Bab 17: Jembatan

52 34 79
                                    

__________________
Bab 17: Jembatan
__________________

Ferdian—ayah Felix, sampai ke kota Paris Van Java. Ia memacu kendaraan ditengah guyuran hujan deras. Melewati jalanan menanjak di kawasan Punclut.

Ia pun sampai di rumah Julang Ngapak pada sore menuju malam hari, ia tergesa-gesah masuk ke dalam area halaman rumah untuk memarkirkan mobil sport Lamborghini Gallardo hitam kesayangannya.

Ia mengetuk pintu dengan keras, tak lama kemudian seorang wanita membukakan pintu rumah dengan terburu-buru.

"Bagaimana Euis, apa Felix sudah kembali?" tanya Ferdian kepada wanita yang berstatus pembantunya.

Wanita itu pun menjawab dengan suara pelan "Felix belum kembali, apa kita perlu melapor ke polisi?"

"Tidak usah Bi Euis, ini belum dua kali dua puluh empat jam," setelah berbicara seperti itu Ferdian berlari menuju kamarnya, tetapi ia bertemu sang ibu yang duduk di sofa ruang keluarga dengan mata sembab.

Ferdian pun berhenti berjalan dan mendekati ibunya, "Mak, kenapa Felix bisa hilang?" tanya Ferdian dengan lemas.

Nek Pipin menatap putranya dengan mata berkaca-kaca, ia memberikan robekkan kain putih kepada Ferdian. Ferdian pun terkejut dan meraih kain itu.

"Apa ini ulah Fano?" tanya Ferdian kepada sang ibu.

Nek pipin pun menganggukkan kepala dengan lemah. Ferdian mencengkeram kain itu dengan kuat lalu berjalan menuju kamar masa kecilnya.

Ruangan itu masih sama seperti dahulu dengan dinding yang terbuat dari bilik bambu. Di ruang itu, Ferdian tumbuh dewasa dengan segudang cerita.

Ferdian berjalan menuju ranjang dan merangkak ke bawahnya, berharap menemukan sesuatu yang biasanya berada di bawah kolong ranjang, tapi nihil ia tidak melihat apapun.

"Dia menutup portal ajaib dan membawa pergi putriku pergi," Ferdian memukul lantai dengan kesal.

*****

Keadaan Felix yang jauh dari Ferdian—ayahnya sangat bertolak belakang. Jika Ferdian khawatir dan sedih, di Ferzenia Felix tengah mencari daun-daun emas dari pohon harapan bersama Fano kaum peri keturunan Elf.

"Ayo, kita harus bergerak cepat! perasaanku ada yang mengikuti," ucap Fano lalu menggandeng tangan Felix agar berlari meninggalkan tempat itu.

Setelah berlari cukup jauh Felix tidak menemukan satu daun emas. Sampai di sebuah jembatan batu yang menghubungkan dua wilayah berbeda. Jembatan batu itu dekat dengan air terjun, Felix bisa membayangkan jika ia gagal melewati jembatan itu, ia akan terseret arus air.

"Apa kita akan melewati jembatan ini?" tanya Felix yang mulai ragu untuk melintasi jembatan.

"Tunggu dulu, lihat batu ini. Ada sebuah tulisan, apa kamu bisa membacanya?" Fano menunjuk batu besar yang berada di sisi jembatan.

Felix berjalan mendekati Fano, ia nampak penasaran dengan isi tulisan yang terdapat di batu besar.

"Wah ada tulisannya, ini seperti prasasti di zaman dulu," ujar Felix lalu berjongkok untuk membersihkan kotoran dan lumut yang sedikit menghalangi tulisan.

"Kamu bisa membacanya?" tanya Fano yang masih berdiri dengan kedua tangan disilangkan di depan dada.

"Tentu, ini tulisan manusia," Felix mulai membaca setiap kata yang tertulis.

"Hanya manusia yang bisa membacanya, jika kamu ingin melewati jembatan. Kamu harus mengucapkan satu rahasia di setiap pijakannya. Jika tidak, kamu akan jatuh terseret arus air dan terbawa air terjun," Felix membaca hingga akhir tulisan.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now