Bab 4 : Pemurung.

123 81 218
                                    

🍃🌼🍃🌼🍃🌼🍃
__________________
Bab 4 : Pemurung
__________________

Felix menatap serius ke arah ayahnya, "Ayah harus janji, jangan pernah membohongi Felix lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Felix menatap serius ke arah ayahnya, "Ayah harus janji, jangan pernah membohongi Felix lagi."

"Janji," Ferdian-ayah Felix mencubit pipi putrinya dengan gemas.

"Yah udah, sekarang kamu istirahat," Ferdian berharap anaknya kembali ceria.

Felix berjalan menuju kamarnya,"Iya, yah."

Di dalam kamar, Felix memandang kamar yang bernuansa coklat dengan tatapan sendu, kenangan hari itu pun terbayang dibenaknya.

Dua minggu yang lalu, setelah kepergian Merlia-ibu Felix. Ia masuk ke dalam kamar dengan perasaan kecewa dan marah. Bola matanya nampak ingin keluar, air mata terus membasahi kedua pipinya. Ia sangat kecewa dengan perilaku desainer ternama itu.

"KENAPA TUHAN MERAMPAS SEMUA YANG GUE CINTAI!" Gadis itu melempar semua buku yang ada di rak.

"TUHAN GAK PERNAH ADIL!" Felix mengacak kasur dan membanting lampu tidur.

Ia mengacak rambut panjangnya dengan frustasi, sembari menangis tersedu-sedu, "Sekarang, tidak ada yang peduli sama gue," ucapnya dengan pelan.

"SEMUA ORANG JAHAT!" Felix berdiri dan melempar sepatu boots ke arah cermin kaca.

PRANG.

Suara kencang itu menyadarkan Ferdian yang tengah merenung di kamar utama. Ia berlari menuju kamar Felix dengan langkah kaki cepat. Ia merasakan hal buruk akan terjadi dengan putri kesayangannya.

Di depan pintu kamar Felix, berdiri beberapa pembantu yang terus meneriaki nama Felix dan berusaha mendobrak pintu.

Seorang pembantu muda berjalan mendekati Ferdian, "Pak, nona Felix mengurung diri di kamar dan terus melempar barang."

Ferdian-laki-laki paruh baya yang bekerja sebagai pengusaha kayu itu berlari dan langsung mendobrak pintu kamar bercat coklat.

BUG.

Hasilnya nihil, pintu kokoh itu tidak terbuka seolah ada ganjalan besar yang menghalangi jalan.

"FELIX, BUKA PINTUNYA!" suara teriakan Ferdian tidak didengarkan oleh gadis berusia sembilan belas tahun itu.

Di dalam ruangan, ia tengah memungut serpihan kaca dan menatapnya dengan takjub, "Kaca ini indah, tapi bisa membuatku berdarah," Felix meringis ketika serpihan kaca itu menggores pergelangan tangannya.

"Hem, berdarah," gumam Felix dengan tertawa miris.

"SAKIT BERDARAH, TIDAK SESAKIT HATIKU!" Felix menjerit dan melemparkan semua yang bisa ia raih.

"SEMUA ORANG JAHAT! MEREKA PEMBOHONG!" Felix melempar selimutnya ke arah pecahan kaca dan ia berbaring di atas selimut sembari menangis.

Berbeda dengan keadaan di luar. Ferdian dengan para pembantu berusaha mencari kunci cadangan, membuka pintu dengan alat perkakas dan berulang kali mendobrak.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now