Bab 11 : Fano

82 50 111
                                    

💚🌹💚🌹💚🌹💚
__________________
Bab 11: Fano
__________________

Felix Alexa-gadis korban broken home yang di titipkan oleh sang ayah di rumah Julang Ngapak. Ia mematung dengan raut wajah heran ke arah sosok rupawan berkulit putih pucat yang tengah memeluk tubuhnya.

Mahluk itu berucap, "Aku menyayangimu."

"Siapa sebenarnya kamu?" tanya Felix tanpa berniat mendorong mahluk asing yang tiba-tiba memeluknya.

"Namaku Fano, aku seorang elf dari Ferzenia. Aku kemari untuk bertemu Ferdian, akhir-akhir ini aku bisa merasakan auranya," ujar mahluk bertubuh tinggi dan berkulit pucat itu.

"Kamu betina atau jantan?" Felix fokus menatap wajah mahluk bernama Fano yang tengah bersandar di dinding.

"Aku elf laki-laki, bukan hewan," jawabnya dengan tegas.

Felix menggaruk kepalanya, "Hehe, maaf."

"Dimana Ferdian?" Fano bertanya, lalu bangkit dari lantai dan duduk di ranjang tempat tidur Felix.

"Ayah ada di Jakarta," Felix yang awalnya penasaran dengan Fano, kini raut wajahnya berubah sedih mengingat sang ayah.

"Jakarta? dimana itu?" Laki-laki bernama Fano itu merapihkan rambut hitamnya, tanpa sedikit merubah pandangan dari Felix.

"Tempat itu sangat jauh, kamu tidak akan tahu, meski aku jelaskan," Felix menatap mata biru bak samudra.

"Hahaha, iya aku memang tidak pernah berkeliling di dunia manusia," Fano tertawa, ia belum pernah keluar dari kamar ini, makanya ia sedikit takut jika Felix menariknya keluar untuk mengadukannya kepada sang nenek.

"Kamu tidak akan mengerti dunia manusia, mungkin di duniamu mahluk jahat bisa dilihat dengan rupanya, jadi kamu bisa berjaga-jaga atau melarikan diri, tapi di dunia manusia berbeda," Felix duduk di sebelah Fano, pikirkannya menerawang jauh ke masa lalu, dimana ia dipermalukan dan diselingkuhi oleh kekasih dan sahabatnya, ia pun kecewa dengan ibu kandungnya.

"Apa dunia manusia lebih kejam?" Kini Fano mulai penasaran dengan dunia manusia, ia merapatkan jarak di antaranya dan gadis berambut hitam panjang itu.

Felix menghembuskan nafas berat, "Di dunia manusia, kamu tidak akan tahu siapa yang menjadi lawan dan kawan. Semua terlihat sama, tidak ada perbedaan seperti mahluk buas bergigi tajam yang menerkam dan elf baik bersahabat dengan manusia."

"Jadi, kamu tidak bahagia tinggal di dunia manusia?" Fano menyimpulkan dari cerita Felix yang cenderung menjatuhkan dunianya sendiri.

"Awalnya aku bahagia, memiliki ayah dan ibu yang perhatian, kekasih yang romantis, sahabat yang baik, berkuliah di universitas ternama, kaya raya dan pintar. Tetapi, sekarang aku tidak bahagia," Felix meneteskan air mata. Ia kembali menjadi gadis pengecut yang tengah menangisi takdir.

Fano merangkul tubuh Felix dengan lembut, seolah ia barang yang mudah pecah, saking rapuhnya, "Kenapa sekarang kamu tidak bahagia?" tanyanya.

"Ayah dan ibuku bercerai, kekasihku mempermalukan aku di depan banyak orang, sahabatku merebut pacar yang sudah setahun berhubungan denganku. Itu sangat menyakitikan," tangis Felix kembali pecah, ia belum siap menerima takdir.

Fano mengelus rambut hitam Felix, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi kamu ke sini untuk menenangkan diri atau lari dari masalah?"

"Aku benci mengakui, jika aku lari dari masalah. Tetapi, aku tidak sanggup hidup disana. Impianku musnah dan dunia berlaku tak adil," Felix menatap Fano, seolah ia tengah bercerita dengan orang yang ia percayai.

Fano terdiam sejenak, lalu kembali bertanya, "Apakah Ferdian berdiam diri saat dunianya hancur?"

"Ayah berusaha melakukan mediasi, agar mamah kembali bersama kami. Tetapi, mamah berubah dan bersih keras untuk berpisah," Felix membekap mulutnya sendiri tak kuasa menahan isakan.

Walaupun Fano tidak mengerti maksud kata "Mediasi." Ia tetap menenangkan Felix yang terus terisak-isak.

Hiks ... Hiks ... Hiks ...

Di ruangan itu hanya terdengar suara isakan Felix yang mengalahkan detak jantung dan hembusan nafas. Fano memeluk Felix, sementara gadis itu bersandar di bahu laki-laki berambut hitam.

"Sudahlah jangan menangis," Fano meminta Felix untuk berhenti menangis.

Felix pun mulai tenang, ia mengelap air mata yang jatuh ke pipi hingga dagunya.

"Maaf," Felix menjauh dari Fano, ia masih sulit percaya pada orang lain lagi sekarang.

"Emm, tidak apa-apa," Fano tersenyum tipis hingga rasanya jantung gadis itu lari maraton.

Felix terdiam dan mencari topik pembicaraan lain, karena suasana menjadi canggung, "Kenapa rambutmu berubah?" tanyanya.

"Anu, it-itu karena aku keren," Fano nampak kebingungan menjawab pertanyaan Felix.

Felix pun merasa ada yang janggal dengan Fano, ia pun kembali bertanya, "Apa kamu baik-baik saja?"

"Sebenarnya, nasibmu lebih beruntung Fel. Kamu pernah merasakan kebahagiaan. Sementara aku? tidak seberuntung dirimu," Fano menatap Felix dengan sendu, dari tatapan itu terselip luka yang begitu besar.

"Apa kamu ingin bercerita juga?" Felix memberikan tawaran untuk Fano.

Fano menatap Felix dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, "Tidak sekarang."

Di tengah asik mengobrol, tiba-tiba suara Bi Euis terdengar dari luar kamar, "Neng, ini Bi Euis. Tadi bibi denger ada suara teriakan. Neng Felix tidak apa-apa?" dari nada suaranya, jelas Bi Euis khawatir dengan Felix.

Tetapi, di dalam kamar Felix dan Fano ketakutan. Felix takut, Bi Euis melihat Fano. Ia pun semakin takut karena kamarnya tidak di kunci.

Felix yang panik pun menarik tubuh Fano untuk bersembunyi di bawah selimutnya. Sementara Felix mengambil posisi tidur di atas ranjang.

"Felix baik-baik aja Bi," ucap Felix dengan suara yang agak keras, ia berharap Bi Euis kembali ke kamarnya. Namun, ternyata Bi Euis membuka pintu kamar Felix dan mengecek Felix yang berbaring di ranjang.

"Neng, belum tidur?" tanya Bi Euis yang sedikit heran melihat badan Felix yang terlihat besar dan tertutup selimut.

Felix menjawab dengan gugup, "Be-belum ngantuk Bi."

"Ya sudah, Bibi pijitin kaki neng yah?" Bi Euis nampaknya masih tidak enak hati membawa Felix ke perkebunan sayur di Pagermaneh, hingga membuat anak majikannya itu sakit.

Bi Euis berniat menyentuh selimut tebal yang di pakai Felix. Felix pun ketakutan, bagaimana jika Bi Euis melihat mahluk aneh seperti Fano berada di bawah selimutnya? apa yang akan dipikirkan Bi Euis tentang Felix?

Di dalam selimut pun Fano ketakutan, seumur hidupnya ia belum pernah berinteraksi dengan manusia kecuali Ferdian. Badan Fano gemetar, ia ingin menggunakan kekuatan sihirnya untuk membuat Bi Euis tertidur, tapi kekuatannya sekarang sangat lemah.

Rambut putihnya sudah menjadi hitam, itu pertanda kekuatannya melemah. Tubuh Fano pun sangat lemas sekali, ia tidak siap harus tertangkap basah menindih tubuh seorang gadis di atas ranjangnya.

Membayangkan kemungkinan itu membuat Fano semakin cemas, dan berusaha memberikan kode kepada Felix agar menyuruh Bi Euis keluar.

Fano menekan lengan Felix, tetapi gadis itu tidak menggubris, ia pun menekan perut Felix dengan telunjuknya. Gadis itu pun kaget dan memukul kepada Fano dari luar selimut.

"JANGAN BI!" Bentak Felix dengan kencang.

Bersambung...
*****
Quotes By Felix:

Kita tidak tahu,
Kemana takdir membawa,
Tetapi, Tuhan selalu tahu
Jalan terbaik untuk hambanya.

Bandung,
11 Juli 2021

Yulia Moirei.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now