikum." Setelah itu Narulita membuka pintu mobil, kemudian keluar. Tidak lupa menutup pintu mobilnya. Setelah itu Narulita melangkahkan kakinya menuju ke dalam restoran.

"Waalaikumsalam." Sultan di dalam mobil mengamati kekasihnya yang berjalan memasuki restoran. Perlahan-lahan ia tersenyum lebar, lalu berkata dengan suara lirih, "Kamu wanita yang benar-benar kuat, tidak pernah mengeluh, tidak pernah putus asa. Kamu mau bekerja demi membiayai sekolah Adik kamu dan mencukupi kebutuhan kamu sendiri, tanpa mau bergantung pada orang lain. Aku sungguh bersyukur dan beruntung mempunyai kekasih seperti kamu, Nur."

Sultan memuji kekasihnya yang memang giat bekerja dan tidak ingin bergantung pada orang lain. Ia sangat bersyukur dan merasa beruntung bisa memilih wanita yang tepat untuk dijadikan kekasihnya.

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang