DUA PULUH EMPAT

2.8K 150 6
                                    

Ade mendengar suara sepeda motor yang berhenti di depan rumahnya, jelas saja itu Desi. Ade berjalan cepat menuju ke depan lalu membuka pintu rumahnya, berlanjut mendekati Desi yang sekarang masih duduk di jok sepeda motor.

"Kak, ayo masuk! Sepeda motornya masukin ke rumah aja, biar aman Kak!" ucap Ade menyarankan Desi memasukkan sepeda motor ke rumahnya, supaya aman. Takutnya nanti ada yang mencuri jika diparkiran di luar rumah.

Desi mengangguk lalu berkata, "Ya sudah lo minggir. Gue mau masuk."

Desi menyuruh Ade minggir dari hadapannya, karena ia akan menuntun sepeda motornya ke dalam rumah. Ade sedikit bergeser dari depan pintu, setelah itu Desi menuntun sepeda motornya memasuki rumah Ade.

Ade dan Desi berjalan memasuki rumah, tak lupa Ade mengunci pintu. Setelah itu mereka berdua masuk ke ruang tengah. Ade langsung duduk di kursi, sedangkan Desi masih berdiri.

"Kak, duduk! Ngapain masih berdiri?" tanya Ade heran dan bingung dengan tingkah Desi yang celingukan seperti mencari sesuatu.

"Toilet di mana? Gue enggak bisa nahan kencing ini." Desi memegangi celananya dengan erat agar bisa menahan kencing.

"Di belakang deket dapur, Kak!" jawab Ade seraya menunjuk ke arah dapur.

Tanpa menjawab perkataan Ade, Desi langsung pergi ke dapur lalu ke toilet. Desi keluar kamar mandi setelah kencing, kini ia merasa lega sekali. Ia berjalan menuju ke ruang tengah mendekati Ade yang menonton televisi lalu duduk di kursi dekat Ade.

Desi langsung bertanya ke intinya mengenai permasalahan Narulita yang tidak kunjung pulang. "Coba ceritain, gimana bisa Kakak lo itu gak pulang sampai jam dua belas?"

Ade mulai menjelaskan, "Gini Kak. Kak Narulita mulai hari ini kan kerja sampai jam sepuluh malam. Nah seharusnya jam sepuluh tadi, dia sudah pulang. Tapi sampai jam dua belas, dia belum pulang Kak. Ini aja udah jam setengah satu." Ade menunjuk jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, tapi kakaknya belum pulang juga. Kemana perginya kakaknya itu? Membuat Ade khawatir saja.

"Gimana ya Dek, sebenarnya tadi pas di rumah, gue udah telpon dia. Tapi ya gitu deh, Kakak lo itu enggak merespons, hhuufftt..." Desi mengembuskan napas kasar dan gusar. Ia tidak tahu kenapa Narulita tidak kunjung pulang, padahal adiknya sudah sangat mengkhawatirkannya.

Apa jangan-jangan terjadi sesuatu pada Narulita? Pikir Desi. Tetapi Desi langsung mengenyahkan pikiran buruk yang ada di otaknya. Belum tentu terjadi sesuatu pada Narulita, bisa saja Narulita ada halangan di jalan, misalnya ban sepeda motornya bocor.

"Dek, mungkin ban sepeda motor Kakak lo bocor di jalan kali. Makanya sampai sekarang dia belum pulang," ucap Desi hanya mengira-ngira.

Ade tidak setuju dengan perkiraan Desi. "Kak, kalau memang ban sepeda motornya bocor, mana mungkin menambal ban sampai jam setengah satu? Kan pulangnya jam sepuluh, ya paling lama sampai jam sebelas. Lah ini? Udah setengah satu, masak lama amat nambal bannya?" 

Desi mengembuskan napas berat lalu berkata, "Enggak tahu ah! Lama-lama gue pusing mikirin Kakak lo itu!"

Ade menekuk bibirnya seperti cemberut. Ia bingung harus bagaimana agar bisa mengetahui kabar dari kakaknya. Tadi Ade sudah menelepon kakaknya, tapi tidak direspons. Ade juga sudah berkali-kali mengirim pesan singkat ke kakaknya lewat WhatsApp, tetap saja tidak dibalas. Lalu kemana kakaknya itu? Mengapa tega membuatnya khawatir dan gelisah? Ade rasanya ingin menangis sejadi-jadinya.

Ade tidak kuasa menahan tangisnya, akhirnya ia menangis sesenggukan. "Hiks, hiks, Kak. Ke mana Kak Narulita sih? Hiks, hiks ... tadi udah aku telpon, tapi enggak direspons. Hiks, hiks..." Ade berucap sembari mengusap air matanya yang menetes.

Sultan Jatuh Cinta [Lengkap]Onde histórias criam vida. Descubra agora