Bab 39: Pantai

30 1 0
                                    

Bab 39: Pantai

Fano mengerti mengapa member NEO GROUP menatapnya bingung dan menunggu penjelasan yang keluar dari mulutnya.

“Aku mengikuti les privat Bahasa Indonesia secara sembunyi-sembunyi. Aku ingin bisa berbicara langsung dengan NEO GROUPZEN—fans NEO GROUP.”

Para member terpukau dengan jawaban sang leader. Mereka tidak menyangka jika Teon begitu menyayangi NEO GROUPzen. Namun, Jacob, Sean, Liam, Jino, Dio, Jay dan Miko masih menyimpan banyak kecurigaan di dalam pikiran masing-masing.

Hingga hari-hari berikutnya NEO GROUP berwisata di Pantai Pangandaran yang jauh dari hotel Padma. Mereka menikmati indahnya pesona pantai, berenang dia air dan sesekali perang melempar air. Beberapa dari member NEO GROUP ada yang bermain pasir, bola voli dan berjemur.

Semua nampak bahagia, tak terkecuali semua kru yang ikut bermain, melepas lelah dan jenuh pekerjaan. Walaupun mereka harus memasang beberapa kamera di beberapa sudut dan melakukan sesi wawancara di awal.

Tapi diantara kebahagiaan itu, tersimpan rasa cemas dalam diri Fano. Ia merasa di intai oleh seseorang. Namun, ia tidak melihat siapapun yang mencurigakan. Sekalipun Fano berbaur dengan teman-teman yang lain, ia tetap merasa diikuti dan di amati.

“Hyung, ayo kita berenang!” Jidan dan Yasa melambaikan tangannya ke arah Teon. Laki-laki itu hanya menjawab dengan gelengan kepala.

Fano duduk berdiam diri dengan bermain pasir pantai, sesekali mengamati sekitar. Ia merasa haus dan berniat memesan es kelapa yang berada di warung kecil pinggir pantai. Tapi, seseorang menarik tubuhnya dengan kencang menuju belakang warung. Fano dibius dengan suntikan yang mengenai lengan bagian atas.

Fano merasa pandangannya mulai samar dan kunang-kunang berputar di kepala. Seketika, ia jatuh pingsan dan di bawa pergi oleh orang misterius itu. Tidak ada yang menyadari hilangnya Teon, bahkan kamera yang terpasang memotong adegan pria tampan itu berjalan ke warung.

Fano terbangun dari pingsannya, ia membuka kedua kelopak mata dan menyesuaikan pencahayaan di dalam ruangan. Fano merasa badannya lebih kuat dari biasanya, hingga dengan spontan duduk di ranjang yang empuk. Ia pun melihat ruangan berdesain mewah yang indah.

Lalu ia melihat sosok pria berjas coklat duduk di sisi kiri kamar. Dia menatap Fano dengan raut wajah kesal dan marah. Pria itu berdiri dan berjalan mendekatinya.

Fano memegang kepalanya yang sedikit pusing lalu bertanya kepada sosok pria yang berdiri di hadapannya, “Afron?”

Pria itu mengikis jarak antaranya dengan Fano. Pria berambut hitam legam itu langsung mencekik leher Fano dengan kuat. Bola matanya merah, aura hitam pekat keluar dari tubuh laki-laki itu. Fano ketakutan dan berusaha melepaskan cekikan di tengah kepalanya yang berputar dan berdenyut nyeri.

“Le-pa-s,” Fano berbicara dengan suara terbata-bata. Ia tidak bisa melawan karena energi orang itu begitu kuat.

“JIKA BUKAN KARENA KAMU, AKU TIDAK AKAN MATI!” Ucap pria itu dengan suara lantang.

Fano tersadar jika pria yang ada dihadapannya adalah reinkarnasi dari Afron. Tapi, bagaimana bisa ia mati? Fano tidak tahu apa-apa tentang kematian Afron.

“AKKU- TI-DAK- MENGER-TI!” Fano berusaha melepaskan cekikan dengan mencakar pergelangan tangan Afron.

Afron pun meringis dan melepaskan cekikan di leher Fano yang sudah kehabisan nafas. Fano mengambil oksigen sebanyak yang ia bisa untuk menormalkan pernapasannya. Sementara Afron berdiri dihadapannya dengan wajah murka.

“DULU, KAMU PERGI BERSAMA WANITA ITU KE POHON HARAPAN. TAPI, APA KAMU TAHU JIKA FERDIAN MENCARIMU? AFRIN MEMINTAKU UNTUK MENYUSUL JEJAK AURAMU. HINGGA AKU KELUAR DARI WILAYAH KAUM DRYAD!”

Mendengar ucapan Afron, Fano hanya terdiam. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi setelah ia membawa Felix pergi. Ia tidak menyangka jika Ferdian datang ke Ferzenia untuk mencari Felix.

“JIKA SAJA, WAKTU ITU KAMU TIDAK MEMBAWA FELIX KE FERZENIA. AKU DAN AFRIN MASIH HIDUP. TIDAK AKAN BEREINKARNASI SEPERTI INI!” Afron membanting vas bunga yang ada di sisi kiri ranjang.

Fano memang gegabah saat itu, tidak memikirkan masalah yang akan terjadi saat membawa Felix ke Ferzenia, “Maaf.”

Afron menatap Fano dengan sorot mata tajam, “MAAF? APA KAMU PIKIR AKU BISA KEMBALI MENJADI KAUM DRYAD LAGI SETELAH KAMU BERKATA MAAF?”

Fano tahu, kata maaf tidak akan merubah segalanya. Tapi, ia sudah menyesali perbuatannya yang membawa Felix ke Ferzenia. Ia yang memancing Ferdian untuk datang dan membuat Afron dan Afrin tewas.

“AKU SELALU BERDOA PADA TUHAN, AGAR SEGERA BERTEMU DENGAN REINKARNASI ELF TERKUTUK INI. SEKARANG TUHAN SUDAH MENGABULKANNYA. TUHAN MENDUKUNGKU UNTUK MEMBUNUHMU. TAPI, AKU TIDAK INGIN KAMU MATI SECEPAT ITU LAGI. AKU INGIN KAMU MELIHAT WANITA YANG KAMU CINTAI ITU MATI!”

Afron tertawa terbahak-bahak, membayangkan jika Fano melihat Felix yang mati di tangannya. Afron yang dulu berbeda dengan Afron yang sekarang. Kebenciannya terlahir dari dendam kematiannya dan sang kakak karena ulah dua mahluk penjelajah Ferzenia yang ingin mencari Pohon Harapan.

“Afron?” Fano masih tidak percaya jika pria yang ada di depannya adalah reinkarnasi kaum Dryad yang menyebalkan dan sering ia jewer.

“FANO, KAMU HARUS TAHU JIKA FELIX MASIH HIDUP DAN AKU BERSUMPAH UNTUK MEMBUNUHNYA DI HADAPANMU. AGAR KAMU MERASAKAN BAGAIMANA KEHILANGAN ORANG YANG KAMU CINTAI DAN MELIHATNYA MENDERITA!” Afron menarik kerah kemeja yang dipakai Fano, ia ingin membunuh laki-laki itu sekarang juga.

Namun, kenangan masa lalunya dengan Fano kembali terangkat dari memori kelamnya. Afron bisa mengingat kejadian Fano yang memarahinya berkeliaran di luar wilayah kaum Dryad. Fanolah yang menyeret Afron untuk kembali ke pohon Oaknya.

Fano juga teman baik Afron di wilayah kaum Dryad. Afron suka menari bersama dengan nyanyian indah dari suara merdu Fano. Masa-masa itu, Afron sangat bahagia. Baginya Ferzenia adalah dunia menyenangkan yang jauh lebih indah dari dunia manusia.

Afron yang hendak memukul Fano, memilih memeluk laki-laki itu. Namun, di sisi lain bayangan ia yang mati sendirian di luar wilayah kaum Dryad membuatnya marah. Tangan kiri Afron langsung mengeluarkan asap hitam dan mengarahkannya ke Fano yang masih saja terdiam.

JLEB.

Fano merasakan sakit yang tidak terkira. Ia masuk ke dalam kolam hitam lagi. Namun, kali ini bayangan masa lalunya dengan Felix terpecah-pecah bak serpihan kaca. Senyum Felix perlahan lenyap, suara tawa gadis itu menghilang dari memori otak Fano. Ia pun tidak bisa melihat dengan jelas sosok wanita yang ia cintai. Semua mulai samar, menyatu dengan kegelapan.

Fano berusaha meraih sesuatu, namun ia tidak merasakan apapun. Putaran kenangan milik Teon mulai terlihat dengan jelas, mengikis kenangan milik Fano. Gambaran Teon yang bahagia mewarnai lembaran kertas putih.

“Lee Teon.”

“Namamu Teon.”

“Lupakan Fano.”

“Kamu Teon.”

“Hiduplah seperti Teon.”

Suara itu berputar-putar di kepala Fano hingga ia hilang kesadaran.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now