Bab 22: Kalung.

45 27 66
                                    

________________
Bab 22: Kalung
________________

"DIMANA KALIAN MENYEMBUNYIKAN JEJAK DAUN-DAUN EMAS!" Teriak Felix dengan amarah.

Lima kaum Dwarfs itu berjalan mundur ketakutan, sementara Fano hanya berdiri sembari menyeringai lebar.

"Ayo, jawab ucapannya!" Fano sebenarnya sudah tahu kelakuan licik kaum Dwarfs. Mereka tidak benar-benar baik.

Kaum Dwarfs bertopi hitam berdiri paling depan dengan gaya angkuhnya, "Kami tidak akan memberitahu kalian!" ujarnya.

"AKU MEMBIARKAN KALIAN HIDUP. TAPI, SEPERTINYA AKU BERUBAH PIKIRAN!" Fano menarik pedangnya.

"KATAKAN! APA MAU KALIAN!" Felix menarik tubuh kaum Dwarfs bertopi hitam ke atas.

"Kami ingin barter dengan barang berharga milik kalian," ucap kaum Dwarfs bertopi hitam itu.

"Sudahlah Fel, biarkan aku menghabiskan mereka!" Fano sudah naik pitam dan siap menyerang.

"Jangan Fano!" Felix mencegah Fano untuk bertindak.

"Kamu lupa? mereka membuatmu jatuh, muntah-muntah, menjebak kita untuk diam di tempat ini dan sekarang mereka menyembunyikan jejak daun-daun emas dari penglihatan kamu!" Fano dibuat gemas dengan Felix yang kelewat baik.

"Jika kita membunuh mereka, kita tidak akan tahu dimana jejak daun-daun emas berada," Felix memberikan penjelasan kepada Fano yang seringkali bertindak gegabah.

Fano pun mundur perlahan-lahan, ia tidak habis pikir dengan kaum Dwarfs yang berpura-pura baik dan meminta maaf. Tetapi mereka memiliki niat terselubung.

"Katakan, apa yang kalian mau dariku?" Felix menunjukkan dirinya yang memakai baju kotor dan lusuh, sepatu kecil terbuat dari daun, tas rotan jelek, dan kalung berbentuk bunga mawar-hadiah Ferdian untuk Felix yang lolos perguruan tinggi negeri.

"Kalung!" jawab mereka serentak, karena diantara barang yang dipakai Felix, kalung paling menonjol.

Fano terkejut saat menyadari kalung yang dipakai Felix. Kalung berbentuk ukiran mawar itu nampak tidak asing baginya. Lalu kenangan masa lampau kembali menghinggapi pikirannya.

kekuatan sihir Fano kecil tersegel oleh sang ayah. Tubuh Fano yang sebelumnya sekuat baja dengan dua sihir hitam dan murni. Kini menjadi lemah, karena tersegel.

Hidupnya semakin kesepian, ia diusir keluar dari wilayah kaum Elf karena perbuatan buruknya. Ia kesana-kemari berjalan tanpa arah tujuan. Hingga suatu hari, ia sampai di lorong perbatasan antara dunia manusia dengan Ferzenia.

Di lorong itu, ia bisa menyerap kekuatan dari tanaman disana. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di lorong itu selama berhari-hari. Namun, suatu hari ia mendengar suara teriakan meminta tolong.

"Tolong!" Fano mengikuti arah suara, dan mendapati sosok anak laki-laki yang usianya jauh lebih muda darinya.

Rambutnya hitam bak warna malam gelap, hidung mancung, bibir kecil dengan iris mata yang hitam dan tajam. Fano penasaran sekaligus senang, ada mahluk berambut hitam sepertinya.

"Tolong!" Teriak anak laki-laki itu sembari mengusap kaki kecilnya yang terluka.

Fano pun mendekati mahluk itu dengan cemas dan takut.

"Apa kamu perlu bantuan?" anak laki-laki itu terkejut saat melihat Fano. Namun, ia tetap menganggukkan kepala.

Fano pun memapah anak itu hingga ke dalam lorong, ia menyandarkan tubuh anak itu di tembok yang dihiasi daun dan bunga merambat.

Felix And The FairyOnde as histórias ganham vida. Descobre agora