TIGA PULUH TIGA

2.5K 110 7
                                    

Sekarang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sehabis salat Isya, Sultan, Santoso, dan Totok memutuskan untuk bersantai sambil mengobrol di balkon lantai tiga sembari menikmati pemandangan malam yang menyuguhkan kelap-kelip lampu perkotaan dan kelap-kelip bintang yang menggantung di langit. Malam ini tidak ada bulan, hanya ada bintang dan awan gelap.

Sultan, Santoso, dan Totok duduk melingkar, saling berhadap-hadapan. Di tengah-tengah mereka terdapat meja kayu berbentuk bundar dan berukuran besar. Di meja itu telah tersedia kopi hangat, sangat cocok diminum saat malam hari yang dingin seperti ini. Tidak lupa juga ada camilan sebagai pelengkapnya.

Mereka membicarakan tentang toko berlian milik Sultan yang buka cabang di daerah Jakarta Selatan. Bulan ini toko cabang berliannya masih dalam tahap pembangunan. Sultan rencananya akan mengecek pembangunan toko berliannya esok hari.

Santoso sesekali menggosok-gosokkan telapak tangannya untuk menetralisir hawa dingin yang menyergap tubuhnya. Sultan dan Totok tidak merasakan kedinginan, karena baju yang mereka pakai berkain tebal.

"Bos, kata Bos, besok mau mengecek pembangunan toko cabang, kan?" tanya Totok sedikit kesusahan saat mengucapkannya.

Sultan mengangguk. "Iya, besok kalian berdua ikut saya ke Jakarta Selatan. Kalian berdua tidak perlu jaga rumah." Lalu menyeruput kopinya sampai tersisa separuh.

Santoso dan Totok mengangguk. "Iya Bos, siap!" ucap Totok.

Sultan berkata, "Besok, biar Mas Adit sama Pak Tomo saja yang jaga rumah. Mereka sudah resmi menjadi satpam di rumah saya." Santoso dan Totok manggut-manggut merespons ucapan tuannya.

"Apa Mas Adit temanmu yang kamu maksud itu ya, Tok?" tanya Sultan mengingat perkataan Totok waktu itu mengatakan bahwa ada temannya yang menerima tawaran kerja menjadi satpam.

Totok menjentikkan jarinya, lalu menjawab, "Ah iya, itu Bos yang saya maksud. Teman saya yang menerima tawaran kerja jadi satpam di rumah Bos, namanya Adit."

Sultan hanya mengangguk-angguk, mengerti maksud Totok. Sultan mengambil cangkir lalu menyeruput kopinya secara perlahan-lahan sampai habis, kemudian meletakkan kembali cangkir kosong itu ke atas meja.

Sultan ingin segera tidur. Entah kenapa dia sudah sangat kantuk, padahal masih jam setengah sembilan. Biasanya Sultan tidur di atas jam sepuluh malam. "Aku ngantuk banget," ucap Sultan sembari menutup mulutnya lalu mengerjapkan matanya berkali-kali. Berusaha menahan kantuknya, namun tak bisa. Rupanya kopi yang ia minum tadi tidak mempan untuk menahan kantuknya.

"Ya sudah, saya tidur dulu. Kalian lanjut ngobrol." Setelah itu Sultan berdiri, berjalan mendekati pintu kamarnya lalu masuk ke kamar. Letak balkon lantai tiga memang ada di depan kamar Sultan.

Santoso dan Totok hanya mengangguk merespons ucapan tuannya. Kini yang ada di balkon hanya Santoso dan Totok. Mereka berniat ingin bergadang sampai pagi.

...o0o...

Ade saat ini tengah sibuk mengerjakan tugas sekolah dari guru yang kemarin diberikan pada hari kamis saat dia tidak masuk sekolah, karena harus menjaga kakaknya di rumah sakit. Narulita sekarang rebahan di atas kasur sambil bermain ponsel, lebih tepatnya sedang chatting-an bersama Desi.

Ade sungguh lelah, apalagi tugas yang diberikan adalah pelajaran matematika. Ade sebenarnya membenci yang namanya 'matematika', tapi malam ini ia terpaksa mengerjakannya karena besok harus segera dikumpulkan. Belum lagi ada tugas pelajaran lain yang belum ia kerjakan. Benar-benar malam hari yang tidak menyenangkan.

Narulita menyudahi berkirim pesan singkat dengan Desi dan berniat ingin segera melaksanakan salat Isya. Tidak masalah, meskipun ia tidak bisa berwudu menggunakan air karena mukanya masih terluka, tapi ia bisa bertayamum. Tayamum adalah berwudu dengan debu yang suci sebagai pengganti air. Narulita bertayamum menggunakan debu yang menempel di tembok kamarnya.

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Where stories live. Discover now