DUA PULUH TUJUH

2.9K 150 12
                                    

Ade terkejut sekaligus kurang percaya setelah pria di seberang telepon mengatakan bahwa kakaknya saat ini ada di rumah sakit. Dugaannya ternyata benar, kakaknya terkena musibah.

"Apa Kakak saya baik-baik saja di rumah sakit, Pak?" tanya Ade dengan nada bergetar dan hampir ingin menangis.

Sultan di seberang telepon diam sebentar lalu menjawab, "Nanti saja saya jelaskan. Tolong Anda datang ke rumah sakit, sekarang. Alamat rumah sakitnya di Jalan Wilis, nomer seratus sebelas. Oh ya saya hampir lupa, nama rumah sakitnya, Rumah Sakit Melati." Sultan tidak ingin menjelaskan kepada Ade bahwa keadaan Narulita sedang tidak baik-baik saja. Biarlah Ade tahu sendiri, jika dijelaskan langsung, nanti Ade malah semakin shock dan panik.

"Iya Pak. Saya akan datang ke sana," jawab Ade lirih dan sedikit terisak.

"Ya sudah, saya matikan telponnya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Pak." Ade mematikan teleponnya lalu berjalan mendekati Desi yang sedang duduk di sofa, menonton televisi.

Ade duduk di sofa, dekat Desi. Ia terdiam lama memikirkan kakaknya yang ada di rumah sakit. Ternyata dugaannya tadi benar, kakaknya terkena musibah dan sekarang ada di rumah sakit. Ade sangat sedih dan khawatir. Ia menangis sambil berkata, "Kak hiks. Dugaan hiks, hiks, kita bener. Kak Narulita hiks, hiks ... kena musibah. Sekarang, dia ... hiks, hiks, hiks ... ada di rumah sakit."

Desi terkejut karena Ade mendadak menangis di dekatnya. "Kakakmu di rumah sakit? Yang benar saja?"

"Iya, Kak ... hiks, Tadi, hiks, hiks, ada yang nelpon aku, hiks, hiks. Katanya, Kak Narulita di rumah sakit," jawab Ade masih menangis dengan suara tersedu-sedu.

"Iya, sekarang kita ke sana. Rumah sakit mana?" ucap Desi lalu mengambil remote dan mematikan televisi. 

"Rumah Sakit Melati, jalan Wilis nomer seratus sebelas, Kak." Ade mengusap air matanya yang mengering di pipinya. Ia tidak lagi menangis.

"Ya udah, kamu ambil jaket sama helm. Aku tunggu di luar." Setelah berkata Desi langsung berjalan keluar rumah. Sementara Ade berjalan ke kamarnya untuk mengambil jaket. Ia tidak punya helm, jadi terpaksa tidak membawa helm. Ade berjalan keluar kamar dengan langkah cepat sambil memakai jaketnya, tidak lupa juga membawa kunci rumah.

Ade keluar lalu mengunci pintu rumahnya. Kemudian berjalan mendekati Desi yang sudah naik motor. Ade langsung menaiki jok belakang motor.

Desi bertanya, "Mana helm kamu?"

Ade menjawab, "Aku enggak punya helm Kak. Yang punya helm cuma Kak Narulita."

Desi mengembuskan napas kasar lalu memakai helmnya. Setelah itu, ia menjalankan motornya keluar pelataran rumah. Desi harus cepat-cepat sampai ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Narulita. Ade dan Desi sangat khawatir terhadap Narulita.

...o0o...

Satu jam kemudian dan sekarang sudah menunjukkan pukul empat pagi, akhirnya Desi dan Ade sudah sampai di Rumah Sakit Melati. Desi memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir paling depan, kebetulan tempat parkir paling depan masih kosong. Setelah itu Ade turun, berlanjut Desi.

Mereka berdua berjalan sedikit cepat memasuki rumah sakit. Sampai di dalam rumah sakit, Desi mengajak Ade untuk bertanya kepada resepsionis rumah sakit yang ada di ruangan kerjanya. Ruangan kerja resepsionis ada di bagian paling depan, hal itu untuk mempermudah orang-orang atau pasien yang ingin bertanya dan berobat.

"Mbak, Mbak!" Desi terburu-buru memanggil resepsionis wanita itu.

Wanita itu tersenyum lalu berkata, "Iya ada yang bisa saya bantu?"

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Where stories live. Discover now