Bab 20: Muntah

42 27 67
                                    

_________________
Bab 20: Muntah
_________________

Fano berhasil membuat troll itu terjatuh dan tidak bisa bergerak. Setelah itu Fano hendak membunuh troll dengan pedangnya.

"FANO HENTIKAN!" teriak Felix dengan suara lantang hingga troll yang sudah terkapar itu mencari-cari asal sumber suara.

"Jika aku tidak membunuhnya, dia akan mengejar dan memakan kamu!" Fano memberikan alasan agar Felix tidak melarangnya.

"JANGAN FANO! AKU TIDAK INGIN DIA MATI," Felix berteriak keras.

"KAMU BERCANDA? DIA INGIN MENANGKAP KITA!" Fano masih bersikeras untuk membunuh troll yang sudah tergeletak di tanah. Tali pemberian Ratu Afrin sudah menyerap energinya hingga lemas.

"Apa kamu tidak ingat aturan di Ferzenia?" tanya Dwarfs bertopi biru.

"Kamu dilarang membunuh kaum di Ferzenia dengan pedang," ujar Dwarfs bertopi hitam.

"Nanti kamu mendapatkan kutukan!" Dwarfs bertopi hijau mengingatkan Fano.

Fano pun melepaskan pedangnya, ia pun teringat kenangan masa lalu bersama ayahnya.

"Fano, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Elf berambut putih panjang itu kepada anaknya yang tengah bermain pedang.

Fano kecil pun menjawab, "Aku sedang bermain pedang sendirian,"

Fano kecil tengah menggoyangkan pedang ke langit-langit. Lalu sang ayah duduk di sebelahnya.

"Kenapa kamu tidak bermain dengan anak-anak itu?" tanya Funo—ayah kandung Fano.

"Mereka tidak mau berteman denganku, aku berbeda. Rambutku tidak sama dengan mereka semua," Fano menunduk sedih.

Laki-laki itu mengingatkan putranya akan perbedaan kasta tertinggi di wilayah kaum Elf, "Itu hanya rambut, kamu tetap penguasa tertinggi di wilayah kaum Elf, setelah ayah."

"Tetap saja, mereka tidak menghargai aku sebagai penguasa tertinggi," Fano kecil menatap wajah sang ayah dengan mata berkaca-kaca.

"Apa kamu mau, ayah merubah warna rambutmu?" mendengar pertanyaan sang ayah, Fano langsung menganggukan kepala.

"Baiklah, kemari nak."

Fano mendekat ke arah sang ayah, ia sangat senang karena kekuatan sihir keunguan muncul dari tangan Funo—ayahnya.

Funo mengelus rambut pendek dan hitam milik Fano. Perlahan sihir keunguan itu merubah warna rambutnya menjadi putih total. Fano kecil sangat senang, walaupun rambutnya tidak bisa panjang. Tetapi, warnanya sama dengan anak-anak kaum Elf yang lain.

Tanpa berpikir panjang, Funo melepaskan Fano untuk bermain dengan kaum Elf lainnya. Tapi, ternyata mereka tetap menjauhinya.

"RAMBUTKU SUDAH SAMA SEPERTI KALIAN! KENAPA KALIAN MENJAUHIKU TERUS!" Fano membentak anak-anak kaum Elf yang tengah bermain dengan sihir murni mereka.

"Kamu tidak memiliki sihir murni!" ujar anak perempuan dari kaum Elf.

"Kamu terlahir sebagai anak kutukan," ucap anak-anak kecil kaum elf dengan serentak.

Fano pun murka, ia mengeluarkan sihir kegelapan dari dalam tubuhnya. Ia benci harus diperlakukan berbeda. Tanpa bisa dikendalikan, Fano menyerang sepuluh anak kaum Elf yang berada didekatnya.

Fano menyerang secara brutal, debu-debu hitam keluar dari tubuhnya dan mencekik semua elf. Fano menerkam bak singa buas yang memakan mangsanya. Ia membanting, memukul, menyeret dan membawanya menuju orang tua mereka yang berada di rumah utama tempat ia dan ayahnya tinggal.

Felix And The FairyWhere stories live. Discover now