18. TEMAN MASA KECIL

5.6K 445 5
                                    

***

Aurora tengah berjalan menuju kantin bersama Brita, jangan tanya dimana Sabrina dan Permata, jawabannya adalah—mereka ada ulangan harian yang menyebabkan jam istirahat mereka terpotong.

Sepanjang perjalanan, Aurora meringis dalam hati saat banyak anak-anak Brawijaya yang membicarakan dirinya.

"Eh, gue nggak nyangka Aurora berani nolak Alastair didepan banyak orang."

"Iya cuy, buset berani banget itu perempuan!"

"Dia nggak sayang nyawa apa ya?"

"Cih, sok jual mahal. Saat semua perempuan pengen berada diposisi dia, tapi apa yang dia lakuin?"

"Heeum, merasa paling cantik banget itu adek kelas. Kurang ajar!"

"Ekhem—mon maap ye Mbak, tapi sahabat gue emang cantik, gimana dong?" Brita langsung saja berbicara saat ada kakak kelas yang menghina Aurora.

Kakak kelas itu menatap Brita dengan songong. Ia bersidekap dada. "Oh ya? Yakin? Ketutup semua gitu mana ada cantiknya sih? Jangan-jangan temen lo panuan, makanya segala sok-sokan pake seragam panjang," cemoohnya sembari melirik sinis kearah Aurora.

Aurora mengedipkan kedua matanya lucu. Semua orang di Koridor memekik gemas melihat itu. "Kak, tapi setahu aku kalau makanan nggak ditutup dengan sempurna, bakal banyak lalat yang ngerubungin. Bener nggak Ta?" ia menoleh pada Brita sejenak, kemudian kembali menatap kakak kelasnya itu.

Brita tersenyum miring. "Bener dong. Cuma makanan mahal, yang proses penjualannya ditutup dengan baik," imbuhnya yang membuat kakak kelasnya itu meradang.

Semua orang terdiam kaku. Mereka bukan orang bodoh yang tidak mengerti perumpamaan itu. Apa kalian juga mengetahuinya?

Oke, kalau belum, biar Author nggak kasih tau. Cari tau sendiri elah, anak wetped masa kagak paham.

"LO!" kakak kelas itu berniat menampar wajah Brita, tapi terhalang oleh tangan Aurora.

Aurora menatap kakak kelasnya dengan datar. "Setidaknya kalau nggak bisa jaga bicara, kakak harus bisa punya etika," katanya dengan lembut namun sarat akan penekanan.

"Ayo Ta, kita pergi," Aurora langsung saja menggandeng tangan Brita keluar dari kerumunan. Tak peduli akan banyak pasang mata yang menatapnya tanpa kedip.

Dari jauh, ada inti Hades yang melihat kejadian itu. Revin berdecak kagum, ia lantas berujar, "Emang bukan kaleng-kaleng jodoh gue. Damagenya meresahkan."

Alastair menoleh, menatap Revin tajam. "Ngomong apa lo?" tanyanya dengan nada dingin.

Revin gelagapan. "A—Ampun Boss!" ringisnya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Bacot, pulang sekolah tunggu gue di markas, ruangan Jo,"

Raut wajah Revin seketika pucat pasi. Jo? Apa ia akan dijadikan samsak lagi?

"B—Boss, gue becanda elah. Kenapa lo baperan banget sih?" ujar Revin dengan panik.

"GUE BAPERAN?!"

"ENGGAK! Maksud gue—"

"HALAH! ALASAN AJA LO! POKOKNYA GUE NGGAK MAU TAU, PULANG SEKOLAH NANTI LO HARUS UDAH ADA DI RUANGAN JO!" ketus Alastair galak.

Arsen terkikik, Adit diam, dan Betrand hanya bergumam sambil asyik bermain games.

"Si Boss abis kena tolak langsung cosplay jadi cewek PMS dong." celetuk Arsen.

"DIEM LO GAMON!"

"Buset."

Alastair mendengus, pembicaraannya dengan sang Mommy sepulang dari kantor Reval benar-benar terngiang-ngiang dalam otaknya. Ia bahkan sampai insomnia karenanya.

ALASTAIR : Be Mine, Aurora! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang