Bab 7: Bandung

95 68 142
                                    

🍃🌼🍃🌼🍃
________________
Bab 7: Bandung
________________

Bi Euis—wanita berusia tiga puluh tahun itu adalah pembantu rumah tangga yang bekerja selama sepuluh tahun lamanya untuk menjaga Nek Pipin—nenek Felix.

Wanita itu sangat jujur dan baik hati, ia rela meninggalkan masa mudanya untuk bekerja sendirian merawat Nek Pipin. Maka tak heran, jika Bi Euis sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

"Alhamdulillah, Kang Ferdi jeung Neng Felix sudah sampai dengan selamat," ucap Bi Euis mempersilakan Ferdian dan Felix masuk ke dalam rumah tradisional yang disebut Julang Ngapak.

"Masuk-masuk, Bi Euis sudah siapkan banyak makanan untuk kalian," ujar nenek dengan antusias hingga tidak mempedulikan rok kebayanya yang sedikit sempit di bagian bawah.

"Iya siap nek," Felix menjawab dengan senyum tipis yang menambah kesan cantiknya.

Ferdian duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran bunga mawar di pinggirannya. Felix duduk di sebelah sang nenek, lalu Bi Euis membuka tudung saji yang terbuat dari anyaman bambu.

Aroma makanan khas Sunda langsung tercium dihidung gadis berkulit sawo matang itu. Ia melihat ikan jambal roti, tempe, tahu, lalaban, sambal terasi, jengkol, nasi timbel, karedok leunca, dan gepuk.

"Euum, ini pasti enak!" Felix yang kelaparan langsung mengambil piring yang terbuat dari bambu dengan alas daun pisang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Euum, ini pasti enak!" Felix yang kelaparan langsung mengambil piring yang terbuat dari bambu dengan alas daun pisang.

"Jangan meragukan masakan Bi Euis, dijamin ngeunah," Nek Pipin mengambilkan dua centong nasi timbel—nasi yang terbuat dari beras merah.

"Terima kasih nek," Felix baru pertama kali melihat nasi merah keunguan yang rasanya gurih dan seenak ini.

"Aku juga minta," Ferdian meminta nasi kepada ibu kandungnya itu.

Nek Pipin pun kembali duduk dan mencoba mengambil lauk pauk untuk cucu kesayangannya, "Ambil sendiri, maneh udah gede!" sindir nenek beruban itu.

"Pilih kasih," gerutu Ferdian lalu melahap tempe goreng yang ada di depannya.

*****

Pukul tujuh malam, Ferdian—laki-laki paruh baya berambut hitam dengan jaket kulit coklat tengah berdiri di ambang pintu rumah Julang Ngapak.

Ia masih tak tega meninggalkan putrinya di kampung yang jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota.

"Fel, ayah pamit pulang ke Jakarta, baik-baik di sini. Jangan merepotkan Bi Euis dan nenekmu," Ferdian memeluk putrinya. Bagi Ferdian, kini Felix adalah kebahagiaannya dan dunia Ferdian.

Felix membalas pelukan sang ayah dengan mata berkaca-kaca dan bibir gemetar "Iya, yah."

"Ayah sangat menyayangimu," Ferdian melepas pelukannya lalu tersenyum tipis.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now